Pengaturan jam kerja perusahaan bisa menjadi solusi efektif di tengah wabah virus Covid-19. Namun, protokol menghadapi krisis diperlukan sebagai panduan dunia usaha untuk menentukan langkah aksi.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dinilai perlu membuat protokol menghadapi krisis akibat wabah Covid-19 sebagai panduan perusahaan. Panduan itu diperlukan agar perusahaan dapat mengetahui strategi yang perlu ditempuh berdasarkan perkembangan penyebaran wabah penyakit yang disebabkan virus korona baru itu.
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati, Selasa (17/3/2020), di Jakarta, mengemukakan, perkembangan wabah virus Covid-19 yang cepat memerlukan antisipasi dan penanggulangan yang serentak. Untuk itu, diperlukan protokol krisis korona sebagai panduan bagi masyarakat, instansi, dan perusahaan untuk serempak melawan korona.
Protokol krisis itu mencakup matriks yang memandu apa yang harus dilakukan dalam kondisi saat ini hingga kondisi terburuk dampak lanjutan Covid-19. Tanpa panduan, reaksi yang berlangsung akan sangat beragam, mulai dari yang takut berlebihan hingga sama sekali tidak peduli.
”Skenario aksi disusun untuk kondisi saat ini sampai kondisi terburuk. Upaya antisipasi untuk mencegah penyebaran dan penularan virus Covid-19 harus serentak dilakukan bersama agar efektif,” katanya.
Protokol krisis itu mencakup matriks yang memandu apa yang harus dilakukan dalam kondisi saat ini hingga kondisi terburuk dampak lanjutan Covid-19.
Enny menilai penutupan area (lockdown) tidak perlu dilakukan karena akan berdampak sangat besar bagi masyarakat Indonesia yang bekerja di sektor informal. Sebagian besar masyarakat pekerja di sektor informal yang bergantung pada penghasilan harian akan paling terkena dampak jika penutupan total diterapkan.
Dampak serupa juga akan dialami sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Saat ini, langkah yang ditempuh perusahaan sangat beragam, mulai dari pengaturan jam kerja, bekerja di rumah, hingga tetap bekerja penuh.
Sementara, Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro mengemukakan, pengaturan jam kerja perusahaan, sesuai bidang usaha, menjadi langkah strategis ketimbang lockdown. Pengaturan jam kerja diperlukan untuk mengurangi penumpukan orang pada waktu bersamaan sehingga rawan penularan.
Dia mencontohkan, pekerjaan yang berhubungan dengan layanan publik tetap jalan. Sementara itu, pekerjaan yang terkait dengan keuangan dan analisis dapat bekerja dari rumah.
”Dengan demikian, penumpukan pekerja di waktu dan tempat yang sama dapat dikurangi. Pengaturan jam kerja perusahaan diperlukan untuk menghindari kerumunan orang di waktu yang bersamaan,” katanya.
Ari menambahkan, perkembangam teknologi dapat meminimalkan tatap muka. Perusahaan perlu melakukan pengaturan sesuai dengan kondisi masing-masing perusahaan dan bidang kerja.
Kondisi ini sekaligus menjadi pembelajaran bagi dunia usaha untuk mengatur jam kerja yang polanya bisa dilanjutkan pada situasi normal untuk menekan penumpukan dan polusi. ”Di sisi lain, moda transportasi harus diperbanyak dan waktu layanan diperpanjang,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan, lockdown tidak akan terjadi. Pemerintah tidak perlu menerapkannya, seperti yang terjadi di beberapa negara lain.
”Penutupan total atau penghentian semua aktivitas sama sekali belum kita pikirkan. Setiap negara punya masalah sendiri-sendiri. Kita dalam posisi (mengatur) mana yang bisa dikontrol, di antaranya pelaksanaan telekonferensi, tidak perlu banyak bertemu di kantor,” katanya, dalam telewicara konferensi pers, Senin malam.