Bersama Menjaga Kelompok yang Rentan Saat Pandemi Covid-19
Dampak pandemi Covid-19 menerjang berbagai sektor dan segmen, termasuk usaha mikro, kecil, dan menengah. Saatnya bergandeng tangan membantu mereka yang kena dampak pandemi.
Pandemi Covid-19 berimbas pada berbagai aspek kehidupan. Namun, keselamatan semua warga merupakan hal yang utama. Penanganan yang tepat diperlukan agar pandemi tidak semakin membahayakan jiwa dan kondisi perekonomian warga, khususnya masyarakat yang termasuk dalam kelompok rentan.
Aktivitas di luar rumah yang berkurang karena imbauan pemerintah dan kesadaran masyarakat berdampak pada warga yang memiliki usaha bersifat subsisten. Pendapatan mereka hanya cukup untuk bertahan hidup.
Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) Suroto menuturkan, kelompok rentan yang terkena dampak pandemi ada dalam posisi dilematis.
Mereka tak memiliki cukup uang untuk dibelanjakan. Mereka juga tak punya cukup persediaan makanan. Mereka pun tak memiliki perlindungan sosial dan kesehatan yang memadai.
”Alhasil, dia akan mengambil risiko tetap bekerja atau mengais rezeki demi bisa memberi makan keluarganya,” kata Suroto ketika dihubungi di Jakarta, Senin (23/3/2020).
Sementara mencari rezeki harian di tengah kondisi perekonomian dan pandemi yang berat seperti sekarang tidaklah mudah. Tak urung, selain mengancam keselamatan mereka, wabah Covid-19 juga menyusahkan kelompok rentan mendapatkan nafkah harian.
Di Indonesia, tambah Suroto, kelompok rentan tersebut di antaranya penganggur terbuka, pelaku usaha mikro, pekerja informal atau alih daya, dan buruh tani. Jumlah mereka cukup dominan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah angkatan kerja pada Agustus 2019 sebanyak 133,56 juta orang. Angkatan kerja sebanyak itu terdiri dari penduduk bekerja sebanyak 126,51 juta orang dan penduduk menganggur sebanyak 7,05 juta orang.
Jika dirinci, ada 56,02 juta pekerja formal dan 70,49 juta penduduk yang bekerja pada kegiatan informal. Kegiatan informal meliputi berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap, pekerja bebas, dan pekerja tak dibayar.
Survei Angkatan Kerja Nasional Agustus 2019 mencatat, sebanyak 8,13 juta orang setengah menganggur (bekerja kurang dari 35 jam seminggu dan masih mencari atau masih bersedia menerima pekerjaan). Selain itu, ada juga 28,41 juta pekerja paruh waktu (bekerja di bawah jam kerja normal kurang dari 35 jam seminggu, tetapi tidak mencari atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain).
Sementara itu, merujuk data Kementerian Koperasi dan UKM (2018), jumlah usaha mikro tercatat sebanyak 63.350.222 unit atau 98,68 persen dari total jumlah unit usaha di Indonesia.
AKSES mencatat, jumlah buruh tani mencapai 74 persen dari 35 juta orang jumlah petani. Mengutip Bank Dunia (2020), Suroto menuturkan, 115 juta rakyat Indonesia dalam kondisi rentan miskin. Artinya, ketika ekonomi terguncang, mereka mudah anjlok menjadi miskin.
Menurut Suroto, solusi jangka pendek pada kondisi seperti sekarang ini adalah fokus pada penanganan untuk mencegah Covid-19 merebak. Secara simultan, langkah penanganan dari sisi ekonomi juga dibutuhkan.
Suroto menambahkan, perlu kebijakan alokasi fiskal yang langsung menyasar kelompok rentan. Langkah ini bisa dilakukan, misalnya, dengan mengalokasikan pendanaan langsung untuk mencegah perluasan Covid-19. Selain itu, perlu juga alokasi bantuan langsung untuk bertahan hidup bagi warga yang menganggur, baik pengangguran terbuka maupun yang kehilangan pekerjaan dan usaha karena terdampak wabah Covid-19.
Sejumlah kalangan berpendapat, pemerintah harus memberi perhatian besar untuk menjaga daya beli masyarakat. Terutama, kelompok masyarakat yang terkena dampak langsung Covid-19.
Lebih berat
Menurut peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Maxensius Tri Sambodo, sektor informal di tingkat urban akan terkena dampak lebih berat. Oleh karena itu, sejumlah tindakan perlu dilakukan untuk membantu masyarakat menghadapi kondisi saat ini.
”Jika memungkinkan, buka opsi penangguhan pembayaran cicilan pinjaman, baik untuk modal usaha, kredit pemilikan rumah, sepeda motor, maupun lainnya, terutama yang terkait sektor usaha mikro, kecil, dan menengah sampai 1-2 bulan mendatang,” kata Maxensius pada pertengahan Maret 2020.
Selain itu, tambah Maxensius, operasi pasar atau pasar murah untuk menyediakan bahan pokok dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat mesti dilakukan secara konsisten. Subsidi bunga juga dapat diberikan bagi pelaku usaha baru yang hendak memulai usaha.
Pemerintah pun dapat menahan untuk sementara kenaikan harga-harga yang diatur pemerintah, seperti listrik, transportasi, gas, dan bahan bakar minyak.
”Bank Indonesia juga perlu lebih agresif melakukan kebijakan moneter yang lebih ekspansif,” ujar Maxensius Tri.
Sementara itu, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki menyampaikan, puhaknya sudah memperoleh berbagai laporan dari UMKM terkait dengna dampak Covid-19. Sebagai gambaran, Kemenkop UKM sejak 16 Maret 2020 membuka saluran pengaduan untuk mengetahui kondisi pelaku koperasi dan UMKM yang terkena dampak pandemi Covid-19.
Keluhan UMKM tersebut antara lain menyangkut penurunan permintaan. ”Ada yang tidak berani membuka usaha karena ketakutan karena berinteraksi langsung dengan masyarakat, ada yang mengalami gangguan distribusi barang, dan lainnya,” ujar Teten.
Artinya, dampak Covid-19 bagi kelompok rentan ada di depan mata. Oleh karena itu, tambah Teten, prioritas penting saat ini menyelamatkan keberlanjutan koperasi dan UMKM di tengah pandemi Covid-19.
”Presiden Joko Widodo memberi perhatian serius terhadap pelaku UMKM dan sektor informal dalam menyikapi dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19,” ujar Teten lewat keterangan tertulis, Selasa (24/3).
Presiden meminta jajaran pemerintah merealokasi anggaran dan memfokuskan kembali kebijakan untuk memberi insentif ekonomi bagi pelaku UMKM dan informal. Dengam demikian, kelompok usaha ini dapat berproduksi, beraktivitas, dan tak ada pemutusan hubungan kerja.
Pemerintah memastikan akan ada relaksasi kredit perbankan dan industri keuangan nonbank bagi UMKM, terutama kredit dengan nilai di bawah Rp 10 miliar, sebagai upaya meminimalkan dampak pandemi Covid-19. Relaksasi dapat berupa penundaan cicilan hingga setahun dan penurunan suku bunga.
Teten menambahkan, bagi pelaku UMKM, ada relaksasi cicilan kredit bank agar usaha tetap berjalan.
”Untuk ojek dalam jaringan juga penting penundaan cicilan kredit. Apalagi, dalam kondisi jaga jarak sosial begini, layanan ojek daring lebih dibutuhkan untuk mendistribusikan produk UMKM,” ujarnya.
Di tengah pandemi Covid-19, Teten mengajak pelaku UMKM dan pekerja harian tetap optimistis, tidak perlu khawatir, tetapi tetap waspada. Pemerintah, ujarnya, memikirkan dan mencari jalan keluar berupa jaring pengaman sosial.
Kebersamaan pemangku kepentingan dibutuhkan untuk menjaga semua warga negeri ini. Saatnya berbela rasa.