Presiden Joko Widodo meminta agar industri yang diberi insentif penurunan harga gas betul-betul diverifikasi dan dievaluasi sehingga insentif memberikan dampak signifikan bagi perekonomian Indonesia.
Oleh
ARIS PRASETYO dan FX Laksana AS
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akhirnya menurunkan harga gas untuk kebutuhan industri menjadi 6 dollar AS per juta metrik british thermal unit (MMBTU) per 1 April 2020. Guna merealisasikannya, industri gas, mulai hulu hingga hilir, mesti segera menyesuaikan.
Kebijakan menurunkan harga gas industri tersebut diputuskan dalam rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo melalui konferensi video di Istana Bogor, Rabu (18/3/2020). Sejumlah menteri di kantornya masing-masing tersambung dalam konferensi itu, di antaranya Sekretaris Kabinet Pramono Anung serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif.
Rapat tersebut merupakan lanjutan dari rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, 6 Januari 2020. Saat itu, Presiden memberikan tiga opsi sebagai dasar perhitungan, yakni mengurangi atau bahkan menghilangkan jatah pemerintah, pemberlakuan alokasi gas untuk kebutuhan dalam negeri atau domestic market obligation, dan bebas impor gas untuk industri.
”Saya minta pada ratas hari ini saya diberi hitung-hitungannya seperti apa. Saya juga perlu ingatkan agar industri yang diberi insentif penurunan harga gas harus betul-betul diverifikasi dan dievaluasi sehingga insentif tersebut akan memberikan dampak signifikan bagi ekonomi kita, memberikan nilai tambah bagi perekonomian kita,” kata Presiden.
Industri yang menikmati insentif, Presiden menegaskan, harus mampu meningkatkan kapasitas produksi, investasi baru, dan penyerapan tenaga kerja. Industri juga harus meningkatkan efisiensi sehingga produknya lebih kompetitif.
”Untuk itu saya minta evaluasi dan monitoring secara berkala harus dilakukan terhadap industri yang diberi insentif. Harus ada disinsentif atau hukuman jika industri tidak memiliki performa sesuai yang kita inginkan,” kata Presiden.
Arifin Tasrif melalui siaran pers mengatakan, kebijakan menurunkan harga gas industri menjadi 6 dollar AS per MMBTU untuk sektor industri diterapkan mulai 1 April 2020. Kebijakan tersebut sebagai tindak lanjut Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Penurunan harga ditempuh dengan cara mengurangi bagian negara di hulu.
”Pemberlakuan harga gas ini mulai 1 April 2020. Tentu saja ini membutuhkan kerja keras banyak pihak. Saya juga membutuhkan dukungan kementerian dan instansi terkait,” kata Arifin.
Peraturan presiden itu menyebutkan bahwa Menteri ESDM dapat menetapkan harga gas tertentu manakala harga gas tidak dapat memenuhi keekonomian industri dan harga gas lebih tinggi dari 6 dollar AS per MMBTU. Penetapan harga gas tersebut dikhususkan untuk industri pupuk, petrokimia, baja, oleokimia, baja, keramik, dan sarung tangan karet. Sektor pupuk, petrokimia, dan baja sudah terlebih dahulu menikmati penurunan harga gas.
Arifin menjelaskan, agar harga gas mencapai 6 dollar AS per MMBTU, harga gas di hulu diturunkan menjadi 4 dollar AS per MMBTU hingga 4,5 dollar AS per MMBTU. Begitu pula ongkos pengangkutan gas diturunkan sebesar 1,5 dollar AS per MMBTU hingga 2 dollar AS per MMBTU. Konsekuensinya, penerimaan negara berkurang.
”Namun, ada kompensasi terhadap pengurangan biaya subsidi (energi). Kontribusi lainnya adalah konversi penggunaan solar ke gas (baik di sektor industri maupun pembangkit listrik),” ujar Arifin.
Sebelumnya, kalangan industri mengeluhkan tingginya harga gas yang disebut menurunkan daya saing produk. Sebagai contoh, harga gas untuk industri keramik di Jawa bervariasi dari 8 dollar AS per MMBTU hingga 9 dollar AS per MMBTU.
Pengajar pada Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, berpendapat, opsi pengurangan bagian negara di hulu adalah yang paling rasional. Hanya saja, penerapannya memerlukan penyesuaian kontrak dengan investor. Pengurangan bagian negara dianggap sebagai bentuk dukungan terhadap industri hulu dan hilir sekaligus.
”Cara lain menekan harga gas adalah dengan mengefisienkan mata rantai pasok gas di dalam negeri. Pasokan gas di jalur distribusi dan transmisi perlu dievaluasi per kasus,” ucap Pri Agung.
Bagian negara di hulu untuk produksi gas sebesar 2 dollar AS per MMBTU. Dari skenario yang disusun pemerintah, apabila bagian tersebut dihapuskan, penerimaan negara berkurang Rp 53,86 triliun. Namun, disebutkan ada manfaat Rp 85,84 triliun dari penambahan pajak pelaku industri, perorangan, ataupun bea masuk.
Selain penghapusan bagian negara, pemerintah juga hendak menempuh kebijakan penetapan alokasi gas untuk kebutuhan dalam negeri. Kebijakan tersebut mirip dengan kebijakan untuk komoditas batubara. Produsen batubara diwajibkan memasok batubara sebesar 20 persen dari total produksi dengan harga khusus yang ditetapkan pemerintah.
Sementara itu, terkait penurunan harga minyak dunia di level 30 dollar AS per barel, Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas juga meminta para menteri menghitung dampaknya pada APBN dan perekonomian riil.
”Juga agar dihitung berapa lama penurunan harga ini akan berlangsung. Kemudian perkiraan harga ke depan. Kita harus merespons dengan kebijakan yang tepat. Kita juga harus memanfaatkan momentum dan peluang penurunan harga minyak ini untuk perekonomian negara kita,” kata Presiden.