Kami Butuh Makan, Bukan Pelatihan
Program Kartu Prakerja dinilai tidak membantu para pekerja yang terkena PHK. Mereka tidak membutuhkan pelatihan, tetapi kebutuhan pokok untuk bertahan hidup.
Dunia saat ini tidak hanya berhadapan dengan pandemi coronavirus disease atau Covid-19, tetapi juga terancam berhadapan dengan pandemi kelaparan. Bagi mereka yang tergolong kelompok rentan miskin kini bisa jatuh menjadi kelompok miskin akibat hilangnya pendapatan.
Begitu pula yang terjadi di Indonesia, sekitar 2 juta pekerja, baik di sektor formal maupun informal, kini sudah terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Program Kartu Prakerja yang ditawarkan sebagai bantuan sosial dinilai tidak membantu.
Agus (30), pekerja yang dirumahkan sejak 2 April 2020, kini kelimpungan memenuhi kebutuhan harian untuk dirinya, istri, dan anak yang baru berusia 7 tahun. Meski disebut dirumahkan, tidak ada kepastian waktu kapan ia akan kembali bekerja.
Malah, kata Agus, yang bekerja di sektor logistik di Bekasi, Jawa Barat, perusahaannya menawarkan surat mutasi ke Solo, Jawa Tengah. Sebenarnya ia siap untuk dimutasi, tetapi ia mengaku perusahaan tidak memenuhi haknya.
”Saya ditawarkan mutasi, tapi dengan gaji yang sama, tidak ada tambahan apa pun. Ini sama saja seperti kawan-kawan saya sebelumnya yang terpaksa mengundurkan diri karena tawaran mutasi tidak sesuai aturan,” ujar Agus saat dihubungi Kompas, Selasa (28/4/2020).
Agus pun sudah mencoba mendaftarkan diri di berbagai jenis bantuan sosial, termasuk Kartu Prakerja. Namun, meski sudah dua kali mencoba sejak gelombang pertama hingga gelombang kedua, ia tetap gagal.
”Saya sudah daftar, tapi pas ikut seleksinya saya dinyatakan tidak lolos. Lagi pula, program tersebut kayaknya lebih cocok untuk anak muda yang baru lulus sekolah atau kuliah. Bukan seperti saya, yang saya butuhkan itu sembako untuk bertahan hidup,” katanya.
Untuk bertahan hidup, ia terpaksa menggunakan tabungan yang direncanakan untuk membiayai anaknya masuk sekolah dasar. Tidak banyak. Namun, menurut dia, tabungan tersebut setidaknya cukup untuk membiayai makan hingga sebelum Lebaran pada pertengahan Mei 2020.
”Sedihnya di situ, perusahaan tidak peduli, pemerintah juga kayak enggak perhatian. Bersyukurnya masih ada tetangga yang memberikan bantuan kepada saya sekeluarga,” ucap Agus.
Baca juga: Sebagian Anggaran Jadi Komisi Mitra Daring
Pengalaman serupa dialami Dwi Eksan Fauzi (32), pekerja di sektor garmen di Bekasi yang terkena PHK. Ia menilai, dalam kondisi saat ini, bantuan yang dibutuhkan oleh para korban PHK bukanlah pelatihan, melainkan kebutuhan pokok.
Syarat mendapatkan program Kartu Prakerja, kata Dwi, terlalu rumit baginya. Itu karena selain harus berlomba mendaftarkan diri dan mengikuti seleksi, insentif baru bisa didapatkan jika telah menyelesaikan pelatihan.
”Uang Rp 1 juta yang diterima pertama kali itu, kan, untuk bayar pelatihan, bukan untuk beli sembako. Padahal, yang kami butuhkan adalah makanan untuk bertahan hidup,” kata Dwi.
Jaminan pekerjaan
Cerita lain datang dari para peserta Kartu Prakerja yang dinyatakan lolos. Meski mereka akan mendapatkan insentif, harapan terbesar mereka adalah adanya jaminan mendapatkan pekerjaan.
Kevin Febryan (20), satu dari 2,08 juta peserta Kartu Prakerja yang dinyatakan lolos pada gelombang pertama, sudah mulai mengikuti pelatihan. Ia memilih ikut pelatihan jurnalistik dan berharap sertifikat yang nanti ia peroleh dapat menjadi tiket masuk ke dunia kerja.
