Pemerintah mulai mengantisipasi skenario normal baru di BUMN. Namun, ada saran agar pelonggaran pembatasan sosial diterapkan dengan pertimbangan matang.
Oleh
Agnes Theodora
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tidak semua perusahaan memiliki kemampuan dan lingkungan kerja yang kondusif untuk menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Jika protokol kesehatan tidak diterapkan ketat, pelonggaran aktivitas selama masa pandemi Covid-19 akan berbalik menjadi bumerang.
Jika pembatasan sosial berskala besar (PSBB) direlaksasi tanpa pertimbangan matang, dapat berisiko memukul perekonomian sehingga kondisinya dapat lebih berat.
Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Mohammad Faisal mengenai rencana Kementerian BUMN mengaktifkan perusahaan BUMN secara penuh mulai 25 Mei 2020.
”Sangat riskan untuk terburu-buru merelaksasi PSBB ketika jumlah orang yang positif (Covid-19) masih bertambah, belum ada tanda-tanda mereda,” katanya, di Jakarta, Minggu (17/5/2020).
Menurut Faisal, penerapan protokol kesehatan secara merata di semua perusahaan akan sulit dicapai.
Pada 15 Mei 2020, Menteri BUMN Erick Thohir mengirim surat perihal Antisipasi Skenario The New Normal BUMN kepada direktur utama BUMN.
Surat itu, antara lain, menyebutkan, dalam rangka mengantisipasi lebih dini skenario normal baru pada BUMN, dirut BUMN wajib membentuk gugus tugas penanganan Covid-19. Gugus tugas itu fokus pada antisipasi skenario normal baru.
Dalam lampiran surat itu, antara lain, disebutkan, karyawan berumur kurang dari 45 tahun masuk kantor, sedangkan yang berumur di atas 45 tahun bekerja dari rumah. Ketentuan itu diterapkan sesuai dengan batasan operasi. Hal tersebut ada dalam fase pertama, yang dimulai pada 25 Mei 2020.
Ada lima fase dalam tahapan pemulihan kegiatan secara bertahap. Fase terakhir pada 13 dan 20 Juli 2020, yakni evaluasi fase 4 untuk seluruh sektor.
Pada awal Agustus 2020, seluruh sektor beroperasi secara normal dengan tetap mempertahankan protokol kesehatan dan kebersihan yang ketat.
Skenario ini diiringi dengan protokol penanganan Covid-19 yang ketat terkait aspek manusia, cara kerja, serta interaksi dengan pelanggan, pemasok, mitra, dan pemangku kepentingan lain. Setiap perusahaan juga diminta menyusun rentang waktu pelaksanaan skenario normal baru itu dengan mengacu pada kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga, Minggu (17