Pola Konsumsi Rumah Tangga Bergeser akibat Pandemi
Daya beli turun sehingga konsumsi bergeser dari sayur, buah, dan protein menjadi karbohidrat. Apabila ekonomi mulai bergerak kembali di triwulan III-2020, pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan 2,5 persen.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 mulai berdampak pada penurunan daya beli dan perubahan pola konsumsi masyarakat. Ketahanan pangan diperlukan untuk memastikan kebutuhan pangan masyarakat terpenuh.
Kepala Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Badan Ketahanan Pangan Andriko Noto Susanto mengemukakan, pandemi Covid-19 telah berdampak pada penurunan daya beli serta perubahan pola konsumsi.
”Daya beli turun, pola konsumi turun, sehingga bergeser dari (konsumsi) sayur, buah, dan protein menjadi dominasi karbohidrat,” katanya dalam diskusi ”Melawan Covid-19 dengan Menegakkan Kedaulatan Pangan”, yang diselenggarakan Serikat Petani Indonesia (SPI) dan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) secara virtual, di Jakarta, Kamis (23/4/2020).
Sementara itu, pemerintah terus memantau kondisi ketahanan pangan di semua provinsi. Per Maret 2020, tercatat tiga provinsi dengan indeks ketahanan pangan (IKP) yang rendah, yakni Bangka Belitung, Sulawesi Tenggara, dan Bengkulu. IKP rendah ini tecermin dari ketersediaan pangan terbatas, daya beli turun, dan konsumsi turun.
Tiga provinsi tercatat memiliki indeks ketahanan pangan yang rendah, yakni Bangka Belitung, Sulawesi Tenggara, dan Bengkulu. IKP rendah ini tecermin dari ketersediaan pangan terbatas, daya beli turun, dan konsumsi turun.
Menurut Andriko, persoalan kebutuhan pangan di tengah pandemi Covid-19 mendorong negara-negara produsen pangan dunia mengamankan pangan di negara masing-masing. Hal ini berpotensi menghambat proses ekspor-impor produk pangan antarnegara, termasuk Indonesia. Untuk itu, Indonesia perlu mengukur produk-produk yang dihasilkan saat ini agar bisa terjangkau dan dimanfaatkan.
”Diperlukan upaya menyediakan pangan dalam negeri dengan kemampuan kita untuk memastikan 269 juta rakyat Indonesia bisa hidup sehat dan produktif berkelanjutan. Selain itu, pembenahan masalah distribusi,” katanya.
Ia menambahkan, penyediaan dan distribusi pangan saat ini mulai bergeser dari transaksi fisik ke daring. Akan tetapi, transportasi terbatas sehingga perlu efisien.
Perlunya jaminan stok juga diungkapkan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Zulficar Mochtar. Stok ikan diperkirakan masih cukup stabil. Hingga tiga bulan ke depan, produksi perikanan tangkap dari laut diprediksi berjumlah 1,6 juta ton dan perikanan darat sebesar 131.000 ton.
”Kebutuhan pangan harus dijaga agar terpenuhi dan potensinya optimal untuk dikembangkan,” katanya.
Namun, kendala yang dihadapi adalah logistik. Sejumlah produk perikanan nelayan tidak terserap oleh gudang pendingin, industri, dan pasar. Hingga saat ini, terdapat 750.000 ton gudang pendingin yang kurang termanfaatkan. KKP telah bekerja sama dengan Kepolisian Negara RI untuk memastikan distribusi ikan antarwilayah tidak terhambat selama penerapan PSBB di sejumlah daerah.
Konsumsi rumah tangga
Chief Economist PT Bank CIMB Niaga Tbk Adrian Panggabean mengemukakan, pandemi Covid-19 menyebabkan terjadinya tren pergeseran pola konsumsi. Perubahan perilaku konsumen tecermin antara lain lewat pola belanja dan jenis pembelian di supermarket.
Di beberapa supermarket terjadi pergeseran pola belanja, yakni dari pembelian jenis makanan mudah saji menjadi jenis bahan baku pangan. Jenis komoditas terigu dan ragi, misalnya, menjadi komoditas yang cepat laku (fast-moving items).
Itu antara lain dipicu oleh upaya mengerem belanja makanan dengan cara memasak sendiri di rumah ketimbang membeli makanan siap saji. ”Aktivitas memasak sendiri di rumah juga muncul sebagai respons kekhawatiran akan transmisi virus,” katanya.
Apabila perekonomian diasumsikan mulai bergerak kembali di triwulan III-2020, pertumbuhan konsumsi rumah tangga di sepanjang 2020 kemungkinan besar hanya mencapai 2,5 persen.
Sementara itu, data retail sales index memberikan gambaran terjadinya kontraksi tajam dalam tingkat konsumsi rumah tangga. Dengan asumsi durasi pembatasan sosial selama delapan minggu, terpangkasnya aktivitas ekonomi hingga 50 persen dibandingkan Desember 2019 akibat pandemi Covid-19 menyebabkan rentang penurunan indeks penjualan ritel mencapai 6 persen-10 persen dan rentang penurunan indeks produksi industrial di kisaran 9 persen-13 persen.
Adrian menyebutkan, apabila perekonomian diasumsikan mulai bergerak kembali di triwulan III-2020, pertumbuhan konsumsi rumah tangga di sepanjang 2020 kemungkinan besar hanya mencapai 2,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Adapun laju pembentukan modal tetap domestik bruto akan terkontraksi sekitar 1 persen secara tahunan.