Industri Plastik Berupaya Isi Celah Pasar di Tengah Pandemi
Belanja daring pasti akan membutuhkan plastik kemasan, termasuk yang sekali pakai. Di beberapa negara luar pun toko-toko sudah tidak mau memakai wadah yang bisa dipakai ulang karena mereka takut terkontaminasi.
Oleh
cyprianus anto saptowalyono
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 semakin berimbas ke berbagai sektor industri besar, menengah, dan kecil. Namun, tetap ada industri-industri yang berupaya mempertahankan usaha di tengah kondisi berat dengan mencermati celah kebutuhan di pasar.
Penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di DKI Jakarta pada Jumat (10/4/2020) dan beberapa implikasinya membuka ceruk tersendiri bagi beberapa pelaku industri. Salah satunya dari industri olefin, aromatik, dan plastik.
”Permintaan plastik kemasan memang sedang turun karena ada penurunan di sektor makanan-minuman sekitar 30 persen,” kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiyono ketika dihubungi di Jakarta.
Meskipun demikian, Fajar menuturkan, Inaplas optimistis permintaan plastik pasti akan meningkat seiring dengan penerapan PSBB. Dengan PSBB, akses masyarakat akan terbatas, padahal mereka membutuhkan makanan dan minuman.
Secara otomatis, masyarakat akan membeli makanan dan minuman secara daring. Sejak pemerintah mengimbau agar masyarakat belajar dan bekerja di rumah, masyarakat menjadi semakin terbiasa belanja secara daring.
”Belanja daring ini pasti akan membutuhkan plastik kemasan, termasuk yang sekali pakai. Di beberapa negara luar pun toko-toko sudah tidak mau memakai wadah yang bisa dipakai ulang karena mereka takut terkontaminasi,” ujarnya.
Belanja daring ini pasti akan membutuhkan plastik kemasan, termasuk yang sekali pakai. Di beberapa negara luar pun toko-toko sudah tidak mau memakai wadah yang bisa dipakai ulang karena mereka takut terkontaminasi.
Menurut Fajar, kantong plastik juga akan banyak digunakan penjual sayur untuk mengirim sayur ke rumah-rumah warga yang tidak bisa berbelanja di pasar. Belanja sayur ini juga bisa dilakukan melalui pesan singkat Whatsapp dan aplikasi.
Inaplas optimistis permintaan plastik pasti akan naik. Saat ini, stok produk kemasan dan plastik masih banyak karena sudah disiapkan Inaplas untuk memenuhi kebutuhan plastik pada Ramadhan dan Lebaran.
”Kami berkomitmen mempertahankan usaha dan meminimalkan pengurangan karyawan. Ada juga pabrik yang terpaksa tidak dapat memperpanjang karyawan kontrak yang kontraknya sudah habis,” katanya.
Di sisi lain, Inaplas juga khawatir PSBB akan menyebabkan produksi tidak optimal. Kapasitas produksi diperkirakan turun kendati permintaan diperkirakan melonjak.
”Kami berharap agar pemerintah menjamin dan mengawal industri kemasan plastik ini untuk berproduksi dan mendistribusikan produknya agar tidak langka di pasar,” kata Fajar.
Kami berharap agar pemerintah menjamin dan mengawal industri kemasan plastik ini untuk berproduksi dan mendistribusikan produknya agar tidak langka di pasar.
Inaplas mencatat, saat ini ada sekitar 300 produsen kemasan dan kantong plastik berkapasitas di atas 50 ton per bulan. Sekitar 50 persen pabrik plastik tersebut ada di Jawa Tengah, 25 persen di Jawa Timur, dan sisanya di Jawa Barat, termasuk Jabodetabek.
Sementara yang berkapasitas di bawah 50 ton banyak sekali dan tersebar di sejumlah daerah di Indonesia. Mereka masuk dalam kategori usaha kecil menengah (UKM).
Ventilator
Sementara itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengapresiasi sejumlah perguruan tinggi yang berminat memproduksi ventilator. Produksi ventilator saat ini menjadi hal penting karena peranti tersebut dibutuhkan dalam jumlah banyak sebagai upaya penanganan pasien Covid-19.
Kemenperin mencatat empat perguruan tinggi yang sedang melakukan proses produksi ventilator, yakni Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Indonesia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, dan Institut Teknologi Bandung (ITB).
Pemerintah mendorong perguruan tinggi menjalin kerja sama dengan pelaku industri. ”Kolaborasi ini untuk mempercepat proses produksi ataupun membantu penyediaan bahan baku utama ventilator,” kata Agus dalam siaran pers.
UGM disebutkan menggandeng PT Yogya Presisi Teknikatama Industri (YPTI) yang berperan sebagai integrator proyek, pembuatan purwarupa, dan pengembang perangkat keras. YPTI bermitra dengan PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia dan pemasok komponennya untuk memenuhi kebutuhan rantai pasok bahan baku.
Tim ITB menggandeng industri yang berada di bawah Kementerian BUMN, yakni PT Dirgantara Indonesia, PT Len Industri, dan PT Pindad.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kemenperin Muhammad Khayam menuturkan, pemerintah menyiapkan sejumlah stimulus untuk mempercepat produksi ventilator. Stimulus dimaksud di antaranya kemudahan ketentuan larangan terbatas impor bahan baku atau komponen ventilator.