Pandemi Bisa Makin Tingkatkan Peran UMKM di Pasar Domestik
Bak dua sisi mata uang, meskipun pandemi Covid-19 membuat sektor UMKM kepayahan, di sisi lain, pandemi ini menciptakan peluang penambahan nilai dan peningkatan produktivitas bagi UMKM.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sektor usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM menjadi lini bisnis yang kinerjanya paling terdampak pandemi Covid-19. Namun, terdapat sisi positif bahwa pandemi ini bisa menjadi momentum bagi UMKM untuk lebih banyak terlibat dalam rantai pasok pasar dalam negeri.
Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani, menilai, momentum pandemi dapat dimanfaatkan bagi produk UMKM menjadi substitusi produk impor untuk kebutuhan pasar dalam negeri.
”Selama ini, UMKM dianggap sebagai tulang punggung ekonomi Indonesia, tetapi kalau boleh jujur, produktivitas UMKM masih rendah,” ujarnya dalam diskusi virtual Indef, Sabtu (2/5/2020) sore.
Momentum pandemi dapat dimanfaatkan bagi produk UMKM menjadi substitusi produk impor untuk kebutuhan pasar dalam negeri.
Kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional pada 2019 baru 60,34 persen. Padahal, porsi unit usaha UMKM mencapai 99 persen dari semua unit usaha di dalam negeri. Adapun porsi tenaga kerja UMKM sebesar 97,3 persen.
Menurut Aviliani, pelaku UMKM saat ini dapat memanfaatkan komitmen pemerintah dalam mendorong penguatan pasar dalam negeri, misalnya melalui pembiayaan kredit usaha rakyat (KUR) yang dilakukan sektor perbankan.
Untuk itu, likuiditas yang telah disiapkan pemerintah dan Bank Indonesia harus segera digelontorkan dalam bentuk pembiayaan untuk memperkuat kemampuan produksi UMKM. Perkuat juga daya beli masyarakat karena hasil produk UMKM juga dikonsumsi mereka.
Selain perbankan, lanjutnya, perusahaan swasta dan BUMN di sektor lain bisa berperan dalam peningkatan nilai produk UMKM. Salah satunya dengan memasukkan produk UMKM ritel.
”Saat ini, semua departemen pemerintahan punya binaan UMKM. Namun, yang dibina, saya lihat itu lagi itu lagi. Anggaran pembinaan UMKM ada, tetapi tidak merata. Ini pekerjaan rumah pemerintah,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki mengatakan, UMKM yang masalahnya sudah tidak bisa diselesaikan lewat mekanisme ekonomi harus digolongkan ke dalam kelompok miskin baru.
”Pada tahap survival atau bertahan di pandemi Covid-19, mereka didorong untuk masuk ke program perluasan jaminan sosial, termasuk dua program jaring pengaman sosial berupa Kartu Prakerja dan dana desa,” katanya.
UMKM yang masalahnya sudah tidak bisa diselesaikan lewat mekanisme ekonomi harus digolongkan ke dalam kelompok miskin baru.
Pemerintah telah menyiapkan program stimulus ekonomi dan bantuan sosial. Saat ini sudah ada program relaksasi pembiayaan yang diharapkan membantu mempertahankan arus kas UMKM yang masih bisa bertahan tersebut.
Manfaatkan relaksasi
Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020, debitor UMKM yang terdampak Covid-19 bisa mendapatkan keringanan pembayaran kredit. Aviliani mengatakan, dengan relaksasi tersebut, debitor tak akan mendapatkan catatan merah dari OJK.
Nantinya debitor yang kreditnya direstrukturisasi oleh perbankan atau perusahaan pembiayaan masih termasuk kolektibilitas tertinggi (Kol-1) yang tergolong performing loan atau lancar.
Pemulihan bisnis setelah pandemi juga perlu dipikirkan pemerintah agar kreditnya tidak langsung jadi macet.
Namun, syaratnya, status Kol-1 itu hanya bisa didapatkan debitor jika restrukturisasinya terjadi pada periode April 2020 hingga April 2021 atau satu tahun dari terbitnya aturan POJK tersebut. Setelah lewat dari waktu tersebut, akan diberikan catatan oleh OJK.
”Kredit debitor UMKM akan dianggap lancarnya sampai April 2021. Makanya, pemulihan bisnis setelah pandemi juga perlu dipikirkan pemerintah agar kreditnya tidak langsung jadi macet,” ujar Aviliani.