PSBB, Dari Kesiapan Transportasi hingga Buku Panduan Mudik
Beberapa kebijakan di buku panduan mudik: kendaraan umum diwajibkan mengurangi kapasitas penumpang, sepeda motor tidak dapat membawa penumpang, dan mobil pribadi mengangkut maksimal setengah dari kapasitas penumpang.
Pembatasan sosial berskala besar di Provinsi DKI Jakarta akan mulai berlaku pada Jumat (10/4/2020). Program yang akan berlangsung selama 14 hari itu membutuhkan kesiapan matang di berbagai sektor dari seluruh pemangku kepentingan terkait.
Ketersediaan pangan dan kebutuhan penting lain bagi masyarakat perlu ditopang dengan kelancaran distribusi dan logistik. Mengingat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) bukan karantina wilayah secara total, pergerakan orang yang masih tetap bekerja juga perlu dicermati dan diantisipasi.
Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) misalnya menyebutkan, sebagian besar pelaku usaha sektor tersebut masih bekerja untuk memproduksi makanan dan minuman yang dibutuhkan masyarakat. Itu artinya, masih ada pergerakan orang dari tempat tinggalnya, terutama di kawasan Jabodetabek, ke pabrik-pabrik. Jika pergerakan para pekerja terhambat, produksi pun bisa terhambat.
Di sisi lain, pemerintah juga tidak melarang secara tegas masyarakat yang akan mudik untuk merayakan Lebaran di kampung halaman. Artinya, ada potensi pergerakan orang secara massal yang perlu diantisipasi pemerintah dan pemangku kepentingan terkait, terutama di sektor transportasi.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) berkomitmen untuk mengendalikan transportasi untuk mencegah penyebaran Covid-19, penyakit yang disebabkan virus korona baru. Saat ini, Kemenhub sedang mematangkan peraturan menteri perhubungan (permenhub) terkait hal tersebut.
”Permenhub ini pada intinya akan mengatur pengendalian transportasi dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19,” kata Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati melalui siaran pers di Jakarta, Rabu (8/4/2020).
Baca juga : Jaminan Kelancaran Produksi dan Distribusi Dibutuhkan
Peraturan tersebut juga akan mengatur pengendalian kegiatan transportasi di daerah yang telah ditetapkan sebagai daerah yang dapat menerapkan PSBB oleh Kementerian Kesehatan. Peraturan itu juga akan menjadi pedoman dan petunjuk teknis pengendalian mudik tahun ini.
Pedoman mudik
Adita menuturkan, permenhub tersebut mengacu Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB dalam rangka Percepatan Penanganan Covid-19. Selain itu, permenhub itu juga merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB.
”Kami sedang memfinalisasi Buku Panduan atau Petunjuk Teknis Mudik 2020. Ada beberapa kebijakan yang akan diterapkan terkait pengetatan kegiatan mudik,” ujarnya.
Baca juga : PSBB Berlaku Jumat Pekan Ini
Kebijakan itu antara lain pengaturan jarak fisik pada angkutan umum, di antaranya dengan mengurangi kapasitas penumpang. Pengaturan jarak fisik juga diberlakukan untuk kendaraan pribadi. Sepeda motor tidak dapat membawa penumpang. Mobil pribadi mengangkut maksimal setengah dari kapasitas penumpang.
Kebijakan itu antara lain pengaturan jarak fisik pada angkutan umum, di antaranya dengan mengurangi kapasitas penumpang. Sepeda motor tidak dapat membawa penumpang. Mobil pribadi mengangkut maksimal setengah dari kapasitas penumpang.
Masyarakat yang bersikeras tetap mudik, terutama dari wilayah yang ditetapkan berlaku PSBB, harus mengisolasi mandiri selama 14 hari setelah kedatangan di tempat mudik. Setelah kembali ke perantauan, mereka juga harus mengisolasi mandiri selama 14 hari.
”Kami berharap aturan ketat ini akan menurunkan keinginan masyarakat melakukan perjalanan antarkota, khususnya dari dan ke daerah yang sudah ditetapkan PSBB, termasuk mudik, yang pada akhirnya turut mencegah penyebaran Covid-19,” kata Adita.
Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Kemenhub beberapa waktu lalu melakukan survei dalam jaringan (online) terkait pengaruh wabah Covid-19 terhadap penyelenggaraan angkutan Lebaran 2020.
