Dengan Karantina Wilayah, Perekonomian Akan Lebih Cepat Pulih
Karantina wilayah memang akan membuat ekonomi melemah, tetapi berpotensi pulih lebih cepat. Tanpa karantina, penyebaran Covid-19 menjadi tak terkendali sehingga ekonomi akan lesu dalam jangka yang panjang.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
Karantina wilayah atau lockdown guna memutus rantai penyebaran severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 atau SARS-CoV-2 penyebab coronavirus disease 2019 atau Covid-19 tentu akan memukul dunia ekonomi. Namun, jika kesehatan masyarakat tidak kunjung pulih, ekonomi pun akan semakin terpuruk.
Untuk itu, pemerintah di setiap negara, termasuk Indonesia, diminta segera melakukan karantina wilayah agar dapat memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Hal ini mesti dilakukan meskipun berpotensi melemahkan perekonomian.
Data worldmeters.info, hingga Senin (30/3/2020) pagi, tercatat ada 721.902 kasus Covid-19 di 199 negara dan wilayah. Jumlah pasien sembuh sebanyak 151.804 orang, sementara yang meninggal mencapai 33.993 orang.
Beberapa pertimbangan untuk mengambil kebijakan penanganan Covid-19 dapat dilihat dari hasil survei the Initiative on Global Markets Forum Chicago Booth. Hasil menunjukkan, sebesar 66 persen responden sangat setuju dan 31 persen responden setuju bahwa kebijakan yang komprehensif seperti karantina wilayah memang akan menimbulkan kontraksi besar dalam aktivitas ekonomi.
Bengt Holmström dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) berpendapat, aktivitas ekonomi memang sedang turun dan akan sulit untuk bangkit hingga pandemi Covid-19 bisa terkendali dan rasa takut mereda.
Angus Deaton dari Princeton menyampaikan, tidak ada yang tahu pasti seberapa buruk dampak pandemi ini terhadap ekonomi.
Adapun Aaron Edlin dari Berkeley menyinggung hubungan antara krisis kesehatan masyarakat dan ekonomi. ”Kita butuh karantina wilayah dan tes massal sampai kita tahu, apakah virus itu terkendali atau mortalitas rendah,” tulisnya.
Sementara itu, Alberto Alesina dari Harvard mengingatkan, dalam masa resesi akibat dilakukan karantina wilayah, perlu kebijakan fiskal untuk menjamin kehidupan masyarakat kecil.
Robert Shimer dari Chicago pun mengatakan, perawatan yang efektif dan tingkat mortalitas yang tidak terlalu tinggi dapat menjadi alasan mengakhiri kontraksi ekonomi.
Hasil survei juga membahas kerusakan ekonomi yang dapat semakin parah apabila karantina wilayah tidak diberlakukan saat penyebaran virus masih masif terjadi. Sebesar 57 persen responden menyatakan sangat setuju dan 32 persen responden menyatakan setuju.
Jose Scheinkman dari Columbia University berpendapat, sebelum vaksin ditemukan, persentase orang-orang yang terinfeksi Covid-19 akan semakin tinggi. Untuk itu, memang perlu strategi optimal untuk mengurangi kontak fisik satu dengan yang lain.
Namun, sebelum benar-benar memutuskan melakukan karantina wilayah, Penny Goldberg dari Yale menegaskan, kita harus benar-benar mengetahui data tingkat infeksi dan asimtomatik. ”Jika semua orang sudah terinfeksi, karantina wilayah tidak akan membuat perbedaan besar,” ucapnya.
Pertanyaan terakhir dalam survei terkait dengan kebijakan pemerintah yang harus berinvestasi lebih besar pada dunia kesehatan, termasuk menyediakan dana sampai vaksin Covid-19 ditemukan. Mayoritas responden (78 persen) sangat setuju akan hal ini dan sebesar 22 persen lainnya juga menyatakan setuju.
Richard Schmalensee dari MIT mengatakan, guna mengakhiri pandemi Covid-19, memang investasi terhadap dunia kesehatan harus lebih besar. Tak hanya menyelesaikan pandemi sekarang, pemerintah juga sudah harus berpikir bagaimana menangani pandemi di masa mendatang.
Siapkan skenario
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menyampaikan, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan turun 3,66 persen poin dalam skenario waktu enam bulan selama penanganan Covid-19. Artinya, kalau pertumbuhan ekonomi tahun 2019 sebesar 5,02 persen, maka pertumbuhan ekonomi tahun 2020 hanya 1,36 persen.
”Akibat ekonomi yang ditimbulkan dari kebijakan karantina wilayah memang akan lebih besar dibandingkan dengan physical distancing karena semua benar-benar tidak bisa bergerak. Tetapi, proses pemulihan ekonomi akan jauh lebih cepat. Ini yang perlu dipertimbangkan,” tuturnya.
Menurut Tauhid, prasyarat penetapan karantina wilayah memang tidak mudah. Jika belajar dari Provinsi Hubei, China, harus ada pemerintah yang kuat dengan satu komando, transparan dengan data, kesadaran masyarakat yang tinggi, serta kesiapan fasilitas kesehatan, termasuk tenaga medis dan rumah sakit.
Untuk itu, baik karantina wilayah yang dilakukan per daerah maupun secara nasional, pemerintah sudah harus siap dengan berbagai skenario. Tidak hanya skenario penghentian arus lalu lintas, tetapi juga skenario pendistribusian bahan pangan pokok.
”Hari ini belum ada skenario bagaimana mekanisme bantuan itu bisa diterima oleh masyarakat, khususnya masyarakat kecil. Jangan sampai, istilahnya, ada yang meninggal karena kebutuhan pangan pokok, bukan hanya karena Covid-19,” kata Tauhid.
Kebijakan karantina wilayah masih menunggu keputusan. Salah satunya, Pemerintah Daerah Bogor yang akan melakukan karantina wilayah apabila pemerintah pusat menyetujui dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga menerapkan hal tersebut.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas laporan Gugus Tugas Covid-19 menyampaikan, dalam menjalankan kebijakan pembatasan sosial berskala besar, agar segera disiapkan aturan pelaksanaan yang lebih jelas sebagai panduan untuk provinsi, kabupaten, dan kota.
”Saya ingatkan, kebijakan kekarantinaan kesehatan, termasuk karantina wilayah, adalah kewenangan pemerintah pusat, bukan pemerintah daerah,” kata Presiden.