Makin masifnya Covid-19 membuat sejumlah industri manufaktur dan pariwisata mulai bertumbangan. Pekerja makin rentan dirumahkan. Pastikan bantuan tepat sasaran.
JAKARTA, KOMPAS —Selain kekurangan bahan baku, sejumlah industri pengolahan juga mulai sepi permintaan. Hal itu karena sejumlah mitra usaha mulai membatalkan pesanan.
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri, Senin (23/3/2020), mengatakan, pelaku industri alas kaki lokal mulai kewalahan karena penurunan luar biasa di ritel. Kontrak-kontrak pesanan dari pemilik merek untuk pasar dalam negeri mulai dibatalkan karena merebaknya wabah Covid-19. ”Makanya, hasil produksi kemarin pada masuk gudang,” ujarnya.
Firman menambahkan, para pelaku industri khawatir kondisi ini berlangsung lama. Tantangan bagi industri nanti adalah soal ketenagakerjaan. Kalangan industri harus membayar gaji, iuran BPJS, dan tunjangan hari raya.
Penutupan hotel dan restoran ini berisiko untuk mereka karena umumnya bergantung pada pendapatan harian.
Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) pun bernasib sama. Mereka kesulitan mengekspor produk. Di dalam negeri, serapan TPT rendah karena sejumlah pedagang di kawasan perdagangan TPT sebagian sudah menutup usaha, terutama di Pasar Tanah Abang, Jakarta. ”Operasional industri TPT terancam penurunan permintaan yang signifikan dalam 10 hari terakhir,” kata Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Jemmy Kartiwa.
Di sektor pariwisata, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan, tingkat okupansi saat ini jauh di bawah 40 persen. Ini membuat perusahaan kesulitan membayar biaya operasi, termasuk menggaji karyawan. Beberapa hotel menutup total fasilitasnya. Saat ini, beban paling besar di karyawan. ”Penutupan hotel dan restoran ini berisiko untuk mereka karena umumnya bergantung pada pendapatan harian,” katanya.
Puncak jatuhnya industri pariwisata ini, kata Maulana, diperkirakan pada Mei. PHRI sudah mengajukan usulan agar sektor pariwisata juga bisa mendapat keringanan Pajak Penghasilan (PPh 21) bagi karyawan dan PPh badan usaha Pasal 25 seperti sektor manufaktur.
Kelompok rentan
Pekerja informal, pelaku usaha mikro, penganggur terbuka, buruh tani, dan pekerja lain dengan pekerjaan yang sifatnya subsisten kini terancam. Pendapatan mereka yang masuk dalam kelompok rentan hanya cukup untuk bertahan hidup.
Mereka tak memiliki cukup uang untuk dibelanjakan dan tak cukup persediaan makanan. Sebagian dari mereka juga tak mempunyai perlindungan sosial dan jaminan kesehatan yang memadai. ”Posisi mereka dilematis sekali. Saya istilahkan, keberanian mereka sudah melampaui batas kematian. Dia akan mengambil risiko untuk tetap bekerja atau mengais rezeki demi bisa memberi makan keluarga,” kata Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) Suroto.
Suroto menuturkan, pemerintah harus serius menangani masalah itu. Bukan hanya masalah ekonomi, melainkan juga menyangkut keselamatan jiwa kelompok rentan yang terpaksa harus terus beraktivitas di tengah ancaman wabah. Dibutuhkan pula alokasi dana atau bantuan langsung untuk bertahan hidup bagi kelompok rentan yang menganggur.
Sekretaris Eksekutif Labor Institute Indonesia Andy William Sinaga berharap agar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan membantu pemerintah mencegah penyebaran Covid-19. Pada 2019, BJPS Ketenagakerjaan mengelola dana sekitar Rp 400 triliun dengan keuntungan sekitar Rp 72 triliun pada 2019.
Akurasi data
Direktur Eksekutif Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari mengatakan, sepekan ke depan, pemerintah akan mematangkan regulasi untuk mengubah fokus program Kartu Prakerja. Program dengan anggaran Rp 10 triliun itu akan diprioritaskan untuk memberi bantuan insentif langsung bagi pekerja yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) dan kehilangan pemasukan.
Saat ini, pemerintah berkoordinasi dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) untuk mendata pekerja yang baru-baru ini di-PHK akibat dampak ekonomi dari pandemi Covid-19. ”Jangan sampai ada pihak yang mengaku di-PHK hanya demi mengklaim manfaat,” katanya.
Menentukan data peserta ini bukan persoalan mudah. Padahal data penting agar bantuan pemerintah tepat sasaran. Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, harus ada kombinasi sumber data sebagai rujukan. Pemerintah tidak bisa hanya bergantung pada sumber BP Jamsostek karena data pekerja di sana umumnya adalah pekerja formal. Sementara, pekerja informal sebagai yang paling terdampak pandemi ini tidak terdata.