Komite Stabilitas Sistem Keuangan melakukan langkah-langkah luar biasa agar krisis kesehatan akibat pandemi Covid-19 tidak berubah menjadi krisis ekonomi.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komite Stabilitas Sistem Keuangan menyiapkan langkah-langkah luar biasa untuk mencegah krisis kesehatan dan kemanusiaan menjalar ke krisis ekonomi dan keuangan. Langkah yang disiapkan adalah kombinasi kebijakan fiskal, moneter, dan relaksasi sektor keuangan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, eskalasi pandemi Covid-19 yang sangat cepat membuat langkah penanganan yang ada belum memadai. Berdasarkan asesmen kondisi perekonomian dan sektor keuangan terkini diperlukan langkah luar biasa untuk menangani dan mencegah krisis ekonomi.
Di dalam negeri, eskalasi pandemi Covid-19 menyebabkan penurunan daya beli dan konsumsi masyarakat, penundaan dan penurunan investasi, penurunan ekspor-impor, penurunan keuntungan, hingga kebangkrutan dunia usaha.
Covid-19 juga mengganggu stabilitas sektor keuangan Indonesia yang terefleksi pada volatilitas pasar saham, pasar surat berharga, depresiasi nilai tukar rupiah, peningkatan radio kredit macet (non performing loan/NPL), persoalan likuiditas, dan risiko kepailitan (insolvency). Stabilitas sektor keuangan saat ini berada pada level normal-siaga.
”Jika Covid-19 bisa diatasi dan situasi saat ini ditangani segera, tantangan sektor keuangan akan lebih rendah,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang diselenggarakan secara virtual dari Jakarta, Rabu (1/4/2020).
Kementerian Keuangan membuat dua skenario proyeksi ekonomi makro tahun 2020. Pertumbuhan ekonomi dalam skenario buruk diperkirakan melambat menjadi 2,3 persen. Bahkan, skenario lebih buruk menjadi negatif 0,4 persen. Perlambatan pertumbuhan ekonomi akan dibarengi kenaikan inflasi dan depresiasi nilai tukar rupiah.
Untuk mengantisipasi skenario buruk itu, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan menyiapkan langkah-langkah luar biasa. Landasan hukumnya berupa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19.
Sri Mulyani menuturkan, langkah luar biasa terkait fiskal mengubah beberapa kebijakan keuangan negara, antara lain pelebaran defisit APBN di atas 3 persen, perubahan postur dan atau rincian APBN, pemberian insentif dan relaksasi perpajakan, serta penerbitan obligasi pemerintah atau pandemic bond dan pinjaman.
Di sektor keuangan, perppu memperluas wewenang KSSK untuk mencegah krisis, mengizinkan BI membeli surat berharga negara (SBN) berjangka panjang di pasar perdana, memberi pinjaman bagi LPS untuk program restrukturisasi perbankan, serta meminta OJK melakukan konsolidasi lembaga jasa keuangan (merger) jika diperlukan.
”Skenario dan langkah luar biasa yang disiapkan untuk mencegah terjadinya krisis (forward looking) atau jangan sampai terjadi jittery lebih lanjut,” kata Sri Mulyani.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menambahkan, pemerintah akan mengupayakan skenario perekonomian yang moderat. Berbagai langkah luar biasa yang ditempuh dalam kebijakan keuangan negara dan sektor keuangan bersifat antisipatif. Beberapa ketentuan perppu akan didetailkan dalam peraturan presiden.
Skenario dan langkah luar biasa yang disiapkan untuk mencegah terjadinya krisis.
Berhati-hati
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, skenario paling buruk perekonomian Indonesia akan diantisipasi agar tidak terjadi. Pemberian kewenangan bagi BI untuk membeli SBN di pasar perdana bukan sebagai pembeli utama, tetapi terakhir. Maksud dari wewenang itu untuk membantu pemerintah membiayai defisit fiskal.
”BI tidak boleh membiayai defisit fiskal hanya berlaku dalam kondisi normal. Sekarang yang dihadapi adalah tidak normal,” kata Perry.
Pemerintah berencana menerbitkan pandemic bond untuk pembiayaan defisit APBN yang diperkirakan 5,07 persen produk domestik bruto. Pandemic bond yang diterbitkan dalam denominasi rupiah ini dapat dibeli oleh swasta dan BI di pasar perdana. BI menjamin kebijakan ini akan dilakukan secara hati-hati dan pruden.
Menurut Perry, dalam kondisi tidak normal, BI juga diperbolehkan membeli surat berharga yang diterbikan LPS untuk biaya penanganan masalah solvabilitas bank sistemik dan bank selain bank sistemik. Namun, wewenang pembelian surat berharga LPS ini diharapkan tidak terjadi.
Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah menegaskan, wewenang penerbitan surat utang tetap menggunakan mekanisme pasar. LPS harus menjaga agar dana yang dimiliki benar-benar cukup untuk mengantisipasi dampak Covid-19 terhadap sektor keuangan, terutama perbankan.
”Penerbitan surat utang ini memang bagian dari strategi LPS mencari dana,” kata Halim.
Selain dari penerbitan surat utang, sumber dana LPS berasal dari premi yang dibayarkan bank setiap tahun sebesar 0,2 persen dari simpanan yang dimiliki, serta dari hasil penjualan dan penanganan bank yang gagal. LPS juga membuka opsi untuk menaikkan nilai simpanan menjadi Rp 2 miliar per rekening per bank.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso menambahkan, konsolidasi perbankan dimungkinkan apabila kondisi perekonomian makin memburuk. Fokus kebijakan jasa keuangan saat ini adalah menjaga kepercayaan masyarakat agar tidak memicu sentimen negatif di pasar.