Utang jatuh tempo membayangi sejumlah perusahaan pelat merah. Langkah yang kini marak ditempuh untuk menambah likuiditas adalah menerbitkan surat utang.
Oleh
Agnes Theodora
·3 menit baca
Pendanaan dari pemerintah diberikan kepada 12 perusahaan BUMN dalam bentuk penyertaan modal negara (PMN), percepatan pembayaran kompensasi, dan talangan dana investasi untuk modal kerja.
Dua pekan terakhir, tiga perusahaan BUMN menerbitkan surat utang di pasar global senilai 3,6 miliar dollar AS atau Rp 54 triliun. Dalam keterangan Kementerian BUMN yang dipublikasi Selasa (12/5/2020), PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum merilis surat utang senilai 2,5 miliar dollar AS atau sekitar Rp 37,5 triliun (kurs Rp 15.000 per dollar AS).
Sebelumnya, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk menerbitkan surat utang 500 juta dollar AS atau Rp 7,4 triliun. Ada pula PT Hutama Karya (Persero) yang menerbitkan surat utang pada tahun ini. Awal Mei 2020, Hutama Karya menerbitkan surat utang senilai 600 juta dollar AS atau Rp 9 triliun.
Dengan demikian, total surat utang global empat BUMN mencapai nilai Rp 83 triliun.
Selain tiga perusahaan itu, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sedang bersiap merancang surat utang senilai 2 miliar dollar AS atau Rp 29,6 triliun lewat program euro medium term notes (EMTN). Dengan demikian, total surat utang global perusahaan BUMN mencapai nilai Rp 83 triliun.
Sebagian dana hasil penjualan surat utang itu akan digunakan untuk membayar utang jatuh tempo (refinancing bond) di tengah pandemi. PT Inalum, misalnya, akan menggunakan 1 miliar dollar AS atau Rp 14,8 triliun dari dana yang diperoleh untuk membayar utang jatuh tempo. Sisanya untuk membiayai sejumlah rencana PT Inalum, antara lain mengakuisisi saham perusahaan tambang, seperti PT Vale Indonesia Tbk, dan membantu pembayaran pinjaman anak usaha.
Berinovasi
Menteri BUMN Erick Thohir, Selasa, mengatakan, perusahaan BUMN harus berinovasi mencari sumber pendanaan di tengah sulitnya kondisi ekonomi saat ini. Ia menilai, apa yang dilakukan PT Inalum, Hutama Karya, dan Mandiri sebagai bentuk kepercayaan dunia usaha internasional terhadap perusahaan BUMN.
"Ia mendorong lebih banyak perusahaan BUMN melakukan hal serupa untuk menambah likuiditas. ”Berarti secara umum Indonesia masih dipercaya dunia internasional,” kata Erick.
Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan berpendapat, di tengah situasi seperti saat ini, korporasi membutuhkan tambahan likuiditas. Sumber pendanaan secara internal melalui laba perusahaan atau suntikan modal kepemilikan saham tidak mencukupi di tengah ekonomi yang lesu.
Opsi yang bisa ditempuh adalah mencari pinjaman. Namun, pinjaman melalui bank dilihat kurang strategis karena likuiditas perbankan dalam negeri cukup ketat. Ia menilai, penawaran tenor minimal lima tahun oleh ketiga BUMN itu cukup menjanjikan. Namun, catatannya, kondisi ekonomi global sudah membaik dalam dua-tiga tahun ke depan sehingga nilai tukar rupiah kembali menguat.
Sementara itu, lewat skema pemulihan ekonomi nasional, pemerintah akan menyuntikkan dana untuk 12 perusahaan BUMN yang terdampak pandemi dan keberadaannya dibutuhkan karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Bantuan diberikan dalam bentuk penyertaan modal negara, percepatan pembayaran kompensasi, dan talangan dana investasi untuk modal kerja.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, pemerintah akan berhati-hati dalam memberikan suntikan dana. Bantuan hanya diberikan kepada BUMN yang kondisi keuangannya benar-benar terdampak dan yang mengurusi hajat hidup orang banyak.
"Besarnya dana belum ditentukan. Menurut rencana, dana talangan atau kredit modal kerja disalurkan pada triwulan II atau III-2020. ”Mekanismenya harus melalui sidang kabinet dulu,” kata Febrio.