Hingga kini, data keluarga miskin dan rentan miskin yang terdampak Covid-19 belum seluruhnya diberikan daerah. Oleh karena itu, penyaluran bantuan sosial khusus di luar Jabodetabek pun terkendala.
Oleh
ANITA YOSSIHARA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Data keluarga miskin dan rentan miskin yang terdampak Covid-19 masih menjadi kendala penyaluran bantuan sosial khusus di luar Jakarta, Bogor, Tangerang Raya, Depok, dan Bekasi atau Jabodetabek. Hingga Jumat (8/5/2020), masih ada daerah yang belum menyerahkan data calon penerima bantuan langsung tunai kepada pemerintah pusat.
Dalam keterangan pers virtual dari Kantor Presiden, Jakarta, Jumat, Menteri Sosial Juliari P Batubara menyebutkan, pihaknya baru menerima usulan 7,8 juta keluarga penerima bantuan langsung tunai (BLT) dari daerah. Angka tersebut baru sekitar 86,6 persen dari total sasaran BLT yang ditetapkan sebanyak 9 juta keluarga terdampak Covid-19.
”Masih ada daerah yang belum mengirimkan datanya, karena itu kami meminta daerah segera mengirim. Datanya sekitar 1,2 juta keluarga yang masih kami tunggu dari daerah,” kata Juliari saat memberikan keterangan bersama Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy serta Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar.
Masih ada daerah yang belum mengirimkan datanya, karena itu kami meminta daerah segera mengirim. Datanya sekitar 1,2 juta keluarga yang masih kami tunggu dari daerah.
Selain bantuan sosial (bansos) reguler seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), pemerintah juga menyiapkan bansos khusus untuk masyarakat terdampak Covid-19. Bansos khusus diberikan dalam bentuk paket bahan kebutuhan pokok untuk warga Jabodetabek dan daerah lain serta BLT untuk warga terdampak pandemi di luar Jabodetabek.
Pemerintah pusat menargetkan 9 juta keluarga menjadi sasaran BLT. Mereka adalah masyarakat terdampak Covid-19 yang belum masuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), belum mendapatkan program bansos reguler seperti PKH dan BPNT. Karena itu, pemerintah pusat menuntut pemerintah daerah tak hanya melakukan pendataan, tetapi juga melakukan verifikasi dan validasi agar data yang diserahkan benar-benar akurat sehingga bantuan tepat sasaran.
Setiap keluarga terdampak pandemi akan mendapatkan bantuan berupa uang tunai sebesar Rp 600.000 selama tiga bulan berturut-turut, terhitung sejak Mei 2020. Kendati belum semua data penerima bansos non-DTKS diterima, BLT di sejumlah daerah sudah mulai disalurkan.
Juliari mengatakan, hingga kemarin, setidaknya sudah 2,6 juta keluarga di sejumlah daerah yang menerima BLT. ”Progresnya untuk tahap pertama, yang melalui rekening Bank Himbara 785.000 keluarga, belum terlalu banyak, sekitar Rp 471,2 miliar atau kurang dari 9 persen. Kemudian, yang melalui kantor pos per hari ini sedang jalan untuk 1,8 juta keluarga. Jadi kalau kita tambah, totalnya 2,6 juta keluarga,” tuturnya menjelaskan.
Data calon penerima juga menjadi kendala dalam penyaluran BLT desa. Menurut Menteri Desa Abdul Halim, dari 75.436 desa, baru 27.062 desa yang melakukan pendataan penerima BLT desa. Sementara yang sudah mengalokasikan dana desa untuk BLT desa baru sebanyak 24.309 desa. ”Per hari ini yang sudah cair sekitar 10.000 desa di 80 kabupaten/ kota,” katanya.
Abdul Halim menjelaskan, BLT desa khusus diberikan kepada warga desa yang kehilangan mata pencarian akibat Covid-19, tetapi belum menerima manfaat program bansos lain, seperti PKH, BPNT, dan juga Kartu Prakerja. Sasaran lain adalah keluarga yang memiliki anggota yang mengidap penyakit menahun atau kronis, seperti darah tinggi, gagal ginjal, jantung, dan semacamnya.
Pendataan penerima BLT desa dilakukan oleh para relawan Desa Lawan Covid-19. Agar tidak salah sasaran, pendataan dilakukan oleh tiga relawan untuk setiap rukun tetangga. Data itu kemudian diajukan ke forum Musyawarah Desa Khusus (Musdesus) untuk mendapatkan persetujuan. Setelah itu, barulah data penerima BLT desa ditetapkan oleh kepala desa dan diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk diverifikasi dan validasi.
Oleh karena itu, Mentri Desa meminta semua bupati dan wali kota mempercepat proses validasi dan verifikasi. Dengan demikian, BLT desa untuk warga terdampak Covid-19 bisa segera disalurkan.
Sementara itu, bansos khusus berupa bahan kebutuhan pokok bagi warga terdampak di Jakarta untuk tahap pertama sudah selesai didistribusikan. ”Tahap pertama sudah diselesaikan beberapa hari yang lalu, yaitu Jakarta sudah selesai semua,” ucap Juliari.
Bansos khusus sembako diberikan kepada 1,3 juta keluarga di DKI Jakarta dan 600.000 keluarga di Bogor, Depok, Tangerang Raya, dan Bekasi. Menurut Juliari, penyaluran paket bahan kebutuhan pokok untuk 600.000 keluarga di daerah penyangga Ibu Kota mulai disalurkan pada Jumat ini.
Kemiskinan baru
Sementara itu, berbagai program jaring pengaman sosial disiapkan sebagai salah satu upaya untuk mengantisipasi kemiskinan baru. Pemerintah memprediksi angka kemiskinan mengalami peningkatan karena pandemi menyebabkan munculnya orang miskin baru.
Muhadjir menjelaskan, kelompok miskin baru ini tidak masuk dalam DTKS. Sebab, selama ini mereka tidak masuk kategori tidak mampu, tetapi jatuh miskin karena terdampak pandemi Covid-19. ”Atau, kalau saya boleh menyebut, miskin kagetan. Semula tidak miskin, kemudian jatuh miskin akibat dampak Covid-19. Mereka harus mendapat bantuan,” ujarnya.
Data non-DTKS dihimpun dari bawah melalui RT/RW, kemudian tingkat desa melalui musyawarah desa, lalu dinaikkan ke kabupaten/kota. Kemudian dikirim ke Kemensos. Yang tadi Mensos sampaikan, sekarang yang masuk baru 70 persen dari total.
Sejak awal Presiden Joko Widodo meminta jajarannya untuk memprioritaskan kelompok masyarakat miskin baru untuk mendapatkan jaring pengaman sosial. Karena itu, pendataan terhadap masyarakat miskin baru yang tak masuk DTKS terus dilakukan.
”Data non-DTKS dihimpun dari bawah melalui RT/RW, kemudian tingkat desa melalui musyawarah desa, lalu dinaikkan ke kabupaten/kota. Kemudian dikirim ke Kemensos. Yang tadi Mensos sampaikan, sekarang yang masuk baru 70 persen dari total. Memang kami sedang himpun data riil kemiskinan di luar DTKS,” tutur Muhadjir.
Sampai saat ini, pemerintah belum bisa memastikan jumlah masyarakat miskin baru. Namun, berdasarkan survei sejumlah lembaga, angka kemiskinan akan bertambah 10 persen-12 persen.