Sejalan dengan perlambatan industri properti, pasar sewa hunian juga merosot di tengah pandemi Covid-19. Koreksi pasar diprediksi berlangsung sampai akhir tahun 2020.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah lesunya industri properti, pasar sekunder perumahan juga merosot karena dampak pandemi Covid-19. Penurunan daya beli masyarakat turut menghambat bisnis penjualan rumah seken serta penyewaan hunian. Sejumlah kelonggaran kini diterapkan untuk menjaga daya tahan pasar.
Menghadapi situasi pasar yang lesu, sejumlah pemilik hunian, baik rumah maupun apartemen yang disewakan secara harian, bulanan, dan tahunan, menerapkan kelonggaran pembayaran bagi penyewa. Kemudahan itu mencakup diskon atau keringanan biaya sewa, kelonggaran waktu pembayaran, dan penundaan pembayaran.
Toto, pemilik rumah tinggal di Sawangan, Depok, Jawa Barat, memberikan keringanan pembayaran untuk penyewa rumahnya. Penyewa yang bekerja di proyek konstruksi tengah kesulitan keuangan sebagai dampak pandemi Covid-19. ”Tidak apa-apa kami berikan kelonggaran,” ujarnya.
Paulus Himawan, pemilik unit apartemen Metro Park, Jakarta Barat, menuturkan, penyewaan unit apartemen tidak berjalan baik di masa pandemi Covid-19. Ia pun menawarkan keringanan biaya kepada penyewa berupa penghapusan tarif sewa unit selama pandemi. Penyewa cukup membayar biaya bulanan apartemen, seperti biaya servis (service charge), iuran pemeliharaan lingkungan (IPL), serta tarif air, listrik, dan parkir.
Langkah itu ditempuh sebagai jalan tengah agar unit tidak kosong dan terbebani biaya bulanan, sedangkan penyewa tetap bisa menghuni. Meski keringanan telah diberikan, penyewa tetap kesulitan membayar biaya bulanan.
Kemerosotan pasar juga dialami untuk usaha penginapan yang ditawarkan melalui aplikasi daring. Selama berlangsung pembatasan sosial berskala besar (PSBB), sektor pariwisata menurun. Dampaknya, bisnis penyewaan vila tersendat.
”Tidak ada opsi, selain melihat dan menunggu sampai pandemi Covid-19 bisa teratasi dan perekonomian kembali membaik agar pasar sewa hunian dan penginapan bisa kembali bergerak,” kata Himawan.
Konsultan Properti Colliers International Indonesia merilis, pembatalan sewa hunian terjadi untuk sejumlah proyek apartemen sewa dan servis (serviced-apartment) berlangsung selama periode Februari-Maret 2020 untuk sejumlah. Pembatalan sewa dilakukan baik oleh konsumen individu maupun perusahaan, terutama dengan menurunnya tingkat kunjungan warga negara asing ke Indonesia.
Sejumlah pemilik apartemen sewa dan servis mulai beralih dengan fokus menggarap pasar domestik, tetapi hasilnya tidak signifikan. Pada triwulan I (Januari-Maret) 2020, tingkat keterisian apartemen sewa dan servis di Jakarta berkisar 61,4 persen atau turun 6,5 persen dibandingkan triwulan sebelumnya.
Senior Associate Director Colliers International Indonesia Ferry Salanto mengemukakan, tingkat hunian apartemen sewa dan servis diprediksi akan menurun tajam dalam jangka pendek karena banyak perusahaan yang menunda relokasi pekerjanya. Penurunan sewa itu seiring dengan menurunnya aktivitas bisnis serta pembatalan pertemuan dan kunjungan, khususnya warga negara asing.
”Penyewa dan pemilik harus membuka ruang negosiasi karena saling membutuhkan. Harus ada jalan keluar lewat penyesuaian (kelonggaran) kontrak jika bisnis ingin tetap bertahan di masa sulit,” katanya.
Peluang pasar
Secara terpisah, Dewan Kehormatan Asosiasi Real Estat Broker Indonesia (Arebi) Hartono Sarwono mengemukakan, perlambatan juga terjadi untuk pasar sekunder perumahan. Jumlah hunian yang ditawarkan mengalami peningkatan signifikan, tetapi daya beli sebagian besar masyarakat menurun.
Dalam situasi ekonomi sulit, rumah dan ruko yang merupakan salah satu produk investasi dijual oleh pemilik karena terdesak kebutuhan dana. Harga rumah dan ruko yang ditawarkan itu cenderung di bawah harga pasaran karena pemilik menekan marjin keuntungan agar produk cepat terjual.
”Pasokan (rumah) semakin banyak di pasar sekunder. Ini memberikan kesempatan bagi konsumen untuk mencari rumah terbaik di lokasi idaman dengan harga lebih terjangkau,” ujarnya.
Meski demikian, konsumen saat ini cenderung menahan transaksi sampai kondisi ekonomi membaik. Tekanan pasar itu diprediksi berlangsung sampai triwulan IV-2020. Kebutuhan rumah dinilai merupakan kebutuhan dasar yang akan tetap tumbuh sehingga pasar perumahan pada tahun 2021 diprediksi membaik sejalan dengan pertumbuhan ekonomi.
Di sisi lain, kondisi Covid-19 membuat masyarakat semakin terbiasa mengakses teknologi daring. Pascapandemi akan terjadi kebiasan baru, yakni pemasaran hunian secara daring melalui kanal atau aplikasi diperkirakan meningkat untuk membidik konsumen lebih luas.