Makanan beku menjadi pilihan sejak pandemi terjadi lantaran praktis disajikan. Masyarakat tak perlu sering berbelanja. Makanan itu bisa disimpan untuk waktu yang cukup lama. Penjualan makanan beku pun meningkat tajam,
Oleh
KOMPAS/DWI BAYU RADIUS
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penjualan makanan beku melonjak sejak pandemi Covid-19. Makanan yang tahan lama disimpan banyak dipesan agar masyarakat tak perlu sering berbelanja. Produsen pun meraih peluang itu dengan pemasaran lewat medsos, pengantaran menggunakan ojek daring, dan dari mulut ke mulut.
Trisna Kusumawardani, pendiri dan pemilik Igagia, menikmati peningkatan penjualan lebih dari dua kali lipat pada masa pandemi. ”Sebelumnya, kalau saya bisa menjual 75 pak per minggu, sudah paling banyak. Sekarang, penjualan bisa mencapai 180 pak per minggu,” ujarnya di Jakarta, Senin (11/5/2020).
Banyak ibu tak sempat memasak. Apalagi, mereka harus mendampingi anak-anak yang belajar di rumah dan sebagian asisten rumah tangga berangsur pulang kampung pada bulan puasa hingga Lebaran. Pandemi mendorong masyarakat tak sering-sering keluar rumah, termasuk ke pasar.
”Makanan beku jadi pilihan. Orang mau buka kulkas, makanan tinggal dihangatkan. Saya bikin makanan beku yang diantar tiga hari setelah diorder,” ujarnya. Ragam makanan beku itu terdiri dari iga bakar, ayam bakar, bandeng presto, sate maranggi, ayam yakitori, empal gepuk, dan ayam kremes.
Makanan paling banyak dipesan adalah iga bakar, ayam bakar, dan bandeng presto. Harga iga bakar Rp 95.000 per 500 gram, ayam bakar 55.000 per 800 gram, dan bandeng presto Rp 25.000 per 300 gram. Trisna tak membuka kedai sehingga hanya melayani pesanan yang diantar.
”Kalau mengacu informasi yang saya dapat, produk itu bisa bertahan di rak pembeku hingga sebulan. Tapi, saya sarankan pembeli menyimpannya paling lama dua pekan,” katanya. Konsumen usaha rumahan di Bintaro, Jakarta, tersebut juga tersebar di Jawa Barat, Yogyakarta, hingga Bali.
Igagia yang buka sejak tahun 2014 itu berawal ketika Trisna memasak untuk teman ibunya. Kelezatan masakan itu dipuji. ”Ia bilang rasanya kayak makanan restoran dan meminta saya jualan. Saya tak yakin, tapi waktu mencoba, responsnya bagus. Informasi menyebar dari mulut ke mulut,” ucapnya.
Menurut Rainasta Virostyani, pemilik Rumabekal, penjualan makanan bekunya juga meningkat 50 persen sejak pandemi terjadi. Sebelumnya, ia bisa menjual makanan beku sekitar 10 pak per minggu dan saat ini meningkat 50 persen. Makanan-makanan itu seperti dimsum, panada tuna, siomai dori, dan Kebab Kuftah.
”Syukurlah, penjualan semua makanan itu meningkat. Banyak makanan dipesan lalu diantar ojek daring. Pengemudi ojek pun terbantu,” katanya. Banyak konsumen memesan makanan beku karena praktis. Tak perlu keluar rumah, mereka tinggal menghangatkan makanan tersebut.
”Konsumen bisa memesan lewat Instagram, Whatsapp, dan Gofood. Jadi, lebih banyak jalur promosi lewat media sosial tanpa perlu ke rumah kami,” ucap Rainasta. Ia bersama suaminya menjalankan Rumabekal di Kebon Jeruk, Jakarta, sejak Juli 2018.
Brand and Marketing Manager Glosis Putri Utami Harefa mengatakan, sejak diluncurkan, makanan beku sudah digemari konsumennya. Penjualan makanan beku malah melejit melampaui hidangan konvensional. Saat ini, 70 persen produk Glosis yang terjual adalah makanan beku.
Makanan beku Glosis diproduksi sejak pandemi terjadi atau hampir dua bulan terakhir. Produk itu tersedia di semua cabang Glosis. Saat ini, Glosis tersebar di empat lokasi di Jakarta dan Bandung. Terdapat delapan macam makanan beku di Jakarta dan 12 macam di Bandung.
Berat makanan tergantung jenisnya atau 200-250 gram per porsi. Sekitar 250 pak makanan beku Glosis terjual per hari. Makanan beku Glosis yang digemari adalah beef burger steak, tuscany pasta, dan beef stroganoff. Penyimpanan makanan di rak pembeku bisa tahan hingga tiga bulan.
Gagasan makanan beku sebenarnya sudah lama hendak diterapkan sehingga tersedia pilihan-pilihan lain untuk konsumen. ”Setelah mengamati situasi terkini, kami menilainya sebagai momen yang tepat untuk melaksanakan ide tersebut,” katanya.