Tambah Insentif Pajak untuk Dukung Karantina Wilayah
Pemerintah dinilai perlu memberikan insentif pajak tambahan bagi pelaku usaha sektor penopang kebijakan karantina wilayah. Sektor itu khususnya di bidang kesehatan, kebutuhan pokok, dan jasa penunjang.
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dinilai perlu mempertimbangkan tambahan insentif keringanan pajak untuk mendukung kebijakan karantina wilayah. Tambahan insentif dapat diberikan bagi usaha bidang kesehatan, kebutuhan pokok, dan jasa penunjang.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo berpendapat, tambahan insentif untuk menjamin ketersediaan pasokan dan distribusi logistik ke wilayah-wilayah yang nantinya dikarantina. Insentif dapat berupa pembebasan sementara tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pengurangan pajak, atau pemberian subsidi.
”Insentif pasokan logistik diarahkan untuk kebijakan karantina wilayah. Tujuannya untuk mendorong kontribusi dunia usaha,” kata Yustinus yang dihubungi di Jakarta, Senin (30/3/2020).
Relaksasi pajak sementara dibutuhkan untuk mempercepat penanganan Covid-19. Kebijakan karantina wilayah diharapkan tidak sampai menimbulkan kekacauan karena pasokan dan distribusi logistik tersendat, terutama peralatan kesehatan, obat-obatan, dan barang kebutuhan pokok. Relaksasi pajak dapat menjadi stimulus untuk menjamin ketersediaan logistik.
Yustinus mengatakan, selain pembebasan PPN, pemerintah dapat memberikan keringanan pajak-pajak terkait impor dan bea masuk untuk jangka waktu setidaknya 3 bulan. Keringanan pajak itu untuk mendorong produksi dalam negeri, khususnya alat pelindung diri dan obat-obatan. Pemberian insentif dapat diperpanjang sesuai kebutuhan.
Sejauh ini, pemerintah baru memberikan insentif keringanan pajak bagi sektor-sektor tertentu yang terdampak Covid-19. Dalam paket stimulus Jilid I, insetif pajak diberikan untuk mendukung sektor pariwisata berupa tarif nol persen untuk pajak hotel dan restoran di 10 destinasi wisata senilai Rp 3,3 triliun. Insentif tersebut dinilai tidak efektif.
Adapun dalam paket stimulus Jilid II, insentif pajak khusus diberikan untuk sektor manufaktur yang terdampak Covid-19. Insentif berupa relaksasi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, relaksasi PPh Pasal 22 impor, relaksasi PPh Pasal 25, dan restitusi PPN pada 19 sektor tertentu. Estimasi empat insentif pajak itu senilai 22,92 triliun.
”Stimulus pada paket kedua kurang progresif. Insentif pajak sebaiknya diberikan untuk semua sektor usaha karena dampak Covid-19 kini merata,” kata Yustinus.
Paket stimulus terkait Covid-19 yang diberikan Indonesia relatif lebih kecil dibandingkan negara lain. Mengutip data Kementerian Keuangan, sejumlah negara mengalokasikan paket stimulus di atas 1 persen produk domestik bruto (PDB), bahkan ada yang mencapai 10 persen PDB.
Adapun stimulus fiskal dan dana penanganan Covid-19 yang dialokasikan Indonesia melalui APBN berkisar Rp 118,3 triliun-Rp 121,3 triliun, kurang dari 1 persen PDB. PDB pada 2019 sebesar Rp 15.883,9 triliun. Adapun paket stimulus satu Rp 10,3 triliun, dan paket stimulus dua Rp 22,9 triliun.
Stimulus dimatangkan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah masih mematangkan tambahan insentif pajak dalam paket stimulus jilid tiga. Saat ini semua negara, termasuk Indonesia, fokus menangani ancaman kesehatan; memperkecil pemutusan hubungan kerja; menyelamatkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM); serta menghindari risiko kebangkrutan perusahaan.
”Langkah-langkah yang dilakukan hampir sama dengan negara lain, tetapi dalam konteks berbeda,” kata Sri Mulyani.
Presiden akan secara resmi mengumumkan isi paket stimulus ketiga. Namun, intinya stimulus tetap difokuskan untuk bidang kesehatan, jaring pengaman sosial, dan membantu dunia usaha. Ada beberapa kebijakan dalam paket ketiga yang kini sudah ditetapkan, seperti peningkatan jaring pengaman sosial.
Secara terpisah, Kepala Ekonom UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja mengatakan, Indonesia harus segera melancarkan kebijakan kontra siklus yang lebih ekspansif untuk menangani Covid-19. Stimulus fiskal dirancang terarah dan terukur untuk UMKM, yang menjadi motor penggerak ekonomi.
”Paket stimulus Jilid III harus diarahkan untuk memberikan likuiditas langsung ke konsumen dan korporasi,” kata Enrico.
Pemerintah tidak perlu khawatir defisit anggaran melebar lebih dari 3 persen PDB. Pelaku pasar akan memaklumi karena pandemi Covid-19 terjadi ketika perekonomian melambat dan penerimaan pajak anjlok. Relaksasi pajak dan stimulus fiskal yang terarah dan terukur menjadi perhatian investor saat ini.