Selain dampak pandemi Covid-19, realisasi investasi menghadapi tantangan oleh rencana pemotongan anggaran promosi dan operasi BKPM. Namun, BKPM tetap diminta merumuskan terobosan di tengah keterbatasan itu.
Oleh
Karina Isna Irawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Usaha memacu investasi di Tanah Air menghadapi tantangan pembatasan sosial berskala besar serta pemangkasan anggaran promosi dan operasional. Oleh karena itu, pemerintah berencana merevisi target investasi tahun 2020 yang sebelumnya ditetapkan Rp 886,1 triliun.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi pada triwulan I-2020 mencapai Rp 210,7 triliun atau tumbuh 8 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019. Kenaikan terbesar berasal dari penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang tercatat meningkat 29,3 persen menjadi Rp 112,7 triliun.
Adapun penanaman modal asing (PMA) turun 9,2 persen menjadi Rp 98 triliun. Realisasi PMDN dan PMA pada periode itu didominasi sektor transportasi, gudang, dan telekomunikasi; industri logam dasar, barang logam, bukan mesin, dan peralatannya; listrik, gas, dan air; perumahan, kawasan industri, dan perkantoran; serta tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan.
Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan, realisasi investasi triwulan I-2020 mencapai 23,8 persen dari target investasi tahun ini yang Rp 886,1 triliun. Ke depan, realisasi investasi akan semakin menantang karena semakin merebaknya pandemi Covid-19, selain rencana pemotongan anggaran operasional dan promosi BKPM.
Oleh karena itu, BKPM akan merevisi target realisasi investasi dalam dua skenario. Pertama, target realisasi investasi diperkirakan turun menjadi Rp 850 triliun jika pandemi Covid-19 berakhir Mei 2020. Kedua, target realisasi investasi menjadi Rp 817 triliun jika pandemi Covid-19 dapat berakhir Juli 2020.
”Realisasi investasi optimistis tetap bisa di atas Rp 800 triliun selama BKPM ditunjang dengan fasilitas yang memadai. Namun, jika ada refocussing dan pemotongan anggaran kami tidak bisa menjamin,” kata Bahlil dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR yang diselenggarakan secara virtual, Kamis (23/4/2020), di Jakarta.
Menurut Bahlil, rencana pemangkasan anggaran BKPM dari Rp 585,47 miliar menjadi Rp 394,26 miliar juga akan memengaruhi kinerja pegawai dan institusi. Kegiatan operasional BKPM tidak maksimal, seperti untuk asistensi, survei langsung, dan promosi. Pemotongan anggaran juga berimbas pada penutupan sementara kantor perwakilan BKPM di sembilan negara.
Pemerintah tetap berupaya mengambil peluang investasi di tengah pandemi Covid-19. Keputusan Kepala BKPM Nomor 88 Tahun 2020 memberikan fasilitas kepada calon investor berupa pengurangan dan atau keringanan persyaratan perizinan berusaha, percepatan proses perizinan berusaha, dan layanan bantuan khusus. ”Fasilitas diutamakan untuk perizinan alat kesehatan, kefarmasian, dan industri pendukung,” kata Bahlil.
Kalaupun ada investasi, uangnya ada, tetapi aktivitas produksi terganggu Covid-19.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, investasi sulit menopang pertumbuhan ekonomi 2020. Investasi pada triwulan II dan III-2020 diproyeksikan tumbuh negatif seiring penurunan aktivitas ekonomi akibat penerapan pembatasan sosial berskala besar di kota-kota besar. ”Kalaupun ada investasi, uangnya ada, tetapi aktivitas produksi akan terganggu dampak Covid-19,” kata Febrio.
Kementerian Keuangan memproyeksikan pertumbuhan investasi sepanjang tahun 2020 dalam dua skenario. Investasi diproyeksikan tumbuh 1,12 persen untuk skenario moderat dengan pertumbuhan ekonomi 2,3 persen. Adapun skenario berat, investasi tumbuh negatif 4,22 persen
Butuh terobosan
Adisatrya Suryo Sulisto, anggota DPR Komisi VI, berpendapat, BKPM tetap harus merumuskan terobosan strategi promosi investasi di tengah keterbatasan anggaran dan pergerakan. Investasi yang dibidik harus sektor-sektor primer yang mampu menyerap banyak tenaga kerja. Terlebih, pandemi Covid-19 berpotensi meningkatkan jumlah pengangguran.
Ditilik dari realisasi investasi triwulan pertama, sekitar 55 persen investasi atau senilai Rp 115,9 triliun adalah sektor tersier yang didominasi sektor jasa. Sedangkan investasi di sektor primer justru paling rendah, yaitu Rp 30,8 triliun atau 14,6 persen dari realisasi investasi triwulan I-2020.
”Investasi seharusnya lebih mengutamakan sektor primer, seperti industri manufaktur. Orientasi investasi untuk mengatasi masalah pengangguran di Indonesia,” kata Adisatrya.
Sasaran investasi ke depan juga perlu memprioritaskan sektor farmasi, obat-obatan, dan kesehatan. Dalam Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan, menugaskan BKPM untuk merumuskan kebijakan dan memfasilitasi investasi untuk sektor kesehatan.
Kepala Ekonom PT Bank CIMB Niaga Tbk Adrian Panggabean, dalam keterangan tertulisnya, mengatakan, laju pembentukan modal tetap domestik bruto akan mengalami kontraksi sebesar 1 persen secara tahunan pada 2020. Penurunan investasi tecermin dalam penjualan kendaraan bermotor, semen, omzet di sejumlah toko bahan bangunan.