Pekerja Terkena PHK Tanpa Prosedur yang Seharusnya
Di tengah pandemi Covid-19, sejumlah karyawan mengalami pemutusan hubungan kerja secara sepihak yang tentunya merugikan mereka. Pemutusan hubungan kerja tetap harus dilakukan sesuai prosedur.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah korban pemutusan hubungan kerja di tengah pandemi Covid-19 terus bertambah. Meskipun pemutusan hubungan kerja dapat dilakukan, terlebih saat dunia usaha lesu akibat pandemi saat ini, seyogianya tetap memperhatikan kepentingan karyawan yang terkena PHK.
Pada kenyataannya, para karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) ada yang mengaku diberhentikan secara sepihak oleh perusahaan. Hak atas uang pesangon, uang penghargaan, dan uang penggantian hak pun sama sekali tidak didapatkan.
Berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja, per Rabu (8/4/2020), total jumlah pekerja dan buruh yang mengalami PHK dan dirumahkan 1,2 juta orang dari 74.430 perusahaan. Secara rinci, 1,01 juta orang dari 39.977 perusahaan berasal dari sektor formal dan 189.452 orang dari 34.453 perusahaan berasal dari sektor informal.
Dian (34), supervisor di Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Cipta (ISP), Jakarta, mengaku diberhentikan secara sepihak oleh perusahaan terhitung sejak 1 April 2020. Sebelumnya, ia bersama sekitar 600 karyawan lain harus memaksa perusahaan membayarkan gaji pada Maret 2020.
”Saat hari penggajian, kami (karyawan) menunggu sampai sore tidak ada juga (gaji). Akhirnya dibayarkan atas desakan karyawan, tetapi gaji yang dibayarkan tidak sesuai dari yang seharusnya, gaji saya dipotong Rp 300.000,” kata Dian saat dihubungi Kompas, Kamis (9/4/2020).
Setelah bekerja selama enam tahun dan berstatus karyawan tetap, kata Dian, PHK yang dilakukan terhadap dirinya dan karyawan lain tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku. Ia hanya menerima surat edaran melalui surat elektronik (e-mail) dari perusahaan yang menyatakan PHK.
Dalam surat edaran yang diterima Kompa, dikatakan, bisnis perusahaan tidak lagi menghasilkan pendapatan sehingga tidak mungkin lagi membiayai operasional. Artinya, perusahaan tidak lagi mampu membayar gaji, komisi, dan tunjangan untuk semua karyawan.
Managing Director ISP Suwito Ayub mengatakan, perusahaan akan tetap membayar uang pesangon satu kali gaji dengan cara dicicil. Adapun kepada karyawan yang masih dibutuhkan, akan dipanggil kembali dan bekerja sebagai karyawan kontrak selama enam bulan.
PHK juga dialami sejumlah karyawan perusahaan ritel PT Ramayana Lestari Sentosa cabang Depok, Jawa Barat, yang mem-PHK 128 karyawan pada Senin (6/4/2020). PHK dilakukan dengan alasan karena toko terdampak Covid-19 sehingga penjualan menurun hingga 80 persen.
Store Manager Ramayana City Plaza Depok Nukmal Amdar mengatakan, proses PHK sudah melalui tahap perundingan dengan serikat pekerja dan sudah dikoordinasikan juga dengan dinas ketenagakerjaan setempat. Para pekerja Ramayana yang di-PHK akan mendapatkan pesangon sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan (Kompas, 9 April 2020).
Tidak hanya di Depok, karyawan Ramayana cabang Tanah Abang, Jakarta, pun mengalami hal serupa. Bono (43), karyawan Ramayana, menceritakan, sejak Senin (6/4/2020) sudah mulai dilakukan PHK terhadap para karyawan dengan alasan efisiensi akibat pandemi Covid-19.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek) Mirah Sumirat mengatakan, pemberhentian karyawan secara sepihak tidak dapat dibenarkan. Alasan akibat dampak pandemi Covid-19 dinilai hanya untuk ”memanfaatkan” keadaan agar dapat mem-PHK karyawan.
”Di masa sulit seperti ini seharusnya manajemen perusahaan lebih bersikap peduli kepada pekerjanya yang selama ini sudah memberikan kontribusi dan loyalitas terhadap perusahaan. Bukan dengan mem-PHK secara sepihak,” kata Mirah.
Aturan mengenai PHK dalam masa pandemi tetap mengacu pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam Pasal 151 Ayat (3) dikatakan, dalam hal perundingan tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja setelah adanya penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Pasal 164 Ayat (1) UU Ketenagakerjaan menegaskan, pengusaha dapat mem-PHK karena keadaan memaksa (force majeure) dengan ketentuan pekerja tetap berhak atas uang pesangon sebesar 1 kali, uang penghargaan masa kerja sebesar 1 kali, dan uang penggantian hak sesuai ketentuan yang sudah diatur. Pada Pasal 165 disebutkan pula, perusahaan yang pailit juga tetap harus memenuhi hak pekerja atas uang pesangon dengan rincian yang sama dengan keadaan memaksa yang darurat.
Untuk itu, kata Mirah, semua pengusaha di Indonesia diminta bersama-sama memberikan perlindungan kepada pekerja, salah satunya dengan musyawarah antara perusahaan dan karyawan sebelum memutuskan PHK. ”Jangan malah memanfaatkan wabah Covid 19 untuk modus melakukan PHK sepihak yang melanggar UU,” ucapnya.