UMKM yang selama ini sudah terhubung dengan ekosistem digital atau tersambung dengan pasar daring baru 13 persen atau sekitar 8 juta pelaku usaha.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 dapat menjadi momentum mempercepat transformasi bisnis pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah masuk ekosistem digital. Salah satu tantangan saat ini adalah relatif masih minimnya pelaku UMKM yang sudah terhubung ekosistem digital.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki mengatakan, UMKM yang selama ini sudah terhubung dengan ekosistem digital atau tersambung dengan pasar daring baru 13 persen atau sekitar 8 juta pelaku usaha. Untuk itu, UMKM yang selama ini berbisnis secara luring perlu didukung untuk juga masuk pasar daring.
”Bukan sekadar membantu mereka mengakses internet, tetapi juga di sisi kemampuan UMKM menjaga pasokan,” kata Teten dalam seminar daring bertajuk ”Strategi Survival di Masa Covid-19: Upaya Adaptasi Usaha Mikro Kecil” di Jakarta, Jumat (15/5/2020).
Bukan sekadar membantu mereka mengakses internet, tetapi juga di sisi kemampuan UMKM menjaga pasokan.
Teten menambahkan, kemampuan UMKM merespons cepat permintaan di pasar daring, termasuk kecukupan kapasitas produksi, dibutuhkan untuk menjaga kredibilitas usaha mereka. Para pelaku e-dagang juga mengakui kalua selama ini terjadi pertempuran antara merek. Untuk itulah, citra merek atau jenama yang kuat menjadi penting.
Rektor Universitas Padjajaran Rina Indiastuti mengemukakan, pandemi Covid-19 turut memukul UMKM. Berdasarkan data Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) pada April 2020, sebanyak 50 persen lebih UMKM di dunia tidak akan bertahan dalam beberapa bulan ke depan.
”Diprediksikan 43 persen UMKM di dunia akan berhenti beroperasi,” katanya.
Survei Laboratorium Manajemen dan Bisnis Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjajaran pada April-Mei 2020 terhadap UMKM di Jawa Barat menunjukkan, sebanyak 47 persen UMKM telah berhenti beroperasi. Selain itu, sebanyak 85 persen UMKM mengalami penurunan pendapatan lebih dari 30 persen.
Sebanyak 59 persen UMKM juga telah merumahkan 30 persen lebih pegawai untuk menekan biaya operasional. Adapun sebanyak 81 persen mengalami masalah arus kas setelah 1-4 bulan ke depan.
”Apabila pandemi Covid-19 masih terus berlangsung, sebagian besar pelaku UMKM, yaitu 80 persen, mengkhawatirkan keberlangsungan usaha mereka,” kata Rina.
Apabila pandemi Covid-19 masih terus berlangsung, sebagian besar pelaku UMKM, yaitu 80 persen, mengkhawatirkan keberlangsungan usaha mereka.
Menurut Rina, salah satu pendekatan untuk bertahan pada kondisi normal baru itu adalah menemukan cara dan metode kekinian dengan platform digital. Pada masa ini, para pelaku UMKM perlu berubah dan menyesuaikan strategi dalam menyongsong kondisi normal baru.
Mereka perlu wadah, punya komunitas, sehingga di situ bisa saling berbagi pengalaman dan membaca peluang. Krisis apapun pasti memiliki sisi baiknya.
”Winston Churchill, Perdana Menteri Inggris di era Perang Dunia II, mengatakan, \'Never let a good crisis go to waste\'. Semua kalangan diajak agar jangan pernah mengabaikan sisi baik dari krisis,” ujarnya.
Untuk itulah, lanjut Rina, UMKM perlu mengenali peluang di masa krisis pandemi Covid-19. UMKM perlu belajar, berpikir ulang, menata ulang, dan bekerja ulang untuk menemukan inovasi dan cara baru dengan platform digital.
Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Mardani H Maming menuturkan, pandemi Covid-19 berdampak mengubah perilaku masyarakat dan pelaku UMKM. Masyarakat tidak bisa berkumpul dalam jumlah banyak.
Ada pembatasan sosial berskala besar. Banyak orang mulai bekerja dari rumah. ”Pemasaran mengalami penurunan. UMKM juga banyak yang bergeser melakukan pemasaran daring,” katanya.