”Semoga enggak cuma ikut pelatihan dan dapat sertifikat. Saya berharapnya pemerintah juga bisa menjamin ketersediaan lapangan kerja setelah para peserta lolos pelatihan dari program Kartu Prakerja,” kata Kevin.
Adapun Nadya (23), peserta kartu prakerja pada gelombang kedua yang juga dinyatakan lolos, hingga saat ini mengaku saldo untuk biaya pelatihan sebesar Rp 1 juta belum ia terima.
Meski telah lolos sebagai peserta kartu prakerja, Nadya menilai, program ini tidak cukup membantu kalau tidak ada jaminan lapangan kerja. ”Kalau untuk kebutuhan pokok, saya masih bisa ikut orangtua. Tetapi, kalau untuk lapangan kerja, saya harap pemerintah juga memikirkan dan menjamin hal itu,” ucapnya.
Kurang tepat
Ketua Umum Federasi Perjuangan Buruh Indonesia Herman Abdulrohman menilai, program Kartu Prakerja tidak menyelesaikan akar masalah yang dihadapi korban PHK. Sebab, sekalipun lolos sebagai penerima Kartu Prakerja, bantuan tidak dapat langsung digunakan untuk memenuhi kebutuhan harian.
”Buruh korban PHK itu, kan, begitu kena kebijakan PHK langsung enggak akan dapat penghasilan. Akibatnya, banyak yang enggak mampu bayar kontrakan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari,” kata Herman.
Menurut Herman, selain bantuan kebutuhan pokok, para pekerja juga membutuhkan perlindungan dan jaminan agar perusahaan tidak memanfaatkan pandemi Covid-19 untuk mem-PHK karyawan. ”Mereka tidak hanya kehilangan lapangan pekerjaan, tetapi juga kehilangan masa depan bagi keluarganya,” ucapnya.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai, apabila program Kartu Prakerja tetap dipaksakan, peluang pandemi kelaparan dapat terjadi sebab bantuan sosial melalui Kartu Prakerja tidak tepat sasaran dan tidak sesuai kebutuhan.
”Para pekerja yang awalnya tidak masuk dalam garis kemiskinan, tetapi karena terkena PHK, mereka dapat tergolong miskin. Belum lagi, pekerja yang terkena PHK bisa saja kepala keluarga yang selama ini memenuhi kebutuhan pokok keluarga,” kata Tauhid.
Baca juga: Ramadhan di Tengah Pandemi
Untuk itu, pemerintah harus segera mengevaluasi program ini. Evaluasi juga harus diikuti dengan mendengarkan suara dari para peserta program Kartu Prakerja dan para buruh yang terkena PHK, apakah program ini efektif dan apa yang sebenarnya mereka butuhkan.
Pandemi kelaparan
Data World Food Program, secara global hingga akhir 2019, lebih dari 135 juta orang di 55 negara dan wilayah menghadapi krisis pangan, malnutrisi, dan kehilangan mata pencarian. Terlebih dengan adanya pandemi Covid-19, hingga akhir 2020, diperkirakan ada lebih dari seperempat miliar orang di seluruh dunia yang menderita kelaparan akut.
Direktur Eksekutif United Nations World Food Program David Beasley mengingatkan kepada para pemimpian negara untuk tetap menjaga rantai pasok. Meskipun memang akan ada tantangan atau kendala teknis, mulai dari pembatasan ekspor, perbatasan dan pelabuhan yang ditutup, pertanian yang tidak berproduksi dan jalan yang ditutup.
”Jika kita memiliki uang dan akses, kelaparan bahkan kematian akibat bencana kemanusiaan dapat dicegah. Namun, kalau kita kehilangan rantai pasok, akan ada bencana,” kata Beasley yang dikutip dari artikel The New York Times berjudul ”UN Food Chief: Funding and Access Can Avert Starvation”.
Untuk itu, Beasley secara khusus berbicara kepada para pemimpin negara maju untuk tidak memotong dana lembaga PBB untuk kebutuhan makanan. ”Kita harus menghadapi ini bersama-sama dan melihat gambaran secara utuh, yakni menjaga rantai pasok dan meminimalkan dampak ekonomi akibat Covid-19,” ujarnya.