Pemerintah mesti tegas membatasi pergerakan orang antardaerah guna mencegah penularan Covid-19 meluas. Ketidaktegasan akan membuat penyebaran Covid-19 tak terkendali.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono dan Anita Yossihara
·4 menit baca
Pemerintah mesti tegas membatasi pergerakan orang antardaerah guna mencegah penularan Covid-19 meluas. Ketidaktegasan akan membuat penyebaran Covid-19 tak terkendali.
JAKARTA, KOMPAS — Ada dua risiko dihadapi Indonesia jika pemerintah tak tegas, yakni penyebaran virus korona baru penyebab Covid-19 terus meluas dan perekonomian terpuruk kian dalam. Perekonomian terus terpuruk jika penanganan Covid-19 berlarut-larut gara-gara aturan pencegahan pergerakan orang tak konsisten.
”Risiko ekonomi lebih parah ketika pandemi tak kunjung reda,” ujar Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal saat dihubungi di Jakarta, Kamis (7/5/2020).
Pemerintah, melalui Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, menerbitkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. Surat edaran itu menyebutkan pengecualian pembatasan perjalanan, antara lain bagi orang yang bekerja di lembaga pemerintah atau swasta yang menyelenggarakan percepatan penanganan Covid-19, pelayanan pertahanan, keamanan, dan ketertiban umum; serta pelayanan kesehatan.
Pengecualian juga diberikan bagi perjalanan pasien yang memerlukan layanan kesehatan darurat atau perjalanan orang yang anggota keluarga intinya sakit keras atau meninggal. Surat edaran mengecualikan pula repatriasi pekerja migran Indonesia, WNI, dan pelajar/mahasiswa di luar negeri.
Pengecualian pembatasan perjalanan antara lain bagi orang yang bekerja di lembaga pemerintah atau swasta yang menyelenggarakan percepatan penanganan Covid-19.
Faisal menambahkan, seandainya pemerintah konsisten, CORE memprediksi puncak pandemi terjadi di triwulan II-2020 dan mereda di triwulan III-2020. ”Dengan skenario itu pun, kami memprediksikan (pertumbuhan ekonomi) minus 2 persen sampai 2 persen. Artinya, tetap ada potensi kontraksi tahun ini,” katanya.
Maka, kalau ada relaksasi, bisa jadi kontraksi ekonomi terjadi beberapa triwulan lagi. ”Saya khawatir terjadi lebih dari triwulan III, apalagi kalau sampai ada gelombang kedua Covid-19. Tergesa-gesa melakukan relaksasi jelas sangat riskan,” kata Faisal.
Kembali beroperasi
Sejak Rabu (6/5/2020), publik gaduh merespons isu mengenai pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Sebagian warga mengartikannya dengan diizinkannya bepergian selama pandemi. Hal ini muncul setelah Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyampaikan wacana itu dalam rapat kerja virtual bersama Komisi V DPR di Jakarta.
Dalam pertemuan, Budi menyebutkan, moda transportasi umum kembali beroperasi secara normal mulai Kamis kemarin. Meski begitu, pengoperasian transportasi dibarengi aturan pengecualian larangan bepergian bagi kalangan warga tertentu. ”Bukan relaksasi, tetapi penjabaran,” ujar Budi.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno menegaskan, tidak ada perubahan ketentuan tentang mudik Lebaran. ”Mudik bukan termasuk yang dikecualikan dalam pembatasan perjalanan. Mudik tetap dilarang,” katanya.
Pengamat transportasi Universitas Indonesia, Ellen Tangkudung, menuturkan, dengan surat edaran itu, petugas di lapangan memiliki landasan perintah untuk menentukan orang yang boleh bepergian selama PSBB, tetapi harus ada pengawasan ketat. Pengecualian tidak boleh sampai disalahgunakan.
”Jangan sampai kecurangan dilakukan pihak tertentu demi bisa bepergian,” ujar Ellen.
Dalam keterangan yang disiarkan virtual, kemarin, Presiden Joko Widodo menekankan, pemerintah berusaha keras menanggulangi pandemi dengan memutus mata rantai penularan. Berbagai upaya dilakukan agar puncak pandemi segera berlalu.
Mudik bukan termasuk yang dikecualikan dalam pembatasan perjalanan. Mudik tetap dilarang.
Presiden mengingatkan, masyarakat tak boleh lengah karena para ahli berpendapat ada kemungkinan kurva kasus positif Covid-19 kembali naik, turun, naik lagi, dan seterusnya. Ketidakpastian terjadi sepanjang vaksin belum ditemukan.
Jokowi pun mengajak masyarakat ”hidup berdamai” dengan Covid-19. Selama vaksin penangkal virus penyebab Covid-19 belum ditemukan, ada kemungkinan kasus positif kembali meningkat. Berdamai dengan Covid-19 tak berarti mengabaikan pembatasan sosial dan protokol kesehatan.
Presiden menjelaskan, PSBB berarti pembatasan kegiatan di tempat umum dengan pembatasan jumlah orang dan pengaturan jarak. ”Masyarakat masih bisa beraktivitas, tetapi dibatasi. Masyarakat harus membatasi diri, tak perlu berkumpul dalam jumlah besar,” ujarnya.
Hingga kemarin, ada 12.776 kasus positif Covid-19 di Indonesia. Sebanyak 930 orang meninggal dan 2.381 pasien sembuh.
Di tengah kasus positif Covid-19 yang masih bertambah, penularan terhadap tenaga kesehatan terus terjadi. Di Indramayu, Jawa Barat, seorang perawat di RSUD Indramayu diduga tertular dari orang di luar rumah sakit. Pria perawat itu adalah salah satu anggota tim isolasi 1 RSUD Indramayu. Akibatnya, 61 tenaga medis, termasuk 19 dokter, dikarantina di hotel selama 14 hari.
Di Tapanuli Utara, Sumatera Utara, 48 tenaga kesehatan menjalani uji PCR dan dikarantina setelah reaktif rapid test. Pekan lalu, sejumlah tenaga kesehatan RSUD Padang Panjang, Sumatera Barat, tertular dari pasien persalinan. (DIV/IKI/MEL/NSA)