Insentif Korban PHK Akan Ditingkatkan Melalui Kartu Prakerja
Desain program Kartu Prakerja yang awalnya dititikberatkan pada pelatihan tenaga kerja lewat kelas-kelas pelatihan daring akan dialihkan untuk melindungi pekerja yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK).
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan menambah insentif bagi pekerja yang diputus hubungan kerja melalui Program Kartu Prakerja. Program yang semula dititikberatkan bagi para lulusan sekolah menengah dan kejuruan itu akan diprioritaskan bagi para pekerja yang diputus hubungan kerjanya.
Direktur Eksekutif Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari, Minggu (22/3/2020), mengatakan, melihat perkembangan kondisi di dalam negeri, beberapa pasal dalam peraturan teknis itu akan ditinjau ulang untuk mengakomodasi kebutuhan kemanusiaan yang saat ini lebih mendesak. Ini juga sesuai instruksi Presiden Joko Widodo yang meminta fokus APBN diubah untuk kesehatan dan jaminan keamanan sosial (social safety net).
”Desain program Kartu Prakerja yang awalnya dititikberatkan pada pelatihan tenaga kerja lewat kelas-kelas pelatihan daring akan dialihkan untuk melindungi pekerja yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat lesunya kondisi ekonomi yang terpukul pandemi,” ujarnya ketika dihubungi dari Jakarta.
Pemerintah akan membahas pergeseran fokus anggaran ini dalam proses harmonisasi peraturan turunan terkait Kartu Prakerja, yakni Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Peraturan Menteri Keuangan. Kedua regulasi teknis itu akan mulai dibahas pekan ini sebelum program Kartu Prakerja berlaku pada April 2020.
Sebelumnya, saat meluncurkan Kartu Prakerja, Jumat (20/3/2020), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Kartu Prakerja diprioritaskan untuk lulusan SMA/SMK berusia di atas 18 tahun yang belum mendapat pekerjaan. Namun, buruh atau karyawan yang kehilangan pekerjaan akibat dampak Covid-19 juga bisa memanfaatkan program tersebut (Kompas, 20/3/2020).
”Desain awalnya memang kartu ini untuk pengangguran muda yang baru lulus SMA/SMK. Tetapi, melihat kondisi terkini, misi kemanusiaan yang harus dikedepankan, sembari memastikan APBN tetap sehat, tentunya,” kata Denni.
Melihat kondisi terkini, misi kemanusiaan yang harus dikedepankan, sembari memastikan APBN tetap sehat, tentunya.
Menurut Denni, pemerintah sedang mempertimbangkan memberi insentif yang lebih besar untuk peserta yang kehilangan pekerjaan karena terdampak Covid-19. Di atas kertas, skema itu memungkinkan.
Untuk menekan penyebaran virus, kelas pelatihan akan dilakukan secara daring yang otomatis memakan biaya lebih murah daripada kelas pelatihan manual. Kondisi itu otomatis memberi sedikit ruang anggaran.
”Kami sedang pertimbangkan, apakah bisa khusus untuk korban PHK ini, demi menunjang kehidupan mereka selama beberapa bulan ke depan, maka komposisi antara besaran bantuan dan besaran insentif pasca-pelatihan diubah,” katanya.
Kami sedang pertimbangkan, apakah bisa khusus untuk korban PHK ini, demi menunjang kehidupan mereka selama beberapa bulan ke depan, maka komposisi antara besaran bantuan dan besaran insentif pasca-pelatihan diubah.
Baca juga : Efektifkah Kartu Prakerja di Tengah Pandemi Covid-19?
Awalnya, peserta Kartu Prakerja berhak mendapat insentif Rp 500.000 yang dikucurkan bertahap dalam waktu tiga bulan. Mereka juga berhak memperoleh uang tambahan Rp 150.000 yang diberikan setelah peserta selesai menjalani pelatihan dan mengisi survei untuk evaluasi.
Namun, Denni belum bisa menyebut angkanya karena saat ini masih dikaji oleh pemerintah. Adapun insentif itu tetap akan ditransfer ke dompet digital peserta atau rekening peserta, tidak secara tunai.
”Apakah tetap dikucurkan dalam tiga bulan, tetapi dengan jumlah yang lebih besar untuk mereka yang kehilangan pekerjaan karena korban PHK. Mekanismenya masih dibicarakan lebih lanjut, yang penting bagaimana menjadikan kartu ini safety net untuk mereka yang kehilangan pekerjaan, sembari tetap memberi mereka pelatihan,” katanya.
Pemerintah meluncurkan Kartu Prakerja 10 hari lebih cepat dari target awal. Percepatan itu guna menyikapi kondisi ekonomi yang terpukul Covid-19 dan mengantisipasi bertambahnya angka pengangguran. Pemerintah menganggarkan Rp 10 triliun untuk 2 juta peserta program Kartu Prakerja. Setiap pekan ada alokasi pendaftaran dengan kuota tertentu.
Kartu ini ditujukan untuk calon pekerja yang mencari kerja, korban PHK, dan pekerja yang butuh meningkatkan atau memperluas kompetensi. Untuk tahap awal, pemerintah mengadakan program ini di Kepulauan Riau, Bali, Sulawesi Utara, dan Surabaya, Jawa Timur. Peserta dapat mengikuti pelatihan daring yang dibiayai pemerintah sesuai pilihan.
