Jawa Timur Perlu Rp 1 Triliun untuk Penanganan Wabah
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengatakan, saat ini ada anggaran Rp 364 miliar untuk penanganan wabah virus korona. Jumlah ini masih jauh dari perkiraan kebutuhan setidaknya Rp 1 triliun.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengatakan, saat ini ada anggaran Rp 364 miliar untuk penanganan wabah virus korona. Jumlah ini masih jauh dari perkiraan kebutuhan setidaknya Rp 1 triliun.
Dana Rp 364 miliar itu berasal dari pemangkasan anggaran Pemerintah Provinsi Jatim Rp 164 miliar, dana tidak terduga Pemprov Jatim Rp 100 miliar, dan pemangkasan dana kunjungan kerja DPRD Jatim Rp 100 miliar. Dana yang tersedia sebesar 1,03 persen dari APBD Jatim 2020 yang senilai Rp 35,19 triliun.
Menurut Khofifah di Surabaya, Jumat (3/4/2020, kebutuhan dana untuk penanganan wabah virus korona di Jatim setidaknya Rp 1 triliun atau 2,84 persen dari kekuatan APBD provinsi berpopulasi 40 juta jiwa ini. Belum diputuskan bagaimana Pemprov Jatim akan mencari kekurangan dana hingga ada ketersediaan Rp 1 triliun dimaksud. Namun, DPRD Jatim mengusulkan kekurangan itu bisa ditutupi sebagian dari Rp 4,5 triliun nilai sisa lebih penggunaan anggaran (silpa) tahun 2019 yang menjadi bagian dalam APBD.
Khofifah mengatakan, kebutuhan dana menembus Rp 1 triliun terutama untuk membiayai dua jenis stimulus bagi masyarakat terdampak virus korona. Stimulus dimaksud ialah bantuan padat karya tunai (cash for work) dan jaring pengaman sosial (social safety net) selama setidaknya tiga bulan ke depan.
Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak sebagai Ketua Gugus Sosial Ekonomi Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim mengatakan telah menyelesaikan pencocokan data penerima bantuan pangan nontunai (BPNT) sebagai bagian dari jaring pengaman sosial. Ada 15 juta-20 juta penerima BPNT di Jatim.
Kami sudah siapkan gedung olahraga menjadi tempat darurat penanganan pasien virus korona.
Selain itu, dampak perlambatan ekonomi akibat wabah virus korona telah memukul 3,88 juta pekerja di Jatim. Sebanyak 2,95 juta orang di antaranya tidak termasuk kategori penerima BPNT. Kalangan pekerja inilah yang sedang didata dan diverifikasi untuk menerima bantuan padat karya tunai. Belum dipastikan berapa jumlah penerima bantuan atau tunjangan padat karya tunai se-Jatim.
Terkait dengan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), menurut Khofifah, pihaknya tidak mengeluarkan kebijakan karantina wilayah. Jatim tidak ingin melanggar peraturan yang sudah ada dan sudah diputuskan oleh pemerintah pusat, yakni PSBB. Provinsi mencoba menerapkan kebijakan ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 mengenai PSBB dalam rangka percepatan penanganan Covid-19. Kebijakan itu, antara lain, diterapkan dengan meliburkan kegiatan belajar-mengajar (sekolah), meliburkan kegiatan bekerja aparatur pemerintahan dan sebagian pekerja swasta, serta membatasi kegiatan di tempat umum (ibadah dan rekreasi).
Gubernur Jatim juga tidak secara tegas melarang perantau untuk mudik. Namun, melalui jejaring bupati/wali kota kepada para ketua paguyuban, sudah disampaikan permintaan kepada perantau untuk tidak mudik. Sayangnya, permintaan ini tidak terlalu diindahkan oleh warga Jatim yang berada di perantauan yang memilih mudik.
Pembatasan mobilitas
Kepala Kepolisian Daerah Jatim Inspektur Jenderal Luki Hermawan mengatakan, ada 307 wilayah permukiman dan prasarana umum yang diberlakukan pembatasan mobilitas penduduk. Di setiap lokasi ditempatkan personel TNI dan anggota Polri untuk membatasi pergerakan warga guna mengantisipasi penyebaran virus korona.
Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin yang dihubungi secara terpisah mengatakan telah menutup 40 akses dari dan ke wilayah berjuluk ”Bumi Menak Sopal” itu. Akses hanya melalui tiga jalan nasional Trenggalek dari dan ke Tulungagung (timur), Pacitan (barat daya), dan Ponorogo (barat laut). Di tiga lokasi ini, tim terpadu mendata dan memeriksa semua orang.
Perantau yang pulang kampung setelah lolos pemeriksaan kesehatan ditetapkan sebagai orang dalam pemantauan (ODP). Mereka diberi pita merah dan diharuskan menjalani karantina mandiri dua pekan di rumah masing-masing. Yang kesehatannya terindikasi gejala kena virus korona diisolasi di puskesmas atau rumah sakit dengan status pasien dalam pengawasan (PDP). ”Kami sudah siapkan gedung olahraga menjadi tempat darurat penanganan pasien virus korona,” ujar Arifin.
Kebijakan serupa ditempuh oleh Bupati Pacitan Indartato. Di ”Bumi Seribu Goa” itu disiapkan Gedung Olahraga Pacitan dan Wisma Atlet untuk karantina mandiri ODP dari kalangan pemudik atau tempat darurat penanganan pasien virus korona. ”Di perbatasan kami siagakan tim terpadu untuk pemeriksaan. Kami juga mengawasi secara ketat mobilitas penduduk, setiap kerumunan pasti dibubarkan,” katanya.