Dampak Covid-19, pemerintah terus berupaya mendorong petani untuk mampu kembali menanam setelah panen. Insentif kini telah disiapkan pemerintah, baik berupa bantuan langsung tunai maupun sarana produksi pertanian.
Oleh
Nina Susilo
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berupaya terus mendorong petani untuk mampu kembali menanam setelah panen. Insentif telah disiapkan, baik berupa bantuan langsung tunai maupun sarana produksi pertanian. Kementerian Pertanian pun segera menyiapkan insentifnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, seusai rapat terbatas secara virtual yang dipimpin Presiden Joko Widodo, dan dihadiri Wakil Presiden Ma’ruf Amin pada Selasa (28/4/2020), menjelaskan, saat ini terdapat 2,44 juta petani berkategori miskin. Karena itu, pemerintah akan memberikan insentif agar petani bisa menanam kembali di periode berikut.
Insentif ini senilai Rp 600.000 yang dibagi dua. Pertama, bantuan langsung tunai sebesar Rp 300.000 dan sarana produksi pertanian, seperti bibit, pupuk, dan sarana produksi lainnya senilai Rp 300.000. Insentif akan diberikan selama tiga bulan dan ditangani Kementerian Pertanian.
Wakil Ketua Komisi IV DPR Daniel Johan menilai insentif tersebut takkan bermanfaat signifikan kepada petani. Pemerintah semestinya saat ini perlu segera menyerap gabah kering di tingkat petani. Sebab, harga gabah kering yang semestinya Rp 4.000-Rp 4.500 per kilogram jatuh sampai Rp 2.500 per kg.
Pemerintah juga tidak boleh berpikir mengimpor beras sebab semua negara saat ini juga mengalami kesulitan akibat pandemi Covid-19 dan memerlukan persediaan pangannya sendiri. Kalaupun bisa mengimpor beras, harganya bisa dipastikan tinggi.
Dalam kondisi merugi, insentif tak akan membuat petani semangat kembali ke sawah pada masa tanam berikut. Imbasnya, masa panen berikut sekitar akhir Juli dan awal Agustus, persediaan beras akan jatuh juga dan menghasilkan darurat pangan.
Pemerintah juga tidak boleh berpikir mengimpor beras sebab semua negara saat ini juga mengalami kesulitan akibat pandemi Covid-19 dan memerlukan persediaan pangannya sendiri. Kalaupun bisa mengimpor beras, harganya bisa dipastikan tinggi.
”Kami usul kepada pemerintah agar mengalokasikan Rp 12,6 triliun untuk membeli 3 juta ton gabah yang sedang panen di tingkat petani. Prioritasnya penyerapan gabah ini, apalagi bila pemerintah menyebut 2,44 juta petani miskin,” kata Daniel.
Kalaupun tak memiliki anggaran untuk menyerap gabah dari petani, pemerintah bisa mencoret alokasi Rp 5,7 triliun untuk pelatihan di program prakerja. Anggaran ini akan sangat menyelamatkan pemerintah dalam mengantisipasi bahaya pangan.
Penyerapan gabah ini dinilai jauh lebih bermanfaat ketimbang insentif sebesar Rp 600.000 per bulan. Sebab, penyerapan gabah dengan harga standar akan membuat petani tetap produktif, ekonomi di desa pun tetap bergerak. Sebaliknya membiarkan petani merugi dan sekadar memberikan insentif Rp 600.000 selama tiga bulan tidak akan membantu petani.
Dengan persediaan 3 juta ton gabah, kata Daniel, setidaknya pemerintah bisa mengamankan cadangan beras untuk sebulan. Kalaupun swasta menyerap gabah petani, harga beli dari petani semestinya tetap harga pokok yang sudah ditetapkan.
Selain itu, pemerintah juga bisa menetapkan bahwa cadangan beras di bumi Indonesia adalah milik negara kendati tetap membuka pintu swasta untuk menyerap beras petani dan berjualan dengan harga pokok yang sudah ditetapkan. Namun, status ini akan memungkinkan pemerintah mencatat persediaan beras secara riil dan memungkinkan pemerintah meminta swasta menjual beras ketika stok di pasaran menurun dan harga naik.
