Harga Gas Turun, Jangan Berbelit dalam Pelaksanaannya
Sejumlah asosiasi mengapresiasi keputusan pemerintah menurunkan harga gas untuk sektor industri tertentu. Ketentuan baru harga gas diharapkan segera terealisasi tanpa birokrasi yang berbelit dalam pelaksanaannya.
Oleh
M Paschalia Judith J / Aris Prasetyo / C Anto Saptowalyono
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menerbitkan aturan baru tentang harga gas bumi untuk industri. Lewat ketentuan ini, industri bisa menikmati harga gas yang lebih rendah, yakni 6 dollar AS per juta metrik british thermal unit atau MMBTU sehingga daya saing dan produktivitasnya diharapkan naik.
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 8 Tahun 2020 tentang Cara Penetapan Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri. Ada tujuh sektor yang mendapatkan harga gas tertentu itu, yakni industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
Wakil Ketua Komite Industri Hulu dan Petrokimia Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Achmad Widjaja mengatakan, Kadin berharap PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk atau PGN segera mengeksekusi keputusan pemerintah tersebut. Para pelaku usaha juga berharap birokrasi tidak berbelit dalam penerapannya.
Semua sektor industri yang berhak harus benar-benar merasakannya. ”Jangan ada biaya tambahan lagi (surcharge). Ketentuan itu harus dijalankan tanpa pengecualian bagi sektor industri yang mendapatkan harga 6 dollar AS per MMBTU,” kata Achmad, saat dihubungi di Jakarta, Rabu (15/4/2020).
Ketentuan itu dinilai membantu industri pengguna yang terdampak pandemi Covid-19. Menurut Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, harga gas bagi industri berperan strategis dalam struktur biaya produksi dan menentukan daya saing. Oleh sebab itu, harga gas harus kompetitif agar industri lebih efisien.
Dalam keterangannya, Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama menyatakan, perusahaan akan segera menyesuaikan harga gas ke pelanggan industri yang ditetapkan pemerintah. PGN berharap kebijakan itu tidak mengganggu kas perusahaan sehingga proyek infrastruktur gas yang dikerjakan PGN bisa tetap berjalan tanpa membebani keuangan negara.
”Kami yakin pemerintah sudah memperhitungkan dampak keuangan dan kemampuan PGN dalam mengembangkan infrastruktur dan pemanfaatan gas bumi nasional di masa mendatang,” kata Rachmat.
Beberapa proyek infrastruktur gas bumi yang hendak dikerjakan PGN hingga 2024 adalah pipa transmisi sepanjang 528 kilometer (km), pipa distribusi sepanjang 500 km, 7 stasiun pengisian gas alam cair (LNG) untuk truk atau kapal, 5 kapal penyimpanan dan regasifikasi terapung (FSRU), serta 3,59 juta sambungan rumah tangga untuk proyek jaringan gas rumah tangga.
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, agar harga gas mencapai 6 dollar AS per MMBTU, harga gas di hulu diturunkan jadi 4-4,5 dollar AS per MMBTU. Sementara ongkos pengangkutan gas diturunkan 1,5-2 dollar AS per MMBTU. Konsekuensinya, penerimaan negara berkurang.
Selama ini, negara mendapat bagian 2 dollar AS per MMBTU dalam produksi gas di hulu. Dari skenario yang disusun pemerintah, jika bagian itu dihapus, penerimaan negara berkurang Rp 53,86 triliun. Namun, ada potensi manfaat Rp 85,84 triliun dari penambahan pajak pelaku industri, perorangan, atau bea masuk.
Apresiasi
Sejumlah asosiasi industri mengapresiasi langkah pemerintah tersebut. Apresiasi itu antara lain dari Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman, Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki), dan Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik.
Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik, Fajar Budiyono, harga gas 6 dollar AS per MMBTU untuk industri petrokimia akan menurunkan harga jual produk sekitar 2 dollar AS per ton. Penurunan harga jual meningkatkan daya saing di pasar global.
Penurunan harga gas diharapkan jadi momentum penguatan ekspor sejumlah komoditas hasil produksi industri petrokimia. Ekspor menjadi alternatif karena adanya gejala suplai berlebih dan pelemahan permintaan dari dalam negeri.
Ketua Umum Asaki Edy Suyanto mengatakan, para pelaku industri kini menunggu implementasi kebijakan yang dinanti sejak tiga tahun lalu, yakni ketika Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi terbit. Perpres itu menyebut, jika harga gas tak memenuhi keekonomian industri pengguna dan lebih dari 6 dollar AS per MMBTU, menteri dapat menetapkan harga gas tertentu.
”Asaki meyakini penurunan harga gas ini sangat membantu untuk menyelamatkan industri keramik yang saat ini utilisasi kapasitas produksi nasionalnya anjlok ke level 45-50 persen atau terendah selama ini,” kata Edy.
Peningkatan daya saing industri keramik diharapkan dapat membantu menekan angka impor produk-produk keramik dari China, India, dan Vietnam. ”Data impor Januari-Februari 2020 secara mengejutkan malah meningkat 9 persen dibandingkan periode sama tahun lalu,” ujar Edy.
Penurunan harga gas jadi momentum menaikkan daya saing untuk menembus pasar ASEAN, Australia, dan Asia Timur.
Asaki akan memanfaatkan momentum penurunan harga gas agar dapat lebih berdaya saing dan agresif menembus pasar ASEAN, Australia, dan negara-negara di Asia Timur. Saat ini yang menjadi negara tujuan ekspor utama adalah Malaysia, Filipina, Thailand, Korea Selatan, dan Taiwan. Asaki juga berharap, dalam beberapa tahun ke depan utilisasi naik lagi ke angka 93-95 persen, seperti terjadi di tahun 2012-2013.