Kesejahteraan Karyawan Jadi Prioritas Industri Tekstil
Operasional industri TPT tersebut terancam penurunan permintaan yang signifikan dalam sepuluh hari terakhir. Saat ini banyak pedagang Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, tidak berdagang.
Oleh
M Paschalia Judith J
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kondisi industri tekstil dari hulu ke hilir tertekan dampak merebaknya Covid-19 yang disebabkan virus korona jenis baru atau SARS-CoV-2. Kendati begitu, kalangan industri tetap memprioritaskan kesejahteraan karyawan sehingga sejumlah insentif dibutuhkan untuk menghadapi tekanan tersebut.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa mengatakan, API berkomitmen mempertahankan operasional industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Tujuannya guna menghindari gelombang pemutusan hubungan kerja yang muncul akibat kontraksi perekonomian yang disebabkan Covid-19.
”Kami ingin mempertahankan kesejahteraan karyawan,” katanya dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Senin (23/3/2020).
Menurut Jemmy, operasional industri TPT tersebut terancam penurunan permintaan yang signifikan dalam sepuluh hari terakhir. Penurunan permintaan itu juga disertai dengan penundaan pengiriman yang sudah dibuat secara bisnis.
Untuk pasar TPT dalam negeri, indikatornya adalah Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. ”Saat ini banyak pedagang Pasar Tanah Abang yang tidak berdagang. Mungkin daya serap tekstil (di pasar) pada minggu ini mengecil dibandingkan minggu lalu,” katanya.
Operasional industri TPT tersebut terancam penurunan permintaan yang signifikan dalam sepuluh hari terakhir. Penurunan permintaan itu juga disertai dengan penundaan pengiriman yang sudah dibuat secara bisnis.
Untuk menghadapi tekanan itu, kata Jemmy, pelaku industri meminta tambahan insentif. Jemmy menyebutkan, salah satunya berupa penurunan harga gas ke 6 dollar AS per MMBTU mulai April 2020. API juga meminta penundaan pembayaran tarif listrik dalam enam bulan ke depan beserta diskon tarif beban listrik selama operasional pukul 22.00-04.00.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Bidang Perdagangan Luar Negeri Anne Patricia Sutanto memperkirakan, target pertumbuhan ekspor TPT akan terkonstraksi. Ekspor TPT hanya tumbuh 5 persen per bulan. Hal ini mempertimbangkan adanya potensi pembatalan dan penundaan pengiriman.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia Redma Gita Wirawasta berpendapat, pasar TPT dalam negeri mesti diisi oleh produk lokal. ”Kita harus melindungi pasar dalam negeri (dari impor) meski jumlahnya berkurang,” katanya.
Redma memperkirakan, konsumsi masyarakat terhadap produk TPT tahun ini turun hingga ke posisi 1,7 juta ton. Konsumsi produk TPT turun dari 8,27 kg per kapita menjadi 6,6 kg per kapita.
Dalam kesempatan yang sama, Anne menyatakan, industri TPT dalam negeri siap memproduksi alat pelindung diri (APD) dan masker. Produksi ini diperuntukkan untuk menangani wabah Covid-19.
Namun, produksi masker dan APD yang bisa diproduksi saat ini bersifat non-medis. Agar layak mendapatkan label medis, industri tekstil mesti mendapatkan sertifikasi dari Kementerian Kesehatan.
Di hilir, Chairman Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia Ravi Shankar menyatakan, industri filamen dan serat pun siap menyediakan bahan baku untuk APD dan masker tersebut. Namun, pelaku industri juga mesti mendapatkan sertifikasi dari pihak yang berwenang.