Selain mendorong produksi lokal, pemerintah memburu ventilator ke luar negeri, baik melalui pembelian maupun sumbangan. Sebab, stok ventilator yang ada masih jauh dari cukup sehingga berdampak ke penanganan pasien.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Persediaan ventilator untuk memenuhi kebutuhan rumah sakit pelat merah yang menangani pasien Covid-19 baru mencapai setengah dari kebutuhan total. Pemerintah mendorong produksi lokal yang saat ini sedang dikembangkan oleh sejumlah perguruan tinggi. Pemerintah juga memburu ventilator dari negara lain, baik melalui pembelian maupun sumbangan.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir melalui telekonferensi di Jakarta, Selasa (7/4/2020), mengatakan, ada 611 intensive care unit (ICU) di 70 rumah sakit pelat merah di seluruh Indonesia. Namun, stok ventilator masih kurang untuk memenuhi kebutuhan rumah sakit itu. ”Sampai hari ini, dengan segala cara dan upaya, kita baru memenuhi 50 persennya,” kata Erick.
Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, produksi lokal melalui sejumlah perguruan tinggi saat ini sedang berlangsung. Beberapa di antaranya adalah Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Gadjah Mada. Namun, hal yang harus diperhatikan adalah sertifikasi lolos uji dari Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perindustrian.
”Ventilator tentu harus punya standar yang benar dengan izin dari Kementerian Kesehatan. Selama standar sudah sesuai, kami pasti siap membeli dan mendistribusikannya ke rumah sakit-rumah sakit,” kata Erick.
Perusahaan BUMN sendiri, ujarnya, tidak memproduksi ventilator. Oleh karena itu, pihaknya akan fokus pada pembelian dan menerima sumbangan ventilator dari pihak lain. Wakil Menteri Budi Gunadi Sadikin, misalnya, ditugasi untuk mencari ventilator dari negara lain. Lewat akun Twitter pribadinya, @BudiGsadikin, Senin (6/4/2020), Budi meminta bantuan dari CEO Tesla Motors Elon Musk.
Budi mengatakan, ada 70 rumah sakit dengan sekitar 6.500 tempat tidur di Indonesia yang saat ini membutuhkan 300-400 ventilator tambahan secepat mungkin untuk menangani pasien baru. Elon Musk menanggapi permintaan Budi lewat akun Twitternya, @elonmusk.
Elon mengatakan memiliki ventilator untuk diberikan ke rumah sakit di seluruh dunia dalam jangkauan Tesla secara gratis. Namun, donasi itu dengan syarat. ”Perangkat dan biaya pengiriman gratis, tetapi satu-satunya persyaratan, ventilasi dibutuhkan segera untuk pasien, tidak boleh disimpan dalam gudang,” cuit Elon.
Saat ditanyakan, Budi Gunadi mengatakan, ia ditugasi secara khusus oleh Erick Thohir untuk mencari ventilator demi memenuhi kebutuhan dalam negeri. ”Saya ditugasi Pak Menteri, diminta cari ventilator sampai ke ujung dunia. Jadi, termasuk juga ketika Elon Musk nge-tweet, kita kejar juga,” kata Budi.
Budi juga akan meminta bantuan dari negara lain, seperti China dan Rusia, berhubung kedua negara itu disebutnya masih mampu menyuplai dan memproduksi ventilator sendiri. ”Realistisnya, bahkan Amerika Serikat pun kekurangan ventilator banyak sekali. Yang saya dengar masih bisa men-supply itu China dan Rusia. Jadi, sampai ke mana pun, kita cari,” ujar Budi.
Penindakan APD
Selain ventilator, persediaan alat pelindung diri (APD) dan masker di dalam negeri juga terbatas. Kondisi ini semakin sulit karena masih ada pelaku usaha dan masyarakat perorangan yang menimbun APD serta menjualnya kembali dengan harga tinggi ke masyarakat.
Secara terpisah, Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga mengatakan, beberapa kali pihaknya sudah menindak pelaku penimbunan, yakni melalui kerja sama dengan Satuan Tugas Pangan. Tindakan itu diharapkan bisa memberi efek jera agar tidak ada lagi penimbunan dan penjualan APD dan masker dengan harga mahal.
”Itu seharusnya bisa jadi bagian dari shock therapy sehingga tidak ada lagi kasus-kasus serupa ke depan,” kata Jerry.
Ia mengatakan, sampai saat ini, Kementerian Perdagangan memang belum menjatuhkan sanksi administratif terberat, yakni berupa pencabutan izin usaha. Namun, sanksi itu akan dipertimbangkan untuk 33 tersangka yang sudah dijerat polisi karena menimbun dan menaikkan harga APD. Dengan demikian, sanksi pidana dapat dijatuhkan berbarengan dengan sanksi administratif pencabutan izin usaha.
”Kalau sudah melakukan sesuatu yang melanggar hukum pidana, pasti secara administratif juga ada yang salah. Jadi, saya yakin akan kami beri sanksinya, tinggal diteliti dulu,” katanya.
Namun, pencabutan izin usaha, khususnya terhadap produsen dan importir, harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak sampai mengganggu pasokan masker dan APD di dalam negeri. ”Semua sudah kami data, mana yang indikasinya memainkan harga, itu kami pantau terus dan akan kami tindak,” ujar Jerry.