Industri Menggalang Donasi Saat Keuangan Tergerogoti
Tantangan kalangan inudstri saat ini adalah menjaga kegiatan produksi agar tidak terganggu. Di tengah kesluitan itu, pelaku usaha dan industri juga berupaya menggalang donasi untuk mendatangkan peralatan medis impor.
Oleh
cyprianus anto saptowalyono
·4 menit baca
Kalangan industri makin terimbas penyebaran Covid-19, penyakit yang disebabkan virus korona baru. Semula mereka kesulitan memperoleh bahan baku dan penolong impor untuk keperluan produksi. Kini, imbasnya menjalar ke saham dan nilai tukar rupiah yang semakin menambah beban pengusaha.
Mereka juga tengah dibayang-bayangi beban utang yang didapat dari perbankan atau luar negeri. Di sisi lain, mereka memiliki pekerja yang perlu dipenuhi hak-haknya.
Wakil Ketua Umum Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anton J Supit, Jumat (20/3/2020), di Jakarta, mengatakan, pelemahan nilai tukar terhadap dollar AS semakin menambah sulit dunia usaha yang selama ini mencoba menyiasati kondisi berat imbas Covid-19.
Tantangan saat ini adalah menjaga kegiatan usaha atau produksi agar tidak terganggu. "Kami selalu berharap yang terbaik tapi juga siap menghadapi yang terburuk," ujarnya.
Tantangan saat ini adalah menjaga kegiatan usaha atau produksi agar tidak terganggu.
Pada perdagangan Jumat, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 2,18 persen ke level 4.194,94. Sebelumnya dalam empat hari beruntun, IHSG melemah. Secara akumulasi sejak awal tahun ini hingga Jumat, IHSG anjlok 33,41 persen.
Sementara itu, berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), Jumat, rupiah telah berada di level Rp 16.273 per dollar AS. Sejak awal Maret, rupiah telah melemah 2.051 poin.
Menurut Anton, apabila pelemahan nilai tukar rupiah hanya sementara dampaknya tidak akan terlalu mengganggu. Sebaliknya, jika bertahan lama, maka kondisi ini akan merepotkan, termasuk bagi perusahaan yang memiliki utang dalam dollar AS.
Apalagi, kenaikan harga bahan baku impor pun potensial terjadi ketika nilai tukar rupiah terhadap dollar AS melemah. "Ini akan kian memukul industri dalam negeri yang memiliki ketergantungan bahan baku impor," ujarnya.
Ketua Komite Tetap Pengembangan Ekspor Kadin Indonesia Handito Joewono menuturkan, tidak mudah bagi pengusaha mengelola atau menyesuaikan diri dengan pelemahan rupiah. Tekanan kurs belakangan ini makin menambah ketidakpastian dan ketidaknyamanan.
"Mau Bank Indonesia intervensi seperti apa pun, kalau situasi dunia kayak gini, ya enggak bisa. Posisi seperti ini memang dilematis. Kami pun paham kalau BI terus menggerojokkan untuk intervensi nanti cadangan devisa bisa habis," ujarnya.
Menurut Handito, beberapa perusahaan saat ini mulai membuat rencana, bukan lagi menyiapkan diri, seandainya terjadi kondisi terjelek. "Kondisi terjelek itu apa? Salah satunya, ya, menghentikan bisnis," ujarnya.
Kondisi terjelek itu apa? Salah satunya, ya, menghentikan bisnis.
Di tengah situasi itu, pelaku usaha dan industri berupaya menggalang donasi untuk mendatangkan peralatan medis impor. Dari target penggalangan donasi sebesar Rp 500 miliar, saat ini sudah terkumpul dana hampir Rp 300 miliar.
Pekan depan, bantuan peralatan medis tersebut akan mulai didistribusikan secara bertahap. Donasi tersebut berupa 1 juta unit peralatan uji cepat, 20.000 baju isolasi, empat unit alat bantu pernapasan (ventilator), dan 10 juta masker. Produk medis tersebut diimpor antara lain dari China, Singapura dan AS.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani mengaku terharu karena banyak pengusaha yang tidak dikenalnya turut menyumbang. "Ada yang Rp 10 juta, Rp 50 juta, Rp 100 juta, Rp 200 juta. Bahkan hari ini (Jumat), kami mendapat Rp 300 juta dari empat donatur yang tidak saya kenal," ujarnya.
Bersiasat
Di tengah kondisi itu, para pengusaha berharap wabah Covid-19 di Indonesia tidak berkepanjangan. Handito menuturkan, semua tetap mengharapkan kondisi segera membaik, kendati tidak banyak yang bisa dilakukan terhadap tekanan terhadap kurs yang saat ini terjadi.
Upaya meningkatkan ekspor pun sulit dilakukan ketika perdagangan global sedang lesu. Kurs itu sangat memengaruhi perdagangan internasional.
"Dalam kondisi seperti sekarang, konsumsi dan pasar dalam negeri harus dioptimalkan. Daya tahan Indonesia masih baik karena ketergantungan kepada domestik sangat besar," kata Handito.
Handito menambahkan, saat ini ada kesan China akan semakin perkasa karena sudah melewati fase kritis Covid-19. Indonesia dapat diuntungkan juga karena sudah membuat perjanjian dengan China untuk menggunakan renminbi atau mata uang China di bidang perdagangan barang.
"Jadi saya rasa sekarang waktunya untuk mengoptimalkan pemanfaatan renminbi, sehingga ketergantungan terhadap dollar AS dapat mulai digeser," katanya.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia Adhi S Lukman mengemukakan, kestabilan adalah hal yang dibutuhkan para pelaku industri. Terkait penyikapan terhadap pergerakan kurs, perusahaan besar tentu berupaya melakukan lindung nilai.
"Namun perusahaan-perusahaan kecil tetap mengalami kesulitan," ujarnya.