”Kalau pemerintah tidak hati-hati, dalam beberapa bulan akan terjadi darurat pangan. Karena itu diperlukan political will untuk mengatasi masalah pangan dan petani ini. Jangankan akhir Juli, sekarang saja harga pangan sudah mulai naik,” kata Daniel
Lahan baru
Untuk mengantisipasi masalah pangan di beberapa bulan ke depan, pemerintah malah mengharapkan ada lahan-lahan pertanian baru. Presiden, kata Airlangga, juga meminta kepada BUMN, pemerintah daerah, dan Kementerian Pertanian membuka lahan-lahan baru untuk persawahan, baik lahan basah maupun lahan gambut. Lahan gambut di Kalimantan Tengah seluas lebih dari 900.000 hektar saat ini siap ditanami sekitar 300.000 hektar dan yang dikuasai BUMN sekitar 200.000 hektar.
”Ini dibuat perencanaan agar bisa ditanami padi walaupun mungkin yield-nya lebih rendah daripada yang lain. Namun, kita perlu mengantispasi kekeringan yang akan melanda beberapa negara,” katanya.
Kendati BMKG memprediksi tidak akan ada cuaca kering ekstrem di Indonesia, perkembangan iklim dan cuaca akan terus dipantau. Kekeringan atau kemungkinan serangan hama lima tahunan tetap diantisipasi.
Adapun menghadapi Idul Fitri, pemerintah tetap meyakinkan bahwa persediaan bahan pangan pokok tetap stabil dengan harga yang relatif tidak melonjak. Sejauh ini, terdapat lima komoditas pangan yang mengalami kenaikan harga sekitar 0,27 persen-2,5 persen. Kenaikan harga itu terjadi antara lain pada gula pasir, telur ayam ras, dan bawang merah.
Kendati demikian, pemerintah tetap mengklaim inflasi relatif kecil dibandingkan periode sama tahun lalu. Bahkan, beras dinilai turun harga. ”Kalau kita lihat inflasi pangan secara year to date itu, Januari-Maret sebesar 0,15 persen. Ini lebih rendah dibandingkan periode yang sama 2016, 2018, 2019,” kata Airlangga.
Pemerintah juga yakin dengan persediaan pangan. Sebab, April ini akan ada panen padi untuk sekitar 5,6 juta ton gabah. Distribusi beras, jagung, cabai merah, cabai rawit, bawang merah, cawang putih, gula pasir, dan telur ayam serta daging ayam, daging sapi, dan minyak goreng akan diperkuat. Perum Bulog dan Kementerian Perdagangan akan melakukan operasi pasar supaya stok pangan daerah aman.
Pemerintah juga yakin dengan persediaan pangan. Sebab, April ini akan ada panen padi untuk sekitar 5,6 juta ton gabah. Distribusi beras, jagung, cabai merah, cabai rawit, bawang merah, cawang putih, gula pasir, dan telur ayam serta daging ayam, daging sapi, dan minyak goreng akan diperkuat.
Cadangan beras nasional diklaim 6,3 juta ton. Bulog juga akan menyalurkan 450.000 ton untuk bantuan beras yang dikoordinasi Kementerian Sosial. Adapun stok nasional jagung mencapai 1,4 juta ton, stok cabai merah 12.641 ton, cabai rawit 26.353 ton, bawang merah 1,3 juta ton, telur ayam 46.413 ton, daging ayam 154.763 ton, dan daging sapi 133.944 ton.
Terkait bawang putih, Airlangga mengakui pemerintah sudah memberikan izin impor cukup besar, tetapi baru 72.400 ton yang masuk. Akhir bulan ini bawang putih impor kembali tiba di Indonesia.
Gula pasir juga akan ditambah gula impor sebanyak 21.000 ton dan dari pabrik gula dalam negeri 29.000 ton. Persediaan gula pasir juga akan ditambah pengalihan gula rafinasi sebanyak 191.762 ton, tetapi diperlukan pengemasan ulang dan izin edar. Untuk itu, gula rafinasi sebanyak 182.762 ton segera masuk pasar.
Selain itu, di pabrik gula dalam negeri, pada Maret ini tersedia stok 42.072 ton. Pemerintah menjanjikan mengawal agar gula bisa terdistribusi baik ke wilayah yang memang memerlukan.