Lihat juga : Video Berita: Jika Sayang Keluarga, Jangan Mudik
Hasil survei itu menunjukkan, sebanyak 56 persen dari total 42.000 responden yang tersebar di seluruh Indonesia menyatakan tidak akan mudik. Adapun sebanyak 37 persen mengaku belum memutuskan mudik dan 7 persen sudah mudik.
Hasil survei itu menunjukkan, sebanyak 56 persen dari total 42.000 responden yang tersebar di seluruh Indonesia menyatakan tidak akan mudik. Adapun sebanyak 37 persen mengaku belum memutuskan mudik dan 7 persen sudah mudik.
Sebelumnya, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia Pusat Djoko Setijowarno menilai, pencegahan penularan Covid-19 melalui pembatasan moda transportasi tidak cukup apabila hanya dilakukan dengan memperhatikan jumlah penumpang dan menjaga jarak antarpenumpang.
Hal paling mendasar untuk mencegah penularan Covid-19 di sektor transportasi adalah memastikan kesehatan penumpang, pengemudi, dan awak moda transportasi. ”Jadi harus juga ada jaminan penumpang atau pemudik, sopir, dan awak kendaraan itu sehat,” kata Djoko.
Menurut Djoko, jaminan kesehatan penumpang dan awak kendaraan penting untuk memastikan tidak ada penularan Covid-19 melalui moda transportasi dari satu tempat ke tempat lain. Meski jarak antarpenumpang di suatu kendaraan dijaga, potensi penularan tetap dimungkinkan ketika ada penumpang atau awak di kendaraan tersebut yang positif Covid-19.
”Terlebih ketika mereka berada bersama-sama dalam ruang di kendaraan, termasuk yang ber-AC, dalam kurun waktu tertentu,” ujarnya.
Guru Besar Departemen Kedokteran Keluarga dan Komunitas Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Hari Kusnanto, dalam kolom Opini harian Kompas pada 6 April 2020, mengatakan, mudik di tengah menyebarnya Covid-19 tidak dianjurkan, tetapi aliran mudik kali ini sulit dibendung.
Pengalaman krisis ekonomi 1998, mereka yang kehilangan pekerjaan di kota-kota besar memilih berjuang di daerah, khususnya di desa, untuk memenuhi kebutuhan pokok. Kegiatan ekonomi di kota sudah sangat melambat, masyarakat tidak mampu lagi menyiasati penghidupan mereka jika tetap bertahan di daerah perkotaan.
Masalahnya menjadi tidak sederhana ketika mudik dikhawatirkan membawa gelombang baru penularan virus korona kepada penduduk yang tidak memiliki kekebalan. Pada saat ini, lebih dari 70 persen kasus Covid-19 yang dilaporkan berasal dari Jakarta, Banten, dan Jawa Barat, sementara tujuan mudik berada di luar wilayah-wilayah wabah tersebut.
Fenomena mudik yang dihambat, tetapi sulit dicegah, mengharuskan petugas kesehatan dan masyarakat untuk bersama mencermati dan mengimplementasikan secara lebih ketat upaya-upaya pencegahan transmisi virus korona.
Ketika pemerintah dan masyarakat, terutama petugas rumah sakit, masih berkutat dengan mengamankan pasien dan petugas rumah sakit dari penularan virus korona dan komplikasi penyakit Covid-19 yang bisa berakhir fatal, fenomena mudik yang dihambat, tetapi sulit dicegah, mengharuskan petugas kesehatan dan masyarakat untuk bersama mencermati dan mengimplementasikan secara lebih ketat upaya-upaya pencegahan transmisi virus korona.
”Pendekatan berpusat komunitas (community-centered) harus menyertai penanganan berpusat pasien (patient-centered), tidak cukup dengan wacana ”Anda tinggal di rumah buat kami, saat kami bekerja untuk Anda”, tulis Hari.
Baca juga : Mudik di Tengah Wabah Covid-19
Pemerintah sudah mengambil keputusan untuk memilih PSBB dan memitigasi berbagai risiko penularan Covid-19 di bidang transportasi, meski masih ada celah-celah yang perlu ditambal. Berbagai kalangan akademisi juga telah banyak berpendapat tentang PSBB dan mudik di tengah pandemi Covid-19. Kini saatnya masyarakat untuk memilih dan mengambil keputusan secara bijak.