Efektifkah Kartu Prakerja di Tengah Pandemi Covid-19?
Kartu prakerja tidak akan berpengaruh banyak untuk para pekerja yang kehilangan pendapatan di tengah wabah. Tidak ada jaminan ada pekerjaan baru, ini hanya buang-buang uang saja karena tidak akan efektif.
Pemerintah mempercepat peluncuran kartu prakerja di tengah wabah Covid-19, penyakit yang disebabkan virus korona baru. Tujuannya adalah mengantisipasi kondisi masyarakat yang kehilangan pendapatan, baik karena imbauan bekerja dari rumah maupun perekonomian yang lesu akibat merebaknya virus korona baru.
Menurut rencana, kartu prakerja akan diluncurkan pada Jumat (20/3/2020). Namun, akan efektifkah kartu prakerja tersebut untuk menjawab tantangan itu?
Wabah Covid-19 telah memukul beberapa industri, terutama di sektor pariwisata dan manufaktur. Beberapa perusahaan yang bergerak di kedua sektor tersebut sudah mulai merumahkan sebagian karyawannya. Pemutusan hubungan kerja (PHK) bahkan juga mulai dilakukan dan diprediksi akan bertambah.
Untuk menjawab tantangan itu, pemerintah mempercepat meluncurkan kartu prakerja. Kartu prakerja akan mencakup pekerja dari semua sektor, termasuk calon pekerja migran dan para wirausaha. Setelah fase awal untuk tiga wilayah pertama, fase kedua akan ditujukan untuk Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Jawa Barat. Daerah-daerah ini dinilai paling rentan terdampak Covid-19.
Pemerintah menganggarkan sekitar Rp 10 triliun untuk 2 juta peserta kartu prakerja tahun ini. Kartu ini ditujukan untuk calon pekerja yang mencari kerja, korban PHK, dan pekerja yang butuh meningkatkan atau memperluas kompetensi.
Peserta program mengikuti pelatihan yang dibiayai pemerintah sesuai pilihan dengan dana pelatihan senilai Rp 3 juta- Rp 7 juta. Mereka juga mendapat insentif uang saku sebesar Rp 500.000 untuk mengganti biaya transportasi selama pelatihan.
Baca juga: Stimulus Lanjutan Disiapkan, Kartu Prakerja Dipercepat
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara, Rabu (18/3), mengatakan, permasalahan sekarang ada pada sisi penciptaan lapangan kerja di tengah kondisi ekonomi dan perusahaan yang tertekan. Dengan kartu prakerja, pemerintah ingin menciptakan pasar tenaga kerja yang lebih berkualitas dengan pelatihan.
Namun, di tengah pandemi Covid-19, logika kartu prakerja tidak tepat digunakan. Sebab, tidak ada jaminan bahwa pekerja yang sudah dilatih bisa mendapat pekerjaan baru, apalagi kondisi ekonomi di mayoritas perusahaan saat ini pun sedang lesu.
”Kalau setelah dilatih, tetapi lapangan kerjanya tidak siap menyerap, itu tidak akan menjawab persoalan utama pengangguran di tengah wabah ini,” katanya.
Kalau setelah dilatih, tetapi lapangan kerjanya tidak siap menyerap, itu tidak akan menjawab persoalan utama pengangguran di tengah wabah ini.
Alih-alih melatih tenaga kerja, untuk sementara ini, di tengah pandemi, persoalan utama yang harus dijawab adalah mempertahankan daya beli pekerja untuk mendorong konsumsi domestik dan menggerakkan roda ekonomi. Pemerintah akan mengeluarkan kebijakan jaring pengaman sosial (social safety net) untuk membantu daya beli masyarakat.
Menurut Bhima, kebijakan jaring pengaman sosial merupakan hal yang berbeda dari kartu prakerja. Sebab, orang miskin dengan pekerja yang kehilangan pendapatan adalah dua kelompok yang berbeda.
