Terimbas pandemi Covid-19, harga karet di Sumatera Selatan terus menurun hingga mencapai titik terendahnya tahun ini.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Terimbas pandemi Covid-19, harga karet di Sumatera Selatan terus menurun hingga mencapai titik terendahnya tahun ini. Kondisi ini akibat mandeknya permintaan produsen, terutama di negara-negara tujuan ekspor yang melakukan penutupan wilayah atau lockdown.
Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Dinas Perkebunan Sumatera Selatan Rudi Arpian, di Palembang, Senin (30/3/2020), mengatakan, akibat merebaknya Covid-19 di sejumlah negara, harga karet di pasar internasional terus menurun. Per 30 Maret 2020, harga karet untuk kadar karet kering (K3) 100 persen, hanya Rp 13.892 per kilogram. ”Ini merupakan harga terendah sepanjang tahun 2020,” katanya.
Padahal, pada awal tahun 2020, ungkap Rudi, ”angin segar” sempat berembus ketika harga karet internasional mencapai angka Rp 1,5 dollar AS dan harga karet tertinggi sempat menyentuh Rp 17.497 per kg. Kala itu, harga didorong adanya penyerapan karet untuk pembuatan sarung tangan dan juga meredanya perang dagang antara Amerika Serikat dan China.
Namun, saat ini, kondisinya terpuruk akibat Covid-19. Sejumlah pabrik di tiga daerah di Sumatera juga menutup aktivitas pembelian bahan olahan karet, termasuk dari Sumsel. Hal itu dilakukan pabrik karet di Sumatera Barat, Bengkulu, dan Jambi. Sementara pabrik-pabrik di Sumatera Selatan tidak menghentikan pembelian karet.
Pemerintah meminta pabrik karet di Sumsel melakukan sejumlah kebijakan lain untuk menjaga kelangsungan usaha, seperti melakukan efisiensi dan pemotongan ongkos transportasi. ”Karena penutupan pabrik karet tidak hanya berdampak bagi petani, tetapi juga bagi buruh pabrik,” kata Rudi.
Namun, Rudi khawatir jika kebijakan karantina wilayah diterapkan di Sumatera Selatan, terutama Palembang. Jika hal itu terjadi, bukan tidak mungkin pabrik karet akan tutup lantaran pasokan karet dari luar daerah terhenti. Petani pun diminta menyiapkan mental guna menghadapi kemungkinan terburuk tersebut.
Meski demikian, ujar Rudi, Pemerintah Provinsi Sumsel sudah menyiapkan antisipasi pengamanan sosial dengan melakukan refokusing dan realokasi anggaran. Pemprov Sumsel telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 100 miliar untuk memenuhi kebutuhan penanganan Covid-19, termasuk untuk masyarakat yang rentan menjadi warga miskin akibat dampak ekonomi wabah ini.
Sebelumnya, Gubernur Sumsel Herman Deru mengatakan, saat ini Sumsel belum perlu melakukan karantina wilayah karena dampaknya akan sangat besar, terutama pada sektor pertanian. ”Perlu ada kajian mendalam terkait karantina wilayah. Adapun hal itu merupakan keputusan dari pemerintah pusat,” kata Herman.
Ketua Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumsel Alex Kurniawan Eddy menyebut, penghentian pembelian karet di sejumlah daerah di Indonesia disebabkan adanya penundaan pengapalan (delay shipment) oleh sejumlah pabrik yang beroperasi di sejumlah negara. ”Penundaan ini terjadi karena negara tempat pabrik itu beroperasi memutuskan untuk lockdown,” katanya.
Beberapa negara pengimpor karet yang masih menerapkan kebijakan lockdown atau penutupan wilayah adalah China, Korea Selatan, dan sejumlah negara di Eropa. ”Ada beberapa negara yang terus mengimpor, seperti Jepang. Hanya saja, penyerapannya masih terbilang sedikit,” kata Alex.
Gapkindo Sumsel mencatat, produksi karet pada Januari 2020 sebesar 78.136 ton, sementara pada Februari turun menjadi 50.591 ton. Adapun jumlah karet yang diekspor pada Februari sekitar 48.770 ton, sisanya diserap pasar lokal. Jumlah tersebut turun sekitar 50 persen dibandingkan rata-rata ekspor karet Sumsel pada kondisi normal.
Produksi karet di Sumsel sekitar 100.000 ton per bulan, kini hanya sekitar 50.000 ton per bulan.
Jika kondisi ini terus terjadi, Alex mengatakan, bukan tidak mungkin harga karet terus turun. ”Bayangkan, dalam tiga bulan, penurunan harga karet mencapai 5 sen dollar AS. Dari sekitar 1,5 dollar AS pada Januari sekarang hanya 1 dollar AS. Penguatan nilai dollar AS terhadap rupiah juga tidak sebanding dengan tingkat penurunan harga,” katanya.
Alex juga tidak bisa memprediksi sampai kapan pabrik karet akan tetap bertahan. ”Memang masih ada pabrik yang beroperasi, tapi produksi mereka juga menurun hingga 50 persen. Produksi karet di Sumsel sekitar 100.000 ton per bulan, kini hanya sekitar 50.000 ton per bulan,” ungkapnya.