Ketika para buruh dirumahkan sementara dan tidak berpenghasilan, mampukah mereka membeli kebutuhan pangan untuk beberapa bulan ke depan? Di tengah kaum pemilik dana berbelanja berlebihan, mereka hanya bisa melompong.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
Pandemi Covid-19, penyakit yang disebabkan virus korona baru, membuat masyarakat banyak berdiam di rumah. Pemerintah pun telah mengeluarkan kebijakan bekerja dan belajar di rumah untuk membatasi persebaran virus korona.
Kondisi itu membuat sebagian besar masyarakat kembali panik belanja. Mereka ingin mengamankan stok kebutuhan hidup sehari-hari selama tinggal di rumah atau bahkan selama wabah Covid-19 mereda.
Di tengah situasi itu, masyarakat menengah ke bawah semakin terpukul. Mereka terancam atau bahkan sudah dirumahkan sementara karena perusahaan tempatnya bekerja mengurangi produksi.
Jika tidak bekerja, mereka tidak mendapatkan upah. Mungkin di saat banyak masyarakat berbelanja berlebihan untuk stok pangan, para buruh hanya mampu belanja secukupnya atau bahkan ala kadarnya.
Padahal, pada Februari lalu, upah riil buruh tertekan inflasi. Badan Pusat Statistik, Senin (16/3/2020), mencatat, upah nominal buruh tani naik 0,23 persen secara bulanan menjadi Rp 55.173 per hari pada Februari 2020. Upah nominal buruh bangunan juga meningkat 0,16 persen menjadi Rp 89.621 per hari.
Namun, upah riil buruh tani menurun 0,25 persen menjadi Rp 52.232 per hari, sedangkan upah riil buruh bangunan turun 0,12 persen menjadi Rp 85.663 per hari.
”Penurunan ini disebabkan adanya inflasi atau kenaikan indeks harga konsumsi rumah tangga, baik di desa maupun di kota,” kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Yunita Rusanti saat konferensi pers dalam jaringan dari kantor BPS, Jakarta, Senin.
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Candra Fajri Ananda berpendapat, tekanan inflasi pada upah buruh dapat memengaruhi daya beli. Untuk itu, pemerintah perlu memetakan faktor terjadinya penurunan upah riil, utamanya yang disebabkan oleh turunnya pendapatan akibat pengurangan jam kerja.
Pemerintah mesti memberikan proteksi terhadap buruh. Salah satunya dari sisi daya beli. ”Buruh memiliki pilihan terbatas, bahkan tidak memiliki pilihan sama sekali, di tengah situasi perekonomian seperti ini,” katanya.
Buruh memiliki pilihan terbatas, bahkan tidak memiliki pilihan sama sekali, di tengah situasi perekonomian seperti ini.
Jaminan pemerintah
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan, pemerintah berkomitmen mengawal pergerakan stok 11 komoditas pokok pangan. Sebelas komoditas itu terdiri dari, beras, jagung, bawang merah, bawang putih, cabai besar, cabai rawit, daging sapi/kerbau, daging ayam ras, telur ayam ras, gula pasir, dan minyak goreng.
”Berdasarkan data yang kami miliki, stok 11 komoditas pokok pangan tersebut dalam kondisi aman. Hitungan kami, stok masih cukup hingga Agustus,” ujarnya.
Pada Maret-Agustus 2020, Kementerian Pertanian memperkirakan, ketersediaan pasokan beras mencapai 25,65 juta ton dengan kebutuhan sebesar 15,09 juta ton. Dengan sokongan impor sebanyak 290.000 ton, ketersediaan daging sapi dan kerbau pada periode yang sama mencapai 517.872 ton dan kebutuhannya mencapai 376.035 ton.
Selain itu, ketersediaan gula pada Maret-Agustus 2020 berpotensi menyentuh angka 2,86 juta ton dengan jumlah realisasi impor di antaranya mencapai 672.500 ton dan kebutuhan nasional diperkirakan sebesar 1,39 juta ton. Sementara, kebutuhan daging ayam ras sebanyak 1,73 juta ton akan dipenuhi oleh ketersediaan yang mencapai 2,06 juta ton dan berasal dari dalam negeri.
Pemerintah memang menjamin stok pangan dan mungkin juga keterjangkauan harga pangan. Namun ketika para buruh dirumahkan sementara dan tidak memiliki penghasilan, mampukah mereka membeli kebutuhan pangan untuk beberapa bulan ke depan?
Di tengah kaum pemilik dana berbelanja berlebihan memenuhi kebutuhannya, para buruh yang dirumahkan mungkin hanya bisa melompong.