Semakin Cepat Pandemi Covid-19 Tuntas, Semakin Cepat Pula Ekonomi Pulih
Dampak ekonomi akibat mewabahnya Covid-19 akan berjalan beriringan dengan bagaimana pemerintah mengatasi Covid-19. Semakin cepat pemerintah dapat menekan laju penyebaran Covid-19, semakin cepat pula pemulihan ekonomi.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
Ekonomi lokal, nasional, hingga global kini terpukul oleh pandemi coronavirus disease atau Covid-19 dengan total 219.345 kasus yang menyebar di 176 negara dan wilayah per Kamis (19/3/2020). Kasus Covid-19 di Indonesia pun terus meningkat sampai 309 kasus.
Peningkatan kasus Covid-19 tentu berimbas pada perekonomian. Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS terus melemah sejak 4 Maret 2020. Saat itu, rupiah masih berada di angka Rp 14.171 per dollar AS, kini menyentuh Rp 15.712 per dollar AS.
Adapun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih bergerak di zona merah setidaknya dalam tiga hari terakhir yang ditutup negatif. Hari ini, pada pukul 09.37 WIB, IHSG turun 5,01 persen ke level 4.113,647 sehingga perdagangan harus dibekukan (trading halt) selama 30 menit.
Rektor Unika Atma Jaya Jakarta Agustinus Prasetyantoko berpendapat, semakin lama penanganan terhadap wabah Covid-19, semakin lama pula perekonomian akan pulih. Secara umum, dampak Covid-19 tidak hanya ekonomi yang akan melambat, tetapi rantai pasok (supply chain) pun akan terhambat.
Terhambatnya rantai pasok tentu akan berpengaruh pada industri pengolahan yang bergantung pada bahan baku dan barang modal. Terlebih, sebesar 74 persen dari total impor China merupakan bahan baku dan barang modal untuk keperluan industri pengolahan.
Data Badan Pusat Statistik, impor nonmigas China menurun dari 3,94 miliar dollar AS (Januari 2020) menjadi 1,98 miliar dollar AS (Februari 2020) atau turun 49,63 persen. Hal ini sejalan dengan menurunnya impor bahan baku dan barang modal.
Impor bahan baku atau penolong mencapai 76,63 persen (8,89 miliar dollar AS) dari total impor Februari 2020. Sementara impor barang modal mencapai 15,77 persen (1,83 miliar dollar AS) dari total impor.
”Impor bahan baku dari China sudah mulai menurun. Saat ini, dengan adanya kebijakan social distancing (pembatasan sosial) dan work from home (bekerja dari rumah), tentu akan turut menurunkan produktivitas,” ujar Prasetyantoko saat dihubungi Kompas.
Apabila perusahaan umumnya mengadakan rapat atau pertemuan di hotel, misalnya, tetapi karena ada kebijakan bekerja dari rumah, otomatis pendapatan hotel akan berkurang. Pengadaan barang dan jasa, makanan dan minuman, hingga transportasi pun akan terimbas.
Untuk itu, pemerintah harus segera menyelesaikan masalah pokoknya, yaitu pandemi Covid-19, agar tidak semakin berdampak pada ekonomi. Setelah situasi relatif stabil dari sisi penanganan pandemi, waktunya untuk memastikan sektor-sektor ekonomi yang terdampak untuk segera bangkit.
”Ada beberapa kebijakan relaksasi yang bisa diambil, misalnya karena situasi emergency ini pasti banyak (perusahaan) yang kesulitan membayar utang, maka harus direlaksasi kewajiban membayar utang. Dengan begitu, produktivitas ekonomi dapat kembali ditingkatkan,” tutur Prasetyantoko.
Siapkan skenario
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai, pemberlakuan pembatasan sosial ataupun bekerja dari rumah selama 14 hari memang akan membuat ekonomi melambat. Namun, tidak akan signifikan berdampak pada ekonomi karena masyarakat pun masih ada yang beraktivitas normal.
Meski begitu, jika pandemi Covid-19, baik secara global maupun di Indonesia, terus berlanjut, hal itu akan berdampak besar bagi ekonomi. Apalagi jika dilakukan lockdown atau penutupan akses, baik di Jakarta maupun secara nasional.
”Jakarta itu menyumbang 17 persen produk domestik bruto nasional, 20 persen sektor perdagangan nasional, dan 45 persen sektor keuangan nasional. Artinya, kalau itu berhenti 14 hari atau bahkan sampai 1 bulan benar-benar lockdown, otomatis dampaknya akan luar biasa, jelas ekonomi akan melambat di Jakarta,” kata Tauhid.
Dengan begitu, apabila terjadi lockdown atau penutupan, pemerintah harus menyiapkan berbagai skenario. Dari sisi keuangan, misalnya, menyiapkan pinjaman modal dengan bunga rendah bagi perusahaan-perusahaan yang terkena dampak. Bagi masyarakat yang mencari nafkah secara informal dan menjadi tidak berpenghasilan karena adanya penutupan, pemerintah harus menyiapkan bantuan sosial.
Selain itu, pemerintah juga harus memastikan ketersediaan bahan pangan dengan harga terjangkau, operasi pasar pun harus berjalan. Kemudian, dari dimensi kesehatan, rumah sakit dan segala fasilitasnya sudah harus siap menangani para pasien Covid-19.
Apabila sampai terjadi penutupan, pemerintah harus secara tegas mengawasi lalu lintas fisik kendaraan dan orang. Perlu ada pengawasan dari aparat keamanan agar masyarakat tetap berada di rumah.
”Hal-hal ini yang harus disiapkan apabila akan dilakukan lockdown, dampak ekonomi memang pasti akan terjadi. Tetapi, semakin cepat kita mengatasi pandemik Covid-19, tentu pemulihan akan semakin cepat. Kalau kita lambat, pemulihan ekonomi juga akan mengikuti arusnya,” ucap Tauhid.