Penghasilan Hilang tetapi Bantuan Belum Datang, Warga Pun Terpaksa Berutang
Berutang kini menjadi alternatif sejumlah warga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di tengah hambatan ekonomi karena pandemi Covid-19.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
Pada siang hari yang panas, Kamis (2/4/2020), Jufri (38) mengipas-ngipas badannya yang kegerahan di rumah kontrakannya yang sempit. Jika mengingat beberapa minggu lalu, pada waktu yang sama, ia sibuk mengipas-ngipas sosis bakar yang dijajakan di depan rumah kontrakan tersebut.
Kebijakan pembatasan sosial untuk mencegah penularan Covid-19 membuat ia tak lagi berjualan sejak seminggu terakhir. Unit waralaba yang biasa mengirim bahan produksi jualannya menghentikan layanan untuk sementara waktu. Asap bakaran sosis tidak lagi mengebul. Kantongnya pun tak lagi menyembul.
Biaya kontrakan Rp 500.000, yang termasuk biaya listrik dan air, di bulan Maret sudah ditagih pemilik. Namun, ia meminta kompromi pemilik kontrakan agar bisa berutang.
Dengan tabungannya yang tidak bersisa banyak, ia juga harus mengirit uang untuk tetap hidup. Bantuan dari pemerintah juga ia harapkan. Namun, ia tidak yakin apakah bantuan akan menjangkaunya dalam waktu dekat.
”Makanya, saya pilih berutang daripada menunggu bantuan yang tidak pasti kapan turunnya. Belum tentu juga, kan, saya dapat bantuan atau enggak,” ujarnya pahit saat ditemui di kawasan Kramatjati, Jakarta Timur.
Ati, warga di daerah sama yang merasakan dampak ekonomi akibat pandemi, juga hanya memikirkan berutang sebagai solusi keuangan keluarga. Meski usaha berdagang sayur di dekat rumahnya masih berjalan, sang suami yang bekerja sebagai pelayan kebersihan di pusat perbelanjaan mulai terancam pemutusan hubungan kerja.
”Penghasilan sekarang mudah-mudahan masih cukup untuk bayar utang dan makan bulan ini. Tetapi, saya sama suami enggak tahu nasib ke depan seperti apa,” kata Ati saat dihubungi Kompas.
Sejauh ini, keluarga yang tidak terdaftar Program Keluarga Harapan (PKH) itu sudah mendengar kabar bahwa pemerintah daerah dan pusat akan memberikan bantuan langsung tunai. Akan tetapi, ia belum mengetahui secara pasti bagaimana bantuan itu bisa didapat.
Dalam konferensi video pembukaan rapat terbatas Kamis ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan, ada sekitar 3,6 juta orang di Jakarta yang perekonomiannya terdampak kebijakan pembatasan sosial.
Berdasarkan rencana yang telah dibuat, mereka akan mendapat bantuan sosial dari pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Pemprov DKI Jakarta dikabarkan sudah menyalurkan bantuan kepada 1,1 juta penerima.
Efektifkan bantuan
Pengamat kebijakan publik Achmad Nur Hidayat menilai, pemerintah perlu memastikan bantuan efektif untuk memulihkan roda perekonomian sekaligus mencegah penularan penyakit.
”Pemerintah jangan sekadar umumkan angka-angka untuk meredakan ketegangan. Stimulus ini harus diperhitungkan agar menyelamatkan jiwa dan ekonomi,” ujarnya dalam konferensi video bertajuk ”Membangun Tindakan Kolektif Melawan Corona”, Rabu (1/4/2020).
Bantuan yang diberikan, menurut dia, harus tepat secara nominal. Hal itu agar bantuan yang diberikan bisa benar-benar dimanfaatkan untuk konsumsi supaya masyarakat tak menderita dan tak harus berutang.
Saat ini, pemerintah menganggarkan Rp 110 triliun untuk menambah penyaluran PKH bagi 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM), dari per tiga bulan menjadi tiap bulan. Jumlah KPM juga ditambah dari 9,2 juta KPM menjadi 10 juta KPM.
Di sisi lain, Achmad juga mengingatkan agar pemerintah mengeluarkan bantuan yang membuat masyarakat tetap tinggal di rumah. Kebijakan menambah bantuan kartu prakerja dinilai kurang tepat karena akan membuat masyarakat melanggar kebijakan pembatasan sosial.
”Kalau kartu prakerja ditambah, berarti mereka harus datang ke balai latihan kerja. Ini tidak matching (sesuai), padahal lagi PSSB (pembatasan sosial berskala besar),” ujarnya.
Pemerintah pusat berencana menambah anggaran kartu prakerja dari Rp 10 triliun menjadi Rp 20 triliun. Peserta program akan mendapat insentif Rp 2,55 juta selama empat bulan.
Angka itu terdiri dari insentif pelatihan sebesar Rp 600.000 per bulan dan insentif tambahan pascaprogram Rp 150.000. Peserta juga menerima manfaat biaya kelas pelatihan daring Rp 1 juta. Jumlah peserta tahun ini juga akan ditambah dari 2 juta orang menjadi 5,6 juta orang.
Secara total, pemerintah menganggarkan Rp 405,1 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp 75 triliun dialokasikan untuk belanja bidang kesehatan, Rp 110 triliun untuk perlindungan sosial, Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat (KUR), serta Rp 150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.