Pekerja Migran Serba Tak Pasti Saat Wabah Covid-19
Pandemi Covid-19 membuat pekerja migran Indonesia meninggalkan negara penempatan. Mereka kini tak punya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Oleh
AGNES THEODORA/KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seiring penerapan karantina akibat pandemi Covid-19 di negara-negara penempatan, pekerja migran secara bergelombang kembali ke Indonesia. Para pekerja ini berada dalam ketidakpastian, baik saat berada di negara penempatan maupun setelah tiba di Indonesia.
Sampai dengan 29 Maret 2020, 33.503 pekerja migran Indonesia tiba di Tanah Air tanpa pekerjaan dan pendapatan. Berdasarkan data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), mereka berasal dari 85 negara penempatan. Diperkirakan, masih ada pekerja migran Indonesia tertahan di negara penempatan karena kebijakan karantina akibat pandemi Covid-19.
Direktur Kepulangan dan Pemberdayaan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) A Gatot Hermawan, Senin (30/3/2020), mengatakan, saat ini pekerja migran yang kembali ke Indonesia masih didata. ”Kita tidak bisa menolak WNI yang akan masuk ke Indonesia sesuai amanat undang-undang,” kata Gatot.
Sebagian besar pekerja migran itu dari Malaysia dan dipulangkan pemerintah setempat karena kebijakan karantina wilayah akibat Covid-19. Pemerintah Malaysia menerapkan karantina pada 25 Maret 2020-14 April 2020.
Direktur Pusat Penyelesaian Permasalahan Warga Negara Indonesia di Malaysia (P3WNI) Dato M Zainul Arifin menyampaikan, ketidakpastian menanti pekerja migran, baik yang tertahan di Malaysia maupun yang sudah tiba di Indonesia. Mereka sama-sama tidak punya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
”Pekerja migran Indonesia yang bekerja di luar negeri juga WNI yang harus dilindungi. Akan tetapi, sejauh ini pemerintah masih fokus pada persoalan WNI di dalam negeri,” katanya.
Mayoritas pekerja migran Indonesia bekerja di sektor informal di Malaysia, antara lain sebagai buruh pabrik, petugas kebersihan, perkebunan, perkilangan, restoran, dan mendapatkan gaji harian atau mingguan.
Zainul menambahkan, masih banyak pekerja migran yang tertahan di Malaysia. Mereka tidak bisa pulang karena tidak memiliki dokumen resmi atau berstatus pendatang asing tanpa izin. Untuk kembali ke Indonesia melalui jalur imigrasi resmi, mereka dikenai denda 700 ringgit atau Rp 2,6 juta.
Lindungi
Menurut Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo, pemerintah harus melindungi semua pekerja migran, baik yang resmi maupun yang tidak resmi, serta yang masih tertahan di negara tempat bekerja atau yang sudah kembali ke Indonesia secara bertahap. ”Tidak boleh ada diskriminasi, ini masalah kemanusiaan, dalam situasi seperti ini, negara harus hadir,” katanya.
Pemerintah harus melindungi semua pekerja migran.
Terkait perlindungan bagi pekerja migran yang kembali ke Tanah Air, menurut Gatot, hal itu menjadi tanggung jawab pemerintah.
Pemerintah menyiapkan kartu prakerja untuk menopang pekerja yang kehilangan pekerjaan akibat Covid-19.
Akan tetapi, seperti disampaikan Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Ketenagakerjaan Raden Soes Hindharno, pemerintah belum memasukkan pekerja migran yang dipulangkan dalam skema program tersebut.
Sementara itu, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menyampaikan, pemerintah menuntaskan perhitungan kebutuhan anggaran untuk perluasan bantuan tunai terkait Covid-19. Dalam APBN 2020, pagu anggaran untuk perlindungan sosial meningkat dari Rp 369,1 triliun pada 2019 menjadi Rp 372,5 triliun pada 2020. (KRN/AGE)