Negara-negara di dunia menghadapi risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kekhawatiran perihal pandemi coronavirus disease 2019 atau Covid-19 dapat menimbulkan resesi ekonomi bagi dunia dan negara-negara yang terpapar pandemi ini mendekati kenyataan. Perputaran roda ekonomi Indonesia dianggap sangat dipengaruhi oleh seberapa besar dampak yang ditimbulkan penyebaran Covid-19.
Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan, dampak dari pandemi Covid-19 dapat menyebabkan resesi global pada 2020. Investor bersiap-siap menarik modal, terutama modal investasi, dari negara-negara berkembang.
Dilansir dari Bloomberg, Managing Direktur IMF Kristalina Georgieva pada akhir pekan lalu menyampaikan, saat ini ekonomi dunia telah dalam resesi yang lebih buruk dibandingkan dengan krisis keuangan global 2008. IMF menyanggupi penyaluran pinjaman 1 triliun dollar AS untuk membantu negara-negara di seluruh dunia yang berjuang menghadapi dampak kemanusiaan dan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Di Indonesia, hingga Minggu (29/3/2020), pemerintah mencatat 1.285 kasus Covid-19, dengan 114 orang meninggal dunia.
Ekonom sekaligus Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menyebutkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini juga akan sangat dipengaruhi seberapa besar dampak yang ditimbulkan oleh penyebaran wabah Covid-19. Selain itu, seberapa cepat respons pemerintah untuk menanggulanginya.
”Konsumsi swasta yang menyumbang hampir 60 persen pergerakan ekonomi nasional dipastikan akan mengalami kontraksi,” ujar Piter saat dihubungi Kompas, Minggu (29/3/2020).
Penjualan ritel, baik di pasar tradisional maupun pasar modern, dipastikan turun. Sebelum kasus Covid-19 teridentifikasi di Indonesia, data Indeks Penjualan Riil yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI) bahkan sudah menunjukkan kontraksi 0,3 persen pada Januari 2020.
Indikasi penurunan konsumsi swasta juga diperlihatkan melalui data perjalanan wisata baik domestik maupun asing yang anjlok. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara turun 7,62 persen pada Januari 2020 dibandingkan pada Desember 2019. Sementara wisatawan Nusantara turun 3,1 persen pada periode yang sama.
Penjualan mobil pada Januari dan Februari turun 2,4 persen secara tahunan. ”Tekanan pada konsumsi swasta ini dipastikan akan lebih dalam pada bulan Maret dan juga bulan-bulan berikutnya,” ujarnya.
Kekhawatiran masyarakat dan investor terhadap Covid-19 yang semakin meluas juga menyebabkan minat investasi surut. Kendati proyek investasi yang dikelola pemerintah dan badan usaha milik negara tetap berlangsung, potensi penurunan tetap terbuka seiring dengan imbauan pembatasan sosial (social distancing) dan maraknya desakan pembatasan wilayah.
Dari sisi perdagangan, negara-negara yang menjadi tujuan utama ekspor Indonesia, seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa, telah menjadi pusat pandemi yang telah melampaui kasus yang terjadi di China. Di sisi lain, sebagai akibat penurunan kegiatan ekonomi domestik, impor—khususnya bahan baku dan barang modal—juga mengalami kontraksi dibandingkan dengan tahun lalu.
”Dengan demikian, penurunan ekspor juga akan dibarengi penurunan impor sehingga pengaruh net-ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi domestik pada tahun ini relatif kecil, sebagaimana tahun lalu yang memberikan kontribusi 0,5 persen terhadap PDB,” kata Piter.
Melihat kondisi tersebut, CORE memastikan prospek pertumbuhan ekonomi pada tahun ini akan jauh lebih rendah dibandingkan dengan tahun lalu. Jika pemerintah melakukan langkah-langkah yang lebih ”ketat” untuk menekan penularan wabah ini, puncak tekanan ekonomi diperkirakan terjadi pada triwulan II-2020, kemudian masuk masa pemulihan pada paruh kedua 2020.
”Dengan skenario paling optimistis ini, CORE Indonesia memprediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia setahun penuh berada di kisaran -2 persen hingga 2 persen,” kata Piter.
Selain melemahkan pertumbuhan ekonomi, pandemi Covid-19 juga berpotensi mendorong peningkatan angka pengangguran dan kemiskinan. Potensi ini ada karena jumlah penduduk di sekitar garis kemiskinan yang masih sangat tinggi meskipun persentase penduduk di bawah garis kemiskinan mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir.
Selain melemahkan pertumbuhan ekonomi, pandemi Covid-19 juga berpotensi mendorong peningkatan angka pengangguran dan kemiskinan.
Per Maret 2019, penduduk golongan rentan miskin dan hampir miskin di Indonesia mencapai 66,7 juta orang, atau hampir tiga kali lipat jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan (golongan miskin dan sangat miskin). Sebagian besar dari golongan ini bekerja di sektor informal, termasuk yang mengandalkan upah harian.
Upaya pemerintah dalam menjaga daya beli masyarakat bawah dengan memberikan bantuan langsung tunai (BLT) kepada masyarakat yang mengalami penurunan pendapatan dan mengalami pemutusan hubungan kerja perlu didukung kebijakan untuk menjamin kelancaran pasokan dan distribusi barang, khususnya pangan.
”Di saat seperti ini, potensi panic buying dan penimbunan sangat besar sehingga pengamanan aspek distribusi perlu diperketat. Berkaca dari China, aparat militer dapat dioptimalkan dalam membantu proses pengamanan distribusi barang,” kata Piter.