Penerima insentif
Terkait pihak yang berhak menerima manfaat itu, pemerintah sedang berkoordinasi dengan BPJamsostek untuk menyinkronkan data pekerja yang berpotensi menjadi peserta karena baru-baru ini di-PHK.
”Kami tidak berani kalau datanya tidak berasal dari institusi kredibel yang bisa meng-endorse. Jangan sampai ada pihak yang mengaku di-PHK agar bisa mengklaim manfaat,” tutur Denni.
Terkait pekerja sektor informal yang tidak terdata di BPJamsostek, Denni mengatakan, pemerintah masih mencari sumber data di luar BPJamsostek agar tetap bisa mendata dan melindungi para pekerja informal.
”Sebenarnya, di atas kertas, ini bisa dilakukan karena seharusnya manfaat kartu ini lebih luas dirasakan, tidak hanya untuk anggota BPJamsostek yang adalah pekerja formal,” ujarnya.
Baca juga : Menyelamatkan Manusia
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar mengingatkan, pekerja informal harian menjadi kelompok yang paling terdampak pandemi. Mereka tidak secara resmi di-PHK karena bukan pekerja tetap, tetapi mereka tetap kehilangan pendapatan.
Jasanya tidak lagi digunakan di kondisi kas perusahaan yang lesu. ”Mereka juga berpotensi kehilangan nafkah karena terdampak kebijakan pembatasan sosial dan bekerja dari rumah,” kata dia.
Pekerja informal harian menjadi kelompok yang paling terdampak pandemi. Mereka tidak secara resmi di-PHK karena bukan pekerja tetap, tetapi mereka tetap kehilangan pendapatan.
Pekerja informal mendominasi lanskap tenaga kerja. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada Agustus 2019, jumlah pekerja informal mencapai 70,49 juta orang atau 55,72 persen, sedangkan pekerja formal 56,02 juta atau 44,28 persen.
Menurut Timboel, mereka umumnya bergerak di jenis pekerjaan serabutan yang bergantung pada pemasukan harian. Misalnya, penarik becak, pedagang kaki lima, buruh pabrik, kuli bangunan, petugas kebersihan, juga pegawai kontrak yang dibayar harian.
Sektor pariwisata yang paling terdampak pandemi didominasi pekerja informal yang dikontrak harian. Beberapa orang sudah di-PHK, sebagian lagi sudah diliburkan tanpa dibayar (unpaid leave).
”Masalah muncul pada pekerja harian ini karena mereka tidak punya perlindungan. Ketika tidak dipekerjakan lagi atau pembelinya berkurang, ya sudah, pemasukannya sehari-hari ikut hilang. Kelompok ini juga harus dilindungi oleh pemerintah,” katanya.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Industri Johnny Darmawan mengatakan, Kadin sudah mengimbau perusahaan untuk menghindari terjadinya PHK, sesuai instuksi Presiden Joko Widodo.
”Kami sudah mengimbau perusahaan agar tetap mempertahankan para pekerja, jangan ada PHK, bayar penuh gaji 1-2 bulan ini, setelah itu kita asumsikan produksi naik lagi kalau wabah sudah berakhir, kita kejar lagi,” ujarnya.
Di tengah pandemi, kata Johnny, perusahaan sulit menyerap tenaga kerja baru. Saat ini, perusahaan umumnya sedang pusing mencari cara untuk tetap membayar biaya operasional dan menggaji karyawan di tengah produksi yang menurun drastis.
Oleh karena itu, logika awal Kartu Prakerja memberi pelatihan pekerja agar mudah mencari pekerjaan baru kurang efektif. Sebab, di tengah krisis, perusahaan tidak berpikir untuk mempekerjakan karyawan baru lagi.
”Kelihatannya untuk perusahaaan besar tidak mungkin (mempekerjakan orang baru) karena kita justru sekarang sudah kelebihan pekerja dan kondisi arus kas (cashflow) juga macet,” katanya.
Koordinator Kartu Prakerja dari Kementerian Tenaga Kerja Mukhtar Aziz mengakui kompleksitas kondisi saat ini belum tentu bisa terjawab dengan Kartu Prakerja. Oleh karena itu, hal pertama yang harus diupayakan adalah tidak ada industri yang mem-PHK karyawannya. Namun, jika PHK terpaksa dilakukan, Kartu Prakerja harus bisa jadi jaring pengaman.
Baca juga : Buruh, Sudah Jatuh Tertimpa Tangga Pula
Program pelatihan di Kartu Prakerja akan disesuaikan supaya relevan dengan kebutuhan permintaan pasar saat ini. Pelatihan pun akan difokuskan pada keterampilan berwirausaha.
”Karena kalau kita lihat kondisi ekonomi kita yang mengalami perlambatan luar biasa, saya kira di industri juga tantangannya sangat besar, jadi kita arahkan mereka berwirausaha,” ujarnya.
Mukhtar menambahkan, skema program Kartu Prakerja saat ini memang masih dimatangkan. Namun, ada rencana untuk menyinergikan proyek-proyek tersebut dengan program-program lain dari pemerintah daerah. Misalnya, program bantuan usaha atau Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk memudahkan tenaga kerja merintis unit usaha mikro dan kecil.