Pemerintah masih menyusun data penerima bantuan dalam menghadapi pandemi Covid-19. Data itu mendesak dituntaskan.
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Opsi karantina wilayah mesti dibarengi keseriusan pemerintah menjamin bantuan tunai untuk penduduk miskin dan terdampak langsung Covid-19. Oleh karena itu, data penerima dan skema bantuan mendesak untuk segera diselesaikan.
Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, opsi karantina wilayah jangan sampai menimbulkan kekacauan seperti terjadi di India saat ini. Banyak penduduk miskin, termasuk pekerja informal, yang pindah dari perkotaan dan perdesaan karena kehilangan pendapatan harian.
“Harus ada kompensasi dari negara jika karantina wilayah dilakukan. Kompensasi berupa perluasan skema-skema bantuan sosial maupun jaminan sosial yang ada,” kata Enny yang dihubungi Senin (30/3/2020), di Jakarta.
Data penerima bantuan tunai sejatinya bukan masalah. Pemerintah cukup mengkonsolidasikan berbagai data dari setiap program bantuan sosial yang selama ini berjalan, seperti program keluarga harapan, bantuan pangan nontunai, ataupun kartu indonesia pintar. Data penerima bantuan kemudian diperluas dari penduduk miskin ke rentan miskin.
Enny mengatakan, pemerintah dapat membuat klasifikasi tambahan penerima bantuan. Klasifikasi tambahan itu, misalnya, pekerja informal bidang perdagangan, jasa, dan transportasi, yang datanya tercatat di setiap asosiasi. Pendataan penerima bantuan seharusnya tidak berlarut-larut karena data-data mentah sudah tersedia.
“Pemerintah terlalu mengkalkulasi banyak hal. Tidak perlu khawatir karena semua negara melakukan hal yang sama. Covid-19 ini kejadian luar biasa,” ujar Enny.
Karantina wilayah sebaiknya dilakukan untuk daerah-daerah zona merah lebih dulu. Menurut perhitungan Enny, kebutuhan bantuan tunai selama karantina wilayah untuk DKI Jakarta berkisar Rp 5 triliun-6 triliun untuk 14 hari. Hitungan itu berdasarkan data penduduk miskin sekitar 362.000 orang, rentan miskin 1,2 juta orang, ditambah pekerja informal 1,5-1,6 juta orang.
Khusus DKI Jakarta, target penerima bantuan bisa ditambah menjadi 2-3 kali lipat dari data yang ada karena banyak perantau.
Adapun nominal bantuan tunai harus berbeda dari yang sudah ada. Tujuan bantuan saat ini bukan untuk meningkatkan, tetapi menjamin konsumsi penduduk selama mereka tidak bekerja. Dengan demikian, skema perhitungan harus berdasarkan konsumsi harian. Kebutuhan konsumsi satu keluarga sekitar Rp 100.000 per hari.
“Kebutuhan konsumsi didasarkan rata-rata penghasilan sektor informal sekitar Rp 100.000 per hari per keluarga. Untuk itu, nominal bantuan tunai Rp 1,4 juta per keluarga untuk dua minggu,” kata Enny.
Dihubungi terpisah, Senin, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan, pemerintah sedang menuntaskan perhitungan kebutuhan anggaran untuk perluasan bantuan tunai terkait Covid-19. Menurut rencana, alokasi anggaran dan skema penyaluran bantuan akan diumumkan minggu ini.
“Akan diumumkan resmi oleh pemerintah persisnya. Rencananya minggu ini,” ujar Askolani.
Dalam APBN 2020, pagu anggaran untuk perlindungan sosial meningkat menjadi Rp 372,5 triliun, dari Rp 369,1 triliun pada 2019. Alokasi anggaran perlindungan sosial, di antaranya untuk Program Indonesia Pintar, Program Keluarga Harapan, pembiayaan ultra mikro, dana desa, Jaminan Kesehatan Nasional, dan sejumlah subsidi di luar pajak.
Program perlindungan sosial terbaru berupa bantuan pangan atau kartu sembako untuk 15,6 juta keluarga miskin senilai Rp 28,1 triliun.
Sebelumnya, Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono menuturkan, pemerintah masih menghitung dan menyusun skema stimulus bantuan langsung tunai untuk penduduk termiskin dan terdampak langsung Covid-19. Stimulus untuk meningkatkan daya beli dibagi berdasarkan kelompok masyarakat.
Bagi rumah tangga termiskin, pemerintah akan memberi bantuan langsung tunai yang target sasarannya 29,3 juta kepala keluarga. Selain itu, bantuan langsung tunai diberikan untuk kelompok masyarakat terdampak langsung Covid-19. Mereka adalah penduduk yang mayoritas tinggal di perkotaan dan bekerja di sektor informal.
“Pemerintah masih mengumpulkan data penerima bantuan untuk kelompok ini,” ujar Susiwijono.
Sejauh ini dana yang dialokasikan untuk dua paket stimulus penanganan Covid-19 mencapai Rp 158,2 triliun. Rinciannya, paket stimulus satu sebesar Rp 10,3 triliun, paket stimulus dua Rp 22,9 triliun, ditambah dari pelebaran defisit anggaran Rp 125 triliun atau sekitar 0,8 persen produk domestik bruto (PDB).