”Kebijakan social safety net itu sudah bagus untuk masyarakat berkategori miskin. Tetapi, untuk pekerja yang masuk kategori rentan miskin karena berpotensi hilang nafkah, itu harus dicari lagi formulasi yang berbeda,” ujarnya.
Baca juga: Buruh, Sudah Jatuh Tertimpa Tangga Pula
Bhima menambahkan, salah satu yang bisa dilakukan pemerintah adalah meringankan biaya BPJS Kesehatan dan menjamin layanan kesehatan untuk warga. Kebutuhan utama masyarakat saat ini, selain mencukupi kebutuhan hidup, adalah mendapat akses kesehatan.
”Yang bisa bikin miskin dua kali itu adalah penyakit, jadi pemerintah harus membantu di situ. Apalagi di tengah pandemi seperti ini,” katanya.
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Pariwisata Reformasi Sofyan Abdul Latief mengatakan, kartu prakerja tidak akan berpengaruh banyak untuk para pekerja pariwisata yang kehilangan pendapatan di tengah wabah. ”Tidak ada jaminan ada pekerjaan baru, ini hanya buang-buang uang saja karena tidak akan efektif,” katanya.
Baca juga: Stimulus Pariwisata Bisa Tidak Relevan
Tidak ada jaminan ada pekerjaan baru, ini hanya buang-buang uang saja karena tidak akan efektif.
Menurut dia, pemerintah seharusnya mengeluarkan insentif khusus bagi pekerja yang saat ini tidak bisa bekerja dari rumah dan berpotensi kehilangan nafkah jika mereka memilih untuk tidak bekerja. Misalnya, untuk buruh manufaktur, logistik, dan pekerja informal yang upahnya didapat harian.
Di sektor pariwisata sendiri, ujarnya, 70 persen pekerjanya adalah karyawan kontrak. Saat sekarang ramai-ramai dirumahkan karena perusahaan tidak sanggup membayar gaji penuh, mereka otomatis kehilangan nafkah.
”Jadi, memang lebih baik dikerahkan ke pekerja informal saja untuk peningkatan nafkah mereka karena mereka ini yang paling terdampak dari korona,” katanya.
Peserta didata
Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Bambang Satrio Lelono mengemukakan, Kemenaker sudah mendata pekerja atau buruh yang akan mendapat manfaat kartu prakerja pada tahap awal dan menjadi peserta pelatihan. Fase awal ini akan fokus pada tiga wilayah yang ekonominya terdampak Covid-19, yaitu Bali, Sulawesi Utara, dan Kepulauan Riau.
Data itu sudah mencakup juga para pekerja di sektor pariwisata yang akhir-akhir ini di-PHK, dirumahkan, atau diliburkan tanpa dibayar karena kondisi kas perusahaan yang meradang. Kartu prakerja juga mengantisipasi buruh-buruh manufaktur yang berpotensi terkena PHK jika imbauan bekerja dari rumah akan diberlakukan secara lebih meluas.
”Kami masih merapikan data itu karena keputusan mempercepat peluncuran kartu prakerja diambil mendadak. Kuotanya masih dihitung. Intinya, semua pekerja yang ingin meningkatkan (upskilling) atau memperluas (reskilling) kemampuannya bisa mendapat kartu prakerja. Prinsipnya, untuk memudahkan mereka mencari kerja baru lagi,” katanya.
Bambang menambahkan, di tengah pandemi, eksekusi pelatihan bagi peserta kartu prakerja akan dilakukan secara daring untuk mengurangi risiko penularan virus. Terkait dengan itu, pemerintah masih mendata lembaga pelatihan swasta dan pemerintah mana yang mampu menyediakan akses pelatihan virtual.
”Kapasitas tiap lembaga beeda-beda, jadi nanti kami akan melihat dulu, saat ini masih disusun. Kami juga masih koordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian karena ada perubahan jadwal tiba-tiba,” ujarnya.