Utamakan Produksi Masker dan APD untuk Kebutuhan Dalam Negeri
Pemerintah melarang ekspor masker, bahan baku masker, antiseptik, dan alat pelindung diri. Para produsen diimbau mengutamakan pemenuhan kebutuhan dalam negeri di tengah pandemi Covid-19.
Oleh
C Anto Saptowalyono / Agnes Theodora / M Paschalia Judith
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah melarang ekspor antiseptik, bahan baku masker, alat pelindung diri, dan masker untuk sementara demi mengutamakan kebutuhan dalam negeri. Selain itu, pemerintah juga memberi kemudahan impor bahan baku untuk mendorong produksi.
Larangan sementara ekspor sejumlah produk itu diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 23 Tahun 2020. Peraturan yang dikeluarkan pada 18 Maret 2020 itu berlaku sampai 30 Juni 2020.
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani mengatakan, bahan baku menjadi salah satu kendala produksi masker. Indonesia butuh komponen lapis penyaring yang masih impor. Bahan baku itu kian mahal, selain karena nilai tukar rupiah yang kian lemah, juga diperebutkan negara-negara yang terdampak Covid-19.
Perusahaan produsen dalam negeri memesan bahan baku masker dari beberapa negara, terutama China dan India. Di tengah pandemi, India juga sudah melarang ekspor bahan baku masker dan masker. Namun, kata Shinta, fokus saat ini adalah mencukupi kebutuhan dalam negeri. ”Prioritaskan untuk kebutuhan non-komersial, kali ini produksi untuk sosial, kita bisa cari uang belakangan,” katanya.
Demi memudahkan impor, pemerintah mempercepat dan mempermudah impor keperluan alat-alat kesehatan dan alat pelindung diri. Per 24 Maret 2020, Kementerian Perdagangan mengeluarkan Permendag No 28/2020 tentang Perubahan Kedelapan atas Permendag No 87/2015 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan juga telah memberi sejumlah insentif pada barang-barang impor untuk penanggulangan Covid-19. Insentif berupa pembebasan bea masuk dan cukai, pajak pertambahan nilai dan barang mewah, pengecualian pajak penghasilan impor, serta pengecualian ketentuan niaga impor. Keringanan diberikan untuk impor tujuan nonkomersial.
Terkait larangan ekspor, Kepala Subdirektorat Komunikasi dan Publikasi Bea dan Cukai Deni Surjantoro mengatakan, sampai Rabu (25/3/2020), belum ada pengiriman masker ke luar negeri. Ekspor terakhir yang terpantau pada Februari 2020.
Menurut Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, ada 30 perusahaan swasta dan satu BUMN yang memproduksi masker di Indonesia. Ada pula industri lain yang sedang mengalihkan usaha untuk memproduksi masker, seperti industri tekstil serta pulp dan kertas.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiyono mengatakan, pelaku industri dalam negeri siap mengisi kebutuhan bahan baku dan produk setengah jadi bagi industri garmen untuk memproduksi alat pelindung diri.
Menurut Fajar, ada tiga lapisan kain yang dibutuhkan untuk membuat masker. Lapis dalam dan luar sudah diproduksi di dalam negeri. Namun, kain di lapis tengah dengan standar khusus masih perlu impor.
Lapis dalam dan luar sudah diproduksi di dalam negeri. Namun, kain di lapis tengah dengan standar khusus masih perlu impor.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Jemmy Kartiwa menyatakan, pihaknya membentuk tim khusus untuk memproduksi alat pelindung diri (APD). Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia Redma Gita Wirawasta menyatakan, industri filamen siap memasok bahan baku alat pelindung diri. Utilitas pabrik filamen dan serat saat ini 580.000 ton per tahun dan bisa dipacu hingga 650.000-700.000 ton per tahun untuk memenuhi kebutuhan.