Pemerintah mulai mengumpulkan data pekerja migran Indonesia yang memerlukan bantuan sosial.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pekerja migran yang kembali ke Indonesia di tengah pandemi Covid-19 memerlukan perlindungan sosial. Pemerintah mesti serius dan transparan mendata penerima bantuan sosial.
Berdasarkan data terbaru dari Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) sampai 30 Maret 2020, ada 33.503 pekerja migran Indonesia yang tiba di Tanah Air. Sebagian besar dideportasi dari negara tempat mereka bekerja akibat kebijakan pembatasan wilayah atau lockdown. Ada pula yang kembali ke Indonesia karena kontrak kerja tidak diperpanjang. Sebagian di antaranya pulang atas keinginan sendiri.
Sebagian besar pekerja migran yang kembali ke Indonesia itu tidak memiliki pemasukan karena sudah tidak bekerja lagi.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Selasa (31/3/2020), mengatakan, pemerintah mulai mendata dan mengkaji para pekerja migran yang membutuhkan bantuan. Mereka akan diupayakan masuk dalam sasaran program jaring pengaman sosial yang sedang disiapkan pemerintah. Beberapa program bantuan sosial itu adalah Bantuan Langsung Tunai, Kartu Prakerja, dan Program Keluarga Harapan. Ada pula program Padat Karya Tunai Desa (Cash for Work) yang menggunakan hasil realokasi dana desa sebesar Rp 10 triliun-Rp 15 triliun.
Pemerintah mulai mendata dan mengkaji para pekerja migran yang membutuhkan bantuan.
Sejauh ini, berbagai program tersebut ditujukan bagi pekerja informal dan pelaku usaha mikro dan kecil yang terdampak Covid-19, serta keluarga miskin dan rentan. Jumlah penerima dan besaran insentif untuk tiap program itu sudah ditingkatkan untuk menghadapi kondisi terkini.
Muhadjir menambahkan, pemerintah menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai data utama untuk menjangkau warga yang termasuk dalam kelompok ekonomi rentan. Sementara untuk mendapatkan data pekerja migran yang rentan dan butuh bantuan, pemerintah pusat akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah.
”Yang menjadi pegangan pertama-tama dari DTKS. Selebihnya, kami kumpulkan dan memilah bersama pemda. Tidak semua membutuhkan karena ada yang akan ikut program Padat Karya Tunai Desa saat pulang kampung,” ujarnya.
Berdasarkan data BP2MI, pekerja migran yang pulang akibat Covid-19 mayoritas berasal dari 10 provinsi, yaitu Jawa Timur (7.632 orang), Jawa Tengah (7.087 orang), Jawa Barat (6.106 orang), Nusa Tenggara Barat (4.329 orang), Sumatera Utara (2.561 orang), Lampung (1.746 orang), Bali (1.417 orang), Kepulauan Riau (402 orang), Banten (283 orang), dan DI Yogyakarta (219 orang).
Pemerintah di sejumlah daerah itu diminta bersiap menangani para pekerja migran yang pulang, baik untuk melaksanakan protokol karantina maupun menyiapkan jaring pengaman sosial.
”Siapa saja yang dinilai memang membutuhkan bantuan, Kementerian Sosial akan bekerja sama mendata dengan pemerintah daerah yang ketempatan pekerja migran Indonesia ini,” kata Muhadjir.
Dalam telekonferensi saat memimpin rapat terbatas di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa, Presiden Joko Widodo mengatakan, pemerintah akan menyediakan bantuan sosial bagi pekerja migran yang kembali ke Tanah Air. Namun, setiap pekerja migran harus mengikuti protokol kesehatan dengan disiplin.
Protokol kesehatan untuk melakukan karantina selama 14 hari harus dipatuhi dengan ketat di seluruh bandara, pelabuhan, dan pos lintas batas negara. Pekerja migran yang tidak memiliki gejala dipulangkan ke daerah masing-masing dengan status sebagai orang dalam pemantauan. Mereka harus menjalankan protokol isolasi mandiri.
Sementara pekerja migran yang memiliki gejala langsung diisolasi di rumah sakit yang telah disiapkan pemerintah di beberapa daerah, seperti di Pulau Galang, Kepulauan Riau.
Presiden juga menekankan langkah penting dalam mengendalikan mobilitas antarnegara yang berisiko membawa kasus Covid-19. Arus kembali dari Malaysia, misalnya, perlu dicermati karena jumlah pekerja migran yang kembali paling banyak, yaitu 11.566 orang.
“Saya menerima laporan, dalam beberapa hari ini, ada lebih kurang 3.000 pekerja migran yang setiap hari kembali dari Malaysia. Kita juga harus antisipasi kepulangan para kru kapal, pekerja anak buah kapal, perkiraannya ada 10.000 sampai 11.000 orang,” kata Presiden.
Transparan
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Abra Talattov, mengatakan, anggaran untuk program-program jaring pengaman sosial cukup besar. Oleh karena itu, pemerintah harus teliti dan transparan saat mendata para calon penerima. Hasil pendataan harus diumumkan berkala secara transparan ke publik. ”Jangan sekadar retorika, tetapi ujung-ujungnya salah sasaran dan tidak terealisasi,” ujarnya.
Agar lebih tepat sasaran, pemerintah juga bisa mengombinasikan pendataan dengan pendaftaran secara langsung (self-targeting). Dengan demikian, pekerja yang merasa terdampak Covid-19 bisa mendaftarkan diri lewat pos-pos pengaduan yang dibuka di tingkat desa atau kelurahan.
”Jadi dilakukan seimbang, ada metode jemput bola sehingga para pekerja bisa punya akses. Nanti tinggal dicocokkan datanya,” kata Abra.
Pelaksana Tugas Kepala BP2MI Tatang Budie Utama Razak menambahkan, bantuan sosial tidak hanya disalurkan untuk pekerja migran yang sudah kembali, tetapi juga yang tertahan di luar negeri. Pemerintah dan perwakilan kedutaan besar Republik Indonesia harus aktif bekerja sama dengan otoritas di negara setempat agar penyaluran bantuan bahan pokok tidak terkendala, khususnya di negara yang sudah menerapkan penguncian wilayah.
”Pada prinsipnya, negara harus hadir bagi PMI (pekerja migran Indonesia) di masa-masa sulit ini, khususnya yang bekerja sebagai tenaga kasar di sektor informal,” kata Tatang.
Saat ini, Kedutaan Besar Republik Indonesia di Malaysia mulai menyebarkan formulir pemantauan daring yang harus diisi setiap WNI, khususnya para pekerja migran. Formulir itu berisi informasi dasar, jenis pekerjaan, kondisi saat ini, kendala yang dihadapi, serta foto kondisi terbaru sebagai bukti.