JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat tetap memerlukan rumah. Namun, akibat pandemi Covid-19, transaksi pembelian rumah tertunda. Akad kredit tertahan. Penjualan properti residensial atau rumah tinggal yang anjlok menyebabkan kenaikan harga properti melambat.
Survei harga properti residensial Bank Indonesia (BI) mengindikasikan penjualan properti tempat tinggal pada triwulan I-2020 minus 43,19 persen dibandingkan dengan triwulan I-2019. Survei dilakukan terhadap pengembang di 12 kota besar Indonesia untuk mengetahui sumber tekanan inflasi dari sisi permintaan.
Padahal, pada triwulan IV-2019, penjualan properti residensial masih tumbuh 1,19 persen secara tahunan.
Sementara indeks harga properti residensial triwulan I-2020 naik 1,68 persen secara tahunan, lebih rendah dibandingkan triwulan IV-2019 yang tumbuh 1,77 persen secara tahunan.
”Perlambatan indeks harga properti residensial diperkirakan berlanjut pada triwulan II-2020 dengan tumbuh 1,56 persen,” ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Onny Widjanarko dalam keterangan resmi, Rabu (13/5/2020).
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Daniel Djumali memaparkan, langkah konsumen menunda pembelian membuat rumah tapak yang sudah selesai dibangun pengembang tidak terserap.
Pada Februari-Mei 2020, anggota Apersi membangun 20.000 unit rumah yang hingga kini belum seluruhnya terjual karena terkendala realisasi akad kredit. Sebagian besar rumah itu untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
Realisasi akad kredit tertunda karena konsumen kesulitan datang ke lokasi rumah, survei calon konsumen, proses memecah sertifikat, pengajuan izin mendirikan bangunan, dan validasi pajak.
Di sisi lain, perbankan berhati-hati menyalurkan kredit pemilikan rumah (KPR).
Pengamat properti dari Panangian School of Property, Panangian Simanungkalit, memprediksi, properti akan menghadapi tantangan berat pada triwulan II-2020. Sektor ini diperkirakan baru mulai menggeliat paling cepat triwulan IV-2020.
Namun, sektor properti akan memasuki fase keseimbangan baru sehingga pengembang harus lebih jeli membaca kebutuhan pasar.
Keseimbangan baru itu antara lain konsumen lebih banyak mencari rumah siap huni.
Jeli melihat daring
Sementara itu, pandemi Covid-19 membuat penyedia platform digital jeli melihat peluang pasar di sektor properti.
CEO KPR Akademy Oktavianus Pujianto memaparkan, calon konsumen dapat melihat properti yang diinginkan melalui video atau fasilitas foto 360 derajat.
”Setiap detail properti yang tertangkap kamera secara jelas dapat menggantikan kehadiran fisik konsumen,” katanya dalam acara bincang-bincang daring yang diselenggarakan Indonesia Properti Expo, Rabu (13/5).
Di tengah pandemi Covid-19, tren transaksi properti secara daring justru mendapat kesempatan untuk berkembang.
Namun, Oktavianus mengimbau konsumen untuk tetap berhati-hati dalam memilih laman, aplikasi, atau platform untuk membeli properti secara daring. Rekam jejak dan izin usaha laman dan aplikasi tersebut perlu dicek agar terhindar dari penipuan.
Menurut Equity Loan Department Head PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Romeo Daniel MVE, selain melihat-lihat properti, calon konsumen juga bisa mengajukan KPR secara daring. (DIM/LKT/JUD)