Sosialisasi Relaksasi Kredit bagi UMKM Belum Optimal
Pemerintah beserta perbankan, termasuk industri keuangan nonbank, harus lebih menggencarkan sosialisasi terkait relaksasi kredit bagi UMKM. Sebab, informasi tersebut belum dipahami para pelaku UMKM yang membutuhkan.
Oleh
Sharon Patricia
·5 menit baca
Sudah lebih dari dua minggu, aktivitas ekonomi para pelaku usaha mikro kecil dan menengah terpukul akibat merebaknya pandemi coronavirus disease atau Covid-19. Meski sudah ada aturan kelonggaran berupa relaksasi kredit dari Otoritas Jasa Keuangan, mereka mengaku belum paham bagaimana memanfaatkannya.
Selvi (34), pedagang ayam penyet di Pasar Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, menyampaikan, keadaan ekonomi yang ia hadapi semakin sulit, khususnya untuk menyisihkan pendapatan harian karena berkurangnya pembeli. Omzet pun turun drastis dari sekitar Rp 1,5 juta per hari menjadi Rp 400.000 per hari.
Sebagai modal usaha, Selvi yang mengajukan pinjaman ke bank pemerintah mengaku kesulitan untuk memenuhi kewajiban cicilan apabila keadaan masih sepi pembeli. Setiap bulan, ia harus membayar sekitar Rp 1,2 juta selama dua tahun untuk total pinjaman Rp 25 juta.
”Meskipun sepi, saya tetap jualan setiap hari, kecuali Minggu. Saya percaya kalau telaten, rezeki ada aja. Tapi memang, kalau biasanya saya bisa nyisihin Rp 50.000 per hari untuk bayar cicilan, sekarang uangnya habis terus untuk keperluan sehari-hari dan modal usaha,” kata Selvi.
Di tengah keadaan ekonomi yang sulit, ia berharap cicilan per bulan dapat ditunda. ”Saya inginnya bisa ditunda dulu bayar cicilannya, kan, selama delapan kali sudah bayar juga lancar. Nanti kalau ekonomi sudah bagus, saya bisa bayar lagi,” ujarnya saat dihubungi Kompas, Kamis (2/4/2020).
Selvi mengaku tidak tahu ada aturan kelonggaran berupa relaksasi kredit di bawah Rp 10 miliar, baik kredit yang diberikan oleh perbankan maupun industri keuangan nonbank. Aturan yang bertujuan untuk merespons keluhan-keluhan yang dihadapi para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Suhermi (51), pedagang nasi komplet di Pasar Santa, Jakarta Selatan, juga mengaku belum paham bagaimana mengajukan permohonan relaksasi kredit. Ia mengetahui informasi tersebut dari teman-temannya, tetapi pihak bank sama sekali belum memberikan informasi secara langsung.
Dalam menjalankan usaha, Suhermi meminjam modal usaha ke bank pemerintah Rp 100 juta yang akan dicicil selama 4 tahun dengan besar angsuran Rp 2,8 juta per bulan. Dengan omzet harian yang berkurang dari Rp 2,2 juta menjadi Rp 200.000, ia khawatir tidak dapat membayar cicilan bulan depan.
”Saya sudah bayar cicilan untuk Maret 2020, tetapi bulan ini saya enggak tahu bisa bayar apa enggak. Sudah dua minggu saya enggak berani jualan nasi komplet karena pembelinya juga enggak ada. Jadi, saya jualan ketan sama gorengan saja, untungnya jelas berkurang banget,” kata Suhermi.
Ia berharap pihak bank dapat memberikan sosialisasi terkait dengan kelonggaran kredit. Sebab, ia membutuhkan bantuan tersebut, tetapi tidak tahu bagaimana mendapatkannya.
Sosialisasi
Dalam rangka membantu para pelaku UMKM, pada 13 Maret 2020, OJK mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) Republik Indonesia Nomor 11 /Pojk.03/2020 Tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. Aturan ini menetapkan pemberian kelonggaran berupa relaksasi kredit dengan plafon maksimal Rp 10 miliar.
Pada 31 Maret 2020, sejumlah perbankan dan industri keuangan nonbank juga telah menyampaikan pengumuman resmi terkait dengan mekanisme mengajukan permohonan relaksasi kredit. Secara umum, debitur yang hendak mengajukan relaksasi kredit diminta untuk menghubungi pihak bank.
Atas peraturan-peraturan ini, Ketua UMKM Ikhsan Ingratubun menilai, seharusnya dilakukan sosialisasi yang lebih masif agar para debitur yang merupakan pelaku UMKM dan terkena dampak Covid-19 menjadi paham. Apabila hanya berupa pengumuman resmi tanpa adanya tata cara pengajuan yang rinci, masyarakat tentu akan kesulitan.
Menurut Ikhsan, lembaga perbankan dan industri keuangan nonbank sebaiknya membuat diagram yang memudahkan debitur memahami alur pengajuan relaksasi kredit. Pengumuman juga harus disebar ke berbagai media sosial yang sering dilihat oleh masyarakat, khususnya pelaku UMKM.
”Sebab, penghasil produk domestik bruto terbesar dan jenis usaha yang mampu menyerap tenaga kerja terbanyak itu, kan, UMKM. Jadi, merekalah yang harus ditolong untuk kembali menghidupkan ekonomi Indonesia,” kata Ikhsan.
Data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, pada 2018, menunjukkan, jumlah UMKM mencapai 64,19 juta unit (99,99 persen). Dari jumlah tersebut, UMKM mampu menyerap 116,98 juta (97 persen) tenaga kerja.
Pemerintah pun telah menetapkan realokasi anggaran di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2020 sebesar Rp 405,1 triliun. Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp 150 triliun dialokasikan untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional, termasuk restrukturisasi kredit serta penjamin dan pembiayaan dunia usaha, khususnya UMKM.
Pengajuan relaksasi kredit
Sekretaris Korporasi Bank Rakyat Indonesia (BRI) Amam Sukriyanto menjelaskan, BRI memiliki berbagai alternatif skema restrukturisasi, yakni penurunan tingkat suku bunga, perpanjangan jangka waktu kredit atau penjadwalan kembali, perubahan skim kredit, serta cara angsuran sesuai ketentuan restrukturisasi yang berlaku. Sektor ekonomi yang mendapatkan keringanan antara lain pertanian, pertambangan, pengolahan, perdagangan, transportasi, perhotelan, dan pariwisata.
”Selain itu, kriteria lain yang harus dipenuhi oleh debitur ialah usahanya masih memiliki prospek yang baik dan secara personal yang bersangkutan memiliki itikad baik untuk kooperatif terhadap upaya restrukturisasi yang akan dijalankan,” kata Amam.
Bagi nasabah UMKM BRI yang mengalami penurunan usaha akibat terdampak Covid-19, kata Amam, dapat menghubungi relationship manager pengelola kredit dan mengisi formulir aplikasi restrukturisasi melalui surat elektronik (e-mail) atau datang langsung ke kantor BRI pengelola kredit. Selanjutnya, BRI akan melakukan analisis kelayakan debitur untuk mendapatkan keringanan.
Namun, untuk tetap melaksanakan imbauan physical distancing, mekanisme pengajuan permohonan oleh debitur sebaiknya disampaikan melalui e-mail atau sarana elektronik lainnya. Pemberitahuan hasil penilaian oleh bank kepada debitur pun akan dilakukan secara daring.
”Seluruh proses tersebut akan dilakukan sesuai standar agar berjalan baik dan tentunya disesuaikan dengan ketentuan internal yang berlaku di BRI, serta menjadi kewenangan dan kompetensi bank untuk menentukan mana yang perlu restrukturisasi dan mana yang tidak perlu. Semua biaya proses dan materai pun ditanggung oleh BRI,” ucap Amam.
Dengan adanya sosialisasi yang masif, diharapkan para pelaku UMKM yang terdampak Covid-19 dapat memanfaatkan relaksasi kredit. Upaya ini penting untuk tetap menghidupkan ekonomi pelaku UMKM sebagai garda terdepan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.