Jajaran Direksi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dirombak. Nomenklatur di dalam organisasi juga diubah agar bisnis dapat berjalan lebih efisien
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian BUMN merombak dan mengisi tiga nama baru di jajaran direksi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Keputusan ini diharapkan bisa membuat Jiwasraya kembali utuh secara organisasi sehingga mampu membuat perseroan keluar dari jeratan gagal bayar.
Ketiga nama baru ini adalah Angger P Yuwono yang mengisi posisi Direktur Teknik, R Mahelan Prabantarikso (Direktur Kepatuhan dan Sumber Daya Manusia), serta Farid Azzhar Nasution (Direktur Keuangan dan Investasi).
Perombakan direksi tersebut berlandaskan pada keputusan Menteri BUMN dalam SK-78/MBU/03/2020 tanggal 18 Maret 2020 mengenai Pemberhentian, Perubahan Nomenklatur Jabatan, dan Pengangkatan Anggota-anggota Direksi Jiwasraya.
Pelaksana Tugas Asisten Deputi Layanan Hukum Kementerian BUMN Rini Widyastuti membenarkan bahwa ketiga nama baru di jajaran direksi Jiwasraya telah mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Rini mengatakan, perombakan dilakukan sebagai rangka penataan organisasi.
”Sesuai yang tertera dalam surat keputusan menteri, perombakan dan perubahan nomenklatur dilakukan untuk mengefektifkan pengurusan perusahaan,” ujarnya saat dihubungi Selasa (24/3/2020).
Selain mengisi nama baru di pos-pos strategis, Kementerian BUMN juga mengubah nomenklatur dengan menggabungkan Direktur Keuangan dengan Direktur Investasi dan Teknologi, menjadi Direktur Keuangan dan Investasi. Adapun Direktur Kepatuhan kini menjadi Direktur Kepatuhan dan Sumber Daya Manusia.
Perombakan dilakukan sebagai rangka penataan organisasi.
Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko menyambut baik keputusan pemerintah dalam mengisi dan mengubah nomenklatur pos direksi Jiwasraya. Menurut dia, kelengkapan organisasi akan membuat aktivitas bisnis Jiwasraya lebih baik.
”Eksekusi pekerjaan akan semakin baik bila tim kembali lengkap,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan Jiwasraya mengalami masalah gagal bayar, dengan jumlah utang klaim mencapai Rp 16,7 triliun per 17 Februari 2020. Utang tersebut terdiri dari Rp 400 miliar bagi nasabah tradisional dan Rp 16,3 triliun bagi nasabah saving plan.