Kapitalisasi Pasar Modal Masih Berpotensi Tergerus
Kekhawatiran investor akan dampak pandemi Covid-19 terhadap ekonomi dunia membuat negara ”emerging market” seperti Indonesia kurang menarik. Hal itu menyusutkan kapitalisasi pasar saham Indonesia.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia terus merosot seiring dengan tak hentinya laju dana asing yang mengalir keluar dari pasar modal dalam negeri. Meski pekan ini terdapat sejumlah sentimen yang mampu menopang kenaikan indeks saham, peningkatan kapitalisasi pasar masih sulit terjadi dalam waktu dekat.
Apabila dihitung sejak akhir 2019, secara total kapitalisasi pasar telah tergerus hingga Rp 1.898 triliun. Pada 30 Desember 2019, kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia (BEI) tercatat sebesar Rp 7.265 triliun. Adapun pada Jumat akhir pekan lalu, kapitalisasi pasar BEI tinggal Rp 5.367 triliun. Sejak awal tahun pun investor asing telah mencatatkan aksi jual senilai Rp 14,87 triliun.
Anjloknya kapitalisasi pasar terjadi seiring dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sejak awal tahun 2020 sudah tergerus 26,43 persen akibat sentimen pandemi Covid-19. Pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu, IHSG berada di level 4.634,82.
Apabila dihitung sejak akhir 2019, secara total kapitalisasi pasar telah tergerus hingga Rp 1.898 triliun.
Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee mengatakan, penyelesaian penanganan pandemi Covid-19 menjadi kunci utama arah pergerakan pasar saham. Harapan pandemi ini memasuki fase penurunan setelah melalui fase puncak menjadi harapan bagi pemerintah di seluruh dunia.
”Keyakinan wabah akan segera berakhir ini telah menimbulkan harapan di Eropa. Pasalnya, berbagai negara mulai merencanakan pencabutan pembatasan sosial pada kehidupan publik dan bisnis,” ujar Hans saat dihubungi, Minggu (19/4/2020).
Meski begitu, pasar saham juga masih dibayangi sejumlah sentimen negatif berupa rilis data ekonomi dunia yang keluar menunjukkan perlambatan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Hal tersebut membuat IHSG berpotensi kembali melandai di pertengahan pekan dan kapitalisasi pasar kembali tergerus
Menurut Hans, salah satu data yang diyakini Hans akan sangat membebani persepsi investor adalah data penjualan ritel serta perkembangan pengangguran di Amerika Serikat (AS).
Departemen Tenaga Kerja AS mengatakan, jumlah orang yang kehilangan pekerjaan di AS menjadi 22 juta orang selama pandemi Covid-19. Data klaim tunjangan pengangguran mingguan di AS tetap tinggi dan terakhir kali dilaporkan mencapai 5,245 juta klaim. Sebelumnya, klaim tunjangan pengangguran itu sebanyak 3,3 juta klaim, kemudian meningkat 6 juta klaim hingga 6,6 juta klaim.
Departemen Perdagangan AS juga menyebutkan, penjualan ritel di AS sepanjang Maret 2020 juga turun 8,7 persen. Penurunan ini adalah penurunan terbesar dalam periode satu bulan sejak data dirilis pada 1992. Selain itu, S&P Global Economics juga menurunkan prospek ekonomi AS pada 2020 menjadi minus 5,3 persen. Ini jauh lebih buruk dari prakiraan penurunan sebelumnya yang sebesar minus 1,3 persen.
”Selain data ekonomi AS, IHSG juga tertahan pernyataan IMF (Dana Moneter Internasional) yang memprediksi tahun 2020 ekonomi global akan melambat hingga minus 3 persen. Ini menimbulkan kekhawatiran sesudah pandemi ini dunia akan menghadapi resesi global,” tutur Hans.
Sementara itu, Analis Artha Sekuritas, Dennies Christoper Jordan, mengatakan, di saat kondisi pasar dalam tren penurunan, investor akan cenderung memilih saham-saham dengan nilai kapitalisasi pasar yang kecil. Ini juga membut pergerakan kenaikan kapitalisasi pasar saham juga akan melambat.
Selain itu, Dennies juga sepakat bahwa pelonggaran peraturan batasan sosial yang terjadi di sejumlah negara hanya akan menjadi sentimen penguatan yang bersifat jangka pendek. Pasalnya, masih ada banyak ketidakpastian yang menggelayuti pasar finansial global dan domestik.
”Kapitalisasi pasar pekan ini masih berpotensi tergerus karena ada sentimen negatif lain yang akan membebani pasar modal, seperti pertumbuhan PDB (produk domestik bruto) China yang terkontraksi 6,8 persen,” ujarnya.