Cicilan kredit debitor yang terkena dampak pandemi Covid-19 bisa direlaksasi. Penilaian ada di tangan masing-masing bank.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS--Keputusan pemerintah untuk merelaksasi penundaan cicilan kredit bagi usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM perlu disikapi bijak oleh masyarakat. Program restrukturisasi kredit diprioritaskan bagi nasabah yang memiliki itikad baik, namun kemampuan ekonominya terkena dampak pandemi global Covid-19.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator jasa keuangan membuat aturan teknis POJK No. 11/POJK.03/2020 yang menjelaskan restrukturisasi lembaga jasa keuangan, baik perbankan maupun perusahaan sewa guna usaha (leasing), terhadap kredit dan pembiayaan pelaku usaha terdampak Covid-19.
Direktur Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia Mirza Adityaswara menilai, paket stimulus OJK perlu disikapi secara bijaksana. Aturan tersebut memberi kelonggaran bagi bank dan lembaga pembiayaan untuk menganalisis debitor yang benar-benar terdampak langsung oleh Covid-19.
“Peraturan OJK ini secara jelas menghindari pelanggaran moral. Jangan sampai debitor yang sehat tidak mau bayar utang atau debitor yang sudah macet sebelum adanya Covid-19 kemudian menjadi tidak kooperatif,” paparnya, Jumat (27/3/2020), di Jakarta.
Peraturan OJK ini secara jelas menghindari pelanggaran moral
Mirza mengibaratkan kredit perbankan sebagai darah yang mengalir dalam tubuh manusia. Artinya, tanpa aliran kredit, maka perekonomian akan berhenti. Di sisi lain, sumber dana perbankan untuk menyalurkan kredit dari masyarakat yang memiliki simpanan di bank.
“Jika semua debitor tidak mau membayar cicilan padahal sebagian besar mampu bayar, maka yang akan terjadi justru kerugian besar di sektor perbankan dan lembaga pembiayaan karena harus tetap membayar bunga kepada penabung,” ujarnya.
Dalam aturan teknis restrukturisasi kredit yang disampaikan OJK, ada sejumlah langkah yang perlu dilakukan debitor terdampak Covid-19 untuk mengajukan pelonggaran kredit. Pertama, debitor wajib mengajukan permohonan restrukturisasi dengan melengkapi data yang diminta secara dalam jaringan melalui surat elektronik atau laman yang ditetapkan bank. Selanjutnya, bank dan leasing akan menilai, apakah debitor termasuk pelaku usaha terdampak langsung atau tidak langsung pandemi Covid-19. Bank dan leasing juga akan melakukan penilaian historis pembayaran pokok dan bunga.
Langkah bank dan leasing berdasarkan profil debitor untuk menentukan pola restrukturisasi atau perpanjangan waktu. Mereka juga akan menetapkan jumlah kredit yang dapat direstrukturisasi, termasuk jika masih ada kemampuan pembayaran cicilan yang besarannya didapat melalui penilaian atau diskusi antara debitor dengan pihak bank dan leasing.
Dihubungi terpisah, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Sunarso menyampaikan, BRI telah menerbitkan kebijakan internal terkait skema restrukturisasi berupa penundaan pembayaran cicilan pokok bulanan selama satu tahun.
Relaksasi pengaturan ini berlaku untuk seluruh debitor, baik kluster usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) maupun non-UMKM, yang terdampak Covid-19. Relaksasi berlaku hingga satu tahun setelah penetapan.
“Mekanisme penerapan diserahkan sepenuhnya kepada kebijakan bank dan disesuaikan dengan kapasitas membayar debitor,” ujarnya.
BRI juga memberi kemudahan bagi debitor terdampak Covid-19 melalui berbagai skema restrukturisasi, antara lain penyesuaian suku bunga pinjaman, pengurangan tunggakan bunga dan atau denda atau penalti serta perpanjangan jangka waktu pinjaman.
Khusus bagi pelaku UMKM dengan plafon maksimal Rp 10 miliar, BRI akan merelaksasi berdasarkan ketepatan pembayaran angsuran. “Khusus untuk usaha skala mikro, BRI memiliki skema restrukturisasi lainnya berupa penundaan pembayaran cicilan pokok bulanan selama maksimal satu tahun,” ujar Sunarso.
Sunarso menambahkan, BRI memiliki skema restrukturisasi khusus bagi debitor mikro yang usahanya anjlok akibat Covid-19. Selain itu, debitur mikro juga mendapat relaksasi lainnya berupa penundaan cicilan.
Sekretaris Perusahaan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Rully Setiawan memastikan seluruh nasabah Bank Mandiri di segmen UMKM yang terdampak Covid-19, dengan pinjaman kurang dari Rp 10 miliar, akan mendapat keringanan berupa penundaan pembayaran angsuran. “Bank Mandiri juga sudah mengantisipasi dan menginventarisasi nasabah terdampak Covid-19 yang pinjamannya di atas Rp 10 miliar, dengan menerapkan kebijakan penundaan, pengurangan suku bunga, dan restrukturisasi,” ujarnya.
Adapun bagi nasabah di wilayah zona merah penyebaran Covid-19 diberi keringanan penundaan pembayaran pokok dan pengenaan suku bunga hingga 0 persen selama maksimal satu tahun. Relaksasi kredit kendaraan bermotor diberikan untuk pengemudi ojek dan sopir daring.
Penetapan kolektabilitas kredit para nasabah, lanjut Rully, berdasarkan ketepatan debitor membayar angsuran. Ia memastikan kredit yang direstrukturisasi akan ditetapkan lancar setelah restrukturisasi.
“Teknis implementasi relaksasi secara detil akan mengacu pada peraturan OJK dan disesuaikan dengan profil nasabah masing-masing. Penilaian akan dilakukan unit maupun kantor cabang bank pada saat nasabah mengajukan relaksasi,” kata Rully.