Waspadai Lonjakan Kemiskinan, Program Perlindungan Mesti Diperluas
Pandemi Covid-19 yang mengerem pertumbuhan ekonomi berpotensi mendongkrak jumlah penduduk miskin. Oleh karena itu, selain warga miskin, program perlindungan sosial mesti diperluas ke kelompok rentan miskin.
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Situasi yang dihadapi Indonesia saat ini dinilai lebih kompleks dibandingkan dengan saat krisis ekonomi 2008. Ketika itu, problem bersumber dari sektor keuangan, tetapi kini Indonesia dihadapkan pada masalah ekonomi, sosial, dan kesehatan secara bersamaan.
Menteri Keuangan periode 2013-2014, M Chatib Basri, berpendapat, pencegahan penyebaran Covid-19 yang ditempuh melalui penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) berisiko meningkatkan angka kemiskinan. Oleh karena itu, sasaran perlindungan sosial mesti lebih luas, lebih dari penduduk rentan miskin.
”PSBB menyebabkan penduduk kehilangan pendapatan. Pemerintah harus memberikan kompensasi dengan memperluas bantuan sosial,” kata Chatib dalam diskusi bertajuk ”Strategi APBN di Tengah Covid-19 dan Risiko Resesi Ekonomi Global” yang diselenggarakan secara virtual, Selasa (21/4/2020).
Pelindungan sosial bagi calon kelas menengah (aspiring middle class) diperlukan guna mencegah lonjakan penduduk miskin akibat pandemi Covid-19. Kelompok calon kelas menengah merupakan penduduk miskin dan rentan miskin yang telah keluar dari garis kemiskinan dan akan masuk ke kelas menengah.
Menurut Bank Dunia, rata-rata pengeluaran kelompok ini berkisar Rp 532.000-Rp 1,2 juta per orang per bulan. Di Indonesia, calon kelas menengah diperkirakan mencapai 115 juta orang.
Menurut Chatib, kelompok yang telah keluar dari garis kemisk perlu masuk dalam target sasaran program jaring pengaman sosial dari pemerintah. Mereka sebaiknya diberi bantuan langsung tunai agar bersedia tinggal di rumah. Dengan demikian, PSBB bisa efektif mengurangi penyebaran Covid-19.
Sejauh ini program jaring pengaman sosial untuk penanganan Covid-19 baru mencakup sekitar 15-25 persen penduduk termiskin. Program Keluarga Harapan (PKH), misalnya, untuk 10 juta keluarga penerima manfaat, sementara program Kartu Sembako untuk 20 juta penerima manfaat.
“Bantuan sosial untuk penduduk miskin itu betul untuk kondisi normal. Sedangkan dalam kondisi tidak normal, seperti saat ini, kelompok kelas menengah bawah perlu dipertimbangkan untuk dilindungi, terutama yang tinggal di perkotaan,” kata Chatib.
Kemiskinan naik
Riset SMERU Research Institute menyebutkan, perlambatan ekonomi akibat pandemi Covid-19 akan meningkatkan jumlah penduduk miskin di Indonesia. Dalam skenario paling ringan, yakni pertumbuhan ekonomi 4,2 persen, angka kemiskinan diperkirakan naik jadi 9,7 persen atau bertambah 1,3 juta orang. Skenario moderat, jika perekonomian tumbuh 2,1 persen, jumlah orang miskin bertambah 3,9 juta orang. Adapun skenario terburuk, yakni pertumbuhan ekonomi 1 persen, penduduk miskin bertambah 8,45 juta orang.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, persentase penduduk miskin pada September 2019 mencapai 9,22 persen atau 24,79 juta orang. “Pandemi Covid-19 akan menghapus kemajuan dalam mengurangi kemiskinan dalam satu dekade,” kata Peneliti SMERU Research institute Asep Suryahadi.
Menurut Asep, jumlah penduduk miskin meningkat setiap krisis terjadi. Namun, risiko lonjakan penduduk miskin akibat Covid-19 akan jauh lebih tinggi. Perlindungan sosial jangan hanya untuk penduduk yang sudah miskin, tetapi juga untuk penduduk rentan miskin. Mereka adalah penduduk kelas menengah bawah.
Menurut Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati, pemerintah telah menetapkan pandemi Covid-19 sebagai bencana nasional. Oleh karena itu, sesuai Pasal 26 Undang-Undang 24 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Bencana, setiap orang yang terkena bencana berhak mendapat bantuan. “Artinya setiap orang berhak mendapatkan pemenuhan kebutuhan dasar,” ujarnya.
Asfinawati menambahkan, kerentanan Indonesia akibat Covid-19 disebabkan oleh ketiadaan data-data yang akurat. Kebijakan acapkali tidak berdasarkan data dan kepentingan seluruh rakyat. Hal itu yang menyebabkan bantuan sosial salah sasaran. Di beberapa daerah bahkan ada pemotongan dana bantuan sosial.
Dalam laporan terbarunya, lembaga pemeringkat Moody’s Investors Service mengingatkan, guncangan ekonomi akibat Covid-19 berpotensi terjadi dalam dua putaran di kawasan Asia Pasifik. Langkah-langkah pemerintah, meski cepat dan luas, dinilai tidak cukup mengimbangi dampak ekonomi.
"Langkah-langkah pengendalian penyebaran Covid-19 akan melumpuhkan konsumsi dan produksi dalam negeri, yang akan meluas ke permintaan yang lebih rendah untuk komoditas, barang dan jasa impor, dan gangguan rantai pasokan,” ujar Deborah Tan, a Moody’s Assistant Vice President.