Permintaan Kredit Baru Berkurang akibat Terimbas Covid-19
Berdasarkan survei perbankan yang dilakukan Bank Indonesia, pertumbuhan triwulanan terhadap permintaan kredit baru melambat. Berkurangnya aktivitas transaksi masyarakat akibat pandemi Covid-19 menjadi pemicunya.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pertumbuhan permintaan terhadap kredit baru pada awal 2020 ditengarai melambat imbas dari penurunan aktivitas ekonomi masyarakat setelah adanya pandemi Covid-19. Meski begitu, kredit konsumsi tetap bisa menjadi tumpuan mengingat aktivitas belanja daring masyarakat masih berjalan.
Survei Perbankan Bank Indonesia (BI) yang dirilis pada Kamis (16/4/2020) mengindikasikan pertumbuhan kredit baru pada triwulan I-2020 melambat dibandingkan dengan triwulan I-2019 dan triwulan IV-2019. Hal ini tecermin dari saldo bersih tertimbang (SBT) permintaan kredit baru sebesar 23,7 persen, jauh di bawah triwulan IV-2019 yang sebesar 70,6 persen dan triwulan I-2019 sebesar 57,8 persen.
Apabila dirinci berdasarkan sektornya, praktis kredit baru tumbuh melambat di seluruh sektor dengan penurunan terbesar terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian, sektor perdagangan besar dan eceran, serta sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial.
Permintaan kredit konsumsi juga mengalami kontraksi yang tecermin dari SBT permintaan kredit baru konsumsi yang turun dari 75,8 persen pada triwulan IV-2019 menjadi minus 7,6 persen pada triwulan I-2020. Penurunan permintaan kredit konsumsi terutama terjadi pada kredit multiguna dan kredit tanpa agunan.
Meski kontraksi SBT pada kredit konsumsi cukup dalam, sejumlah bank BUKU IV mengatakan bahwa aktivitas transaksi baru menggunakan kartu kredit pada awal tahun masih mencatat pertumbuhan. Meski tumbuh, tekanan tetap terjadi pada pertumbuhan transaksi kartu kredit, imbas dari pandemi Covid-19.
Direktur Konsumer PT Bank CIMB Niaga Tbk Lani Darmawan mengatakan, pertumbuhan transaksi kartu kredit cenderung datar (flat) dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya karena penurunan kegiatan travel. Namun, untungnya, transaksi kartu kredit masih bisa tumbuh didorong oleh aktivitas belanja daring para nasabah.
Sementara itu, SVP Credit Card Group PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Lila Noya mengatakan, penurunan transaksi kartu kredit mulai terjadi pada pertengahan Maret 2020 setelah masyarakat mengimplementasikan pembatasan sosial untuk meminimalkan penyebaran wabah Covid-19.
Penurunan transaksi kartu kredit mulai terjadi pada pertengahan Maret 2020 setelah masyarakat mengimplementasikan pembatasan sosial untuk meminimalkan penyebaran wabah Covid-19.
Penurunan terjadi karena selama ini kontributor terbesar untuk transaksi kartu kredit adalah transaksi travel dan ritel atau toko serba ada (department store). Situasi saat ini membuat transaksi kartu kredit pada Maret 2020 mengalami penurunan hampir 10 persen dibandingkan dengan Februari 2020.
”Dengan kondisi saat ini, transaksi yang volumenya tetap tumbuh adalah transaksi untuk kebutuhan hidup sehari-hari, seperti transaksi groceries atau bahan-bahan makanan di supermarket, minimarket, dan restoran,” kata Lila.
Direktur Konsumer PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Handayani menyatakan, transaksi kartu kredit masih tumbuh ditopang oleh aktivitas transaksi berbasis e-dagang. Jika dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya, pertumbuhan transaksi sebesar 48 persen.
Dalam laporan survei perbankan BI triwulan I-2020, BI memproyeksikan kebijakan penyaluran kredit pada triwulan II-2020 lebih longgar. Perkiraan tersebut terindikasi dari Indeks Lending Standard (ILS) sebesar 9,1 persen, lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yakni 10,9 persen.
Pelonggaran standar penyaluran kredit terutama akan dilakukan untuk jenis kredit modal kerja dan kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Adapun aspek kebijakan penyaluran kredit yang akan diperlonggar, yaitu suku bunga kredit, biaya persetujuan kredit, jangka waktu kredit, dan plafon kredit.
Responden dalam survei ini menyebutkan bahwa perkiraan kinerja penyaluran kredit pada tahun 2020 turut didukung oleh terjaganya kondisi moneter dan ekonomi serta risiko penyaluran kredit.