Nelayan Kecil Diusulkan Dapat Bantuan Langsung Tunai
Di tengah wabah Covid-19, pemerintah berencana mengusulkan nelayan kecil sebagai penerima bantuan langsung tunai. Namun, nelayan yang dibiarkan tetap melaut merupakan kelompok rentan terpapar.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Kementerian Kelautan dan Perikanan akan mengusulkan nelayan kecil dengan kapal maksimum berukuran 10 gros ton untuk memperoleh bantuan langsung tunai. Di tengah pelemahan ekonomi dan pandemi Covid-19, nelayan tergolong kelompok masyarakat yang rawan miskin.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan, Zulficar Mochtar menyatakan, pihaknya sedang mendata nelayan dengan kapal maksimum 10 gross ton (GT) yang diusulkan untuk memperoleh bantuan langsung tunai. Jumlah nelayan dengan kapal di bawah 10 GT berkisar 2,2 juta orang.
Profil nelayan kecil yang akan dibantu mencakup pemilik kapal dan buruh nelayan. Satu kapal 10 GT, misalnya, dioperasikan oleh tiga orang. “Target bantuan langsung tunai untuk kategori nelayan kecil. Formulasinya belum final,” katanya, di Jakarta, Kamis (26/3/2020).
Menurut dia, pemerintah mendukung nelayan yang ingin tetap melaut karena tipikal nelayan berbeda-beda, yakni nelayan yang melaut harian, mingguan, bulanan, serta lebih dari dua bulan. Terkait hal itu, pihaknya telah meminta pelabuhan perikanan menggalang kerjasama dengan para pihak untuk optimasi kesehatan berbasis pelabuhan perikanan. “Nelayan yang ingin tetap melaut tentu kita dorong dan dukung,” kata Zulficar.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, Abdul Halim menyatakan, pemerintah seharusnya peka terhadap nasib nelayan yang berpotensi terpapar Covid-19 jika terus melaut. “Jangan sebaliknya, malah nelayan didorong untuk menaikkan produksi,” katanya.
Di tengah upaya pencegahan penyebaran Covid-19, pemerintah perlu fokus untuk membantu pemenuhan kebutuhan pangan, fasilitas ekstra kesehatan, dan dana tunai pengganti selama wabah berlangsung. Perhatian serupa perlu diberikan untuk pembudidaya ikan dan petambak garam skala kecil.
Menurut Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch, Mohammad Abdi Suhufan, pemerintah perlu memikirkan nasib pekerja perikanan sebagai dampak Covid-19, meliputi awak kapal perikanan, buruh di pelabuhan perikanan, dan buruh di unit pengolahan ikan. Pekerja perikanan rentan tidak mendapatkan penghasilan untuk sementara waktu, sehingga perlu memperoleh bantuan langsung tunai.
Kerentanan kelompok pekerja perikanan ini terjadi sebab mereka terkategori sebagai pekerja informal. "Sebagai pekerja informal, mereka tidak mendapatkan gaji bulanan tapi sistem bagi hasil atau borongan. Kondisi berkurang atau terhentinya kegiatan produksi di sentra perikanan akan memukul pendapatan mereka" kata Abdi.
Berbeda dengan nelayan dan pembudidaya, terdapat kendala data jumlah pekerja perikanan sebab mereka belum terdata dengan baik. Pemerintah juga perlu mengkaji kembali sistem pengupahan bagi awak kapal perikanan, agar dapat memberlakukan sistim gaji bulanan, sehingga ada kepastian pendapatan bulanan di tengah bencana.