Luhut: Proyek Investasi Tetap Lanjut meski Terjadi Perlambatan
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meyakini investasi di Indonesia tetap berlanjut. Namun, pemerintah diingatkan agar menjaga kepercayaan pasar.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 tidak akan menghambat pelaksanaan proyek investasi. Pemerintah memastikan penanganan kasus-kasus Covid-19 serta mendorong perekonomian Indonesia tetap tumbuh.
Untuk itu, pemerintah melakukan, antara lain, menyalurkan dana langsung dari pemerintah dan bantuan bagi masyarakat tidak mampu. Adapun opsi penutupan total (lockdown) belum akan ditempuh pemerintah.
”Pemerintah pasti mencari cara terbaik untuk menyelesaikan masalah korona dan menyelesaikan masalah ekonomi. Ini seperti dua sisi mata uang, kita harus betul-betul arif melihatnya,” kata Menteri Koordintor Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam konferensi pers melalui telewicara di Jakarta, Rabu (18/3/2020).
Ia menambahkan, pemerintah berupaya menjaga konsumsi domestik di tengah penanganan pandemi Covid-19. Konsumsi dalam negeri menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi. Upaya mendorong konsumsi domestik setidaknya dapat menahan pertumbuhan ekonomi di atas 4 persen.
Di sisi lain, proyek-proyek investasi yang tengah berjalan akan tetap berlanjut. Ia menegaskan, investasi terus berjalan di tengah penanganan wabah Covid-19. ”Tidak ada hambatan proyek, tetapi terjadi perlambatan,” kata Luhut.
Ia mencontohkan, proyek investasi China di kawasan industri Weda Bay, Halmahera, Maluku, yang menurut rencana dirilis Maret 2020, ditunda hingga tenaga kerja teknis asal China kembali ke Indonesia.
Luhut pada Senin (16/3/2020) juga menekankan tidak ada perubahan target investasi. Ia menyebutkan, investasi dari China senilai 11 miliar dollar AS di Indonesia yang sempat terhenti akan mulai dikerjakan kembali. Selain itu, proyek investasi Abu Dhabi senilai 8,9 miliar dollar AS juga terus berjalan. ”Kita tetap optimistis semua jalan,” ujarnya.
Luhut menambahkan, pada April 2020, perusahaan Hyundai dari Korea Selatan akan meletakkan batu pertama pembangunan pabrik mobil listrik di Karawang senilai 1,5 miliar dollar AS, yang akan dihadiri Presiden Joko Widodo. Pembangunan pabrik baterai litium terintegrasi oleh LG Chemical asal Korea Selatan juga terus berjalan.
”Masalah (wabah korona) kita tangani, investasi juga kita tangani. Tidak perlu ada kekhawatiran. Kehati-hatian iya, koordinasi lebih ketat,” ujarnya.
Secara terpisah, peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, mengemukakan, wabah Covid-19 sebagai pandemi global memerlukan respons emergensi pemerintah untuk tanggap darurat bencana. Respons tanggap darurat ini sekaligus untuk mendorong kepercayaan pasar dan dunia usaha terhadap kemampuan pemerintah menangani wabah itu.
Respons tanggap darurat juga diperlukan untuk menekan kerugian ekonomi yang lebih besar. Namun, hingga kini, belum ada protokol yang jelas untuk penanganan Covid-19, termasuk ketersediaan fasilitas kesehatan di masyarakat.
Enny menambahkan, keterlambatan penanganan pemerintah tidak hanya berdampak pada penyebaran wabah Covid-19, tetapi juga bisa memicu kepanikan masyarakat dan kenaikan harga bahan pokok. Jika hal ini dibiarkan, dikawatirkan mendorong ketidakpercayaan investor dan memicu penarikan dana semakin besar dari pasar modal RI.
”Pemerintah harus menunjukkan respons yang tidak lamban dan tidak terlambat terus. Diperlukan konsistensi berpikir rasional. Ada program dan respons yang konkret,” katanya.
Rektor Unika Atma Jaya Jakarta Agustinus Prasetyantoko mengemukakan, untuk menjamin pencapaian target jangka panjang, diperlukan respons emergensi jangka pendek. Apabila pemerintah lamban dalam mitigasi jangka pendek, kesempatan untuk mendorong investasi dan konsumsi domestik akan semakin hilang.
Respons atas penambahan jumlah korban Covid-19 memicu kepanikan pasar dan pasar mulai kehilangan rasa percaya. ”Penanganan jangka pendek adalah menghentikan penambahan pasien, termasuk memetakan kapan siklus (penyebaran) akan turun. Jika penanganan krisis pandemi ini semakin lama, kemungkinan pulihnya juga semakin lama,” kata Prasetyantoko. (LKT)