Antisipasi Covid-19, Pemerintah Provinsi NTB Pantau Pekerja Migran yang Pulang
Hingga kini, Nusa Tenggara Barat belum termasuk ke dalam daerah yang terpapar Covid-19. Oleh karena itu, berbagai langkah antisipasi terus didorong, termasuk memantau pekerja migran yang baru pulang dari luar negeri.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Hingga saat ini, Nusa Tenggara Barat belum termasuk ke dalam daerah yang terpapar coronavirus disease 2019 atau Covid-19. Oleh karena itu, berbagai langkah antisipasi terus didorong. Salah satunya pemantauan terhadap pekerja migran yang baru pulang dari luar negeri.
Kepala Dinas Kesehatan Nusa Tenggara Barat (NTB) Nurhandini Eka Dewi di Mataram, Kamis (19/3/2020), mengatakan, para pekerja migran Indonesia dipantau karena termasuk berisiko terpapar Covid-19.
”Begitu tiba, mereka masuk dalam kategori orang dengan risiko atau ODR. Namun, kalau tampak sakit, walaupun ringan, mereka masuk dalam pemantauan atau ODP,” kata Eka.
Menurut Eka, sebagai ODR, para pekerja buruh migran juga diminta menggunakan masker selama 14 hari dan mengontrol kegiatan, seperti mengurangi jalan-jalan atau berinteraksi dengan orang lain. Hal-hal itu yang disampaikan kepada mereka saat bertemu langsung.
Begitu tiba, mereka masuk dalam kategori orang dengan risiko atau ODR. Namun, kalau nampak sakit, walaupun ringan, mereka masuk dalam pemantauan atau ODP.
Menurut Eka, setiap pekerja migran Indonesia yang pulang memang ditemui langsung. Setelah itu didata, termasuk riwayat perjalanannya. Kegiatan itu, melibatkan tim dari pusat kesehatan masyarakat (puskemas) di kabupaten kota.
”Kami memang sudah meminta pihak kabupaten dan puskemas untuk mendata mereka. Bagaimanapun, mereka orang dengan risiko,” ujarnya.
Saat ini, sejumlah daerah di NTB sudah mulai menerapkan hal itu. Lombok Utara, misalnya, telah membuat sistem pelaporan pekerja migran yang baru pulang.
”Jadi, kepala desa tinggal melapor ke dinas kesehatan. Sistem itu bagus dan memudahkan kami. Apalagi, kami harus bertemu langsung, tidak cukup hanya bertanya kepada kepala desa,” kata Eka.
Pihaknya juga sudah meminta agar sistem pelaporan diterapkan di daerah lain, seperti Lombok Tengah dan Lombok Timur. Kedua kabupaten ini merupakan kantong-kantong pekerja buruh migran di luar negeri.
Kepala Dinas Kesehatan Lombok Utara Lalu Bahrudin menambahkan, bertemu langsung dengan warga yang baru pulang dari luar negeri sekaligus untuk memberi kepastian kepada masyarakat sehingga tidak ada kesimpangsiuran informasi.
Dikucilkan
”Di salah satu desa di Lombok Utara, masyarakatnya takut. Warga yang baru pulang itu dikucilkan. Untungnya, oleh orang desa diumumkan lewat mushala jika warga itu tidak apa-apa,” kata Bahrudin.
Oleh karena itu, kata Bahrudin, selain memeriksa warga yang baru pulang, mereka juga turut memberikan penyuluhan atau edukasi kepada tetangga. Harapannya, mereka tidak takut.
Terkait sumber data, kata Bahrudin, saat ini pihaknya masih mengandalkan laporan dari masyarakat atau desa. Namun, selanjutnya, mereka juga sudah berkomunikasi dengan pihak Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Bandara Internasional Lombok. Dengan hal itu, mereka akan jauh lebih mudah melacak keberadaan setiap warga yang baru pulang.
Ijtima Dunia
Selain buruh migran indonesia, pemerintah NTB juga memantau kepulangan warganya dari daerah lain di Indonesia, terutama dari kegiatan-kegiatan yang mengumpulkan banyak orang.
Eka mencontohkan, anggota jemaah tabligh asal Lombok yang ikut dalam kegiatan Ijtima Dunia di Gowa, Sulawesi Selatan, bisa masuk dalam kategori ODR. Ijtima Dunia itu diikuti tidak hanya oleh peserta dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri.
Oleh karena itu, perlakuan terhadap mereka juga nantinya akan sama dengan pekerja migran Indonesia.
”Kami mengetahui sekretariatnya. Jadi, nanti, akan kami minta daftar namanya. Kemudian diteruskan ke kabupaten kota. Begitu mereka pulang, akan kami datangi dan pantau,” katanya.
Menurut Eka, mereka tetap ditemui. Jika menolak, akan dilakukan pendekatan secara personal kepada petinggi jemaah tabligh tersebut. ”Kalau sekiranya harus dirawat dan tidak mau, kami bisa gunakan jalan lain. Kami bisa bicara secara baik-baik,” kata Eka.
Menurut Eka, pemantauan terhadap warga yang baru pulang dari Ijtima Dunia itu dilakukan untuk mengantisipasi dampak kegiatan serupa di Malaysia beberapa waktu lalu. Berdasarkan laporan, sejumlah kasus positif Covid-19 berasal dari peserta yang baru pulang dari kegiatan Tabligh Akbar di Malaysia itu.