Hadapi Ancaman Gelombang PHK Akibat Covid-19, Pemerintah Siapkan Stimulus
Pemerintah akan memberikan stimulus ke dunia usaha agar tetap bisa bertahan sehingga mencegah PHK di tengah pandemi Covid-19. Namun, PHK sudah terjadi dan diperkirakan bisa menambah pengangguran terbuka 4-9 juta jiwa.
Oleh
FX Laksana AS
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah perusahaan mulai melakukan pemutusan hubungan kerja atau merumahkan buruhnya di tengah krisis Covid-19. Dalam skenario terburuk, pengangguran terbuka di seluruh Indonesia akan bertambah dari 8,5 juta jiwa pada 2019 menjadi 16,4 juta jiwa di 2020.
Presiden Joko Widodo, pada rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (22/4/2020), membahas tentang program mitigasi dampak Covid-19 terhadap sektor riil. Pemerintah sedianya akan memberikan stimulus ke dunia usaha agar tetap bisa bertahan sehingga mencegah PHK.
”Oleh sebab itu diperlukan penyelamatan, stimulus ekonomi, yang menyentuh sektor-sektor yang paling terdampak. Sektor riil menyerap banyak tenaga kerja dan kita harapkan mereka (dunia usaha) mampu bertahan tidak melakukan PHK,” kata Presiden.
Untuk itu, Presiden meminta kepada menteri-menteri terkait melakukan kajian cepat guna memetakan seluruh subsektor di sektor riil yang terdampak Covid-19. Hal itu termasuk di dalamnya pengelompokan gradasi dampak akibat Covid-19.
”Tolong dipilah-pilah secara detail, sektor mana yang paling parah, mana yang sedang, dan mana yang masih bertahan dan justru bisa ambil peluang,” kata Presiden.
Presiden juga menginstruksikan agar skema stimulus bersifat transparan dan terukur. ”Sektor apa, mendapatkan stimulus apa, dan bisa menyelamatkan tenaga kerja berapa. Semuanya dihitung. Dan, saya minta diverifikasi secara detail, dievaluasi secara berkala, sehingga efektivitas stimulus ekonomi itu betul-betul bisa dirasakan oleh sektor riil,” kata Presiden.
Sudah mulai terjadi
Ketua Institut Solidaritas Buruh Surabaya Domin Damayanti di Surabaya menuturkan, PHK dan upaya merumahkan buruh sudah mulai terjadi sejak pertengahan Maret. ”Untuk yang terkena PHK, banyak yang tak dapat pesangon sesuai ketentuan. Yang dirumahkan tidak mendapatkan upah,” katanya.
Persoalannya kemudian, Domin melanjutkan, buruh yang tiba-tiba kehilangan pendapatan itu tidak termasuk dalam daftar penerima bantuan sosial pemerintah. Dalam skema kebijakan pemerintah, mereka akan selalu diarahkan untuk program Kartu Prakerja.
”Di tengah Covid-19, kebutuhan utama buruh yang baru terkena PHK atau dirumahkan adalah bantuan langsung tunai untuk memenuhi kebutuhan makanan bernutrisi cukup untuk menjaga daya tahan tubuh, bukan Kartu Prakerja. Kartu Prakerja baru efektif setelah keluar dari krisis Covid-19,” kata Domin.
Sebuah perusahaan sepatu di Surabaya, misalnya, menurut Domin, memutus kontrak kerja 300 buruh perempuan sebelum masa kontrak habis tanpa memberikan kompensasi uang pengganti hak sebagaimana diatur Pasal 61 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Buruh hanya menerima uang Rp 500.000 sebagai tunjangan hari raya yang akan ditransfer dalam tiga termin.
Sementara itu, sebuah perusahaan tekstil di Jakarta telah merumahkan buruhnya sejak Maret lalu. Sampai dengan akhir Maret, buruh telah dirumahkan selama 17 hari, tetapi hanya menerima upah untuk tujuh hari.
”Bagaimana buruh mampu membayar kos bulan berikutnya? Bagaimana mereka akan makan selanjutnya? Bagaimana mereka akan memperoleh pekerjaan dan berebut bantuan melalui kartu Prakerja,” kata Domin.
Pengangguran meningkat
Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia melalui siaran persnya, pekan lalu, menyebutkan, Covid-19 berpotensi mengakibatkan peningkatan jumlah pengangguran dalam skala besar. Dalam beberapa pekan terakhir, gelombang PHK semakin merebak di sejumlah sektor, mulai manufaktur hingga jasa. Misalnya adalah pariwisata, transportasi, perdagangan, dan konstruksi.
Kajian oleh dua ekonom CORE Indonesia, Akhmad Akbar Susamto dan Muhammad Ishak Razak, memproyeksikan peningkatan jumlah pengangguran terbuka pada triwulan II 2020 dalam tiga skenario. Skenario pertama alias ringan memperkirakan tambahan jumlah pengangguran terbuka secara nasional 4,25 juta. Skenario kedua atau sedang memperkirakan tambahan jumlah pengangguran terbuka mencapai 6,68 juta jiwa. Skenario ketiga atau berat memperkirakan tambahan jumlah pengangguran terbuka 9,35 juta orang.
Penambahan jumlah pengangguran tersebut terutama terjadi di Pulau Jawa, yakni 3,4 juta orang dalam skenario ringan; 5,06 juta orang dalam skenario sedang; dan 6,94 juta orang dalam skenario berat. Selanjutnya tingkat pengangguran terbuka nasional pada triwulan II-2020 diperkirakan mencapai 8,2 persen dengan skenario ringan; 9,79 persen dengan skenario sedang; dan 11,47 persen dengan skenario berat.
Pada Agustus 2019, jumlah pengangguran terbuka tercatat 7,05 juta orang atau 5,28 persen dari total angkatan kerja. Ini belum termasuk yang setengah menganggur 8,14 juta orang dan pekerja paruh waktu sebanyak 28,41 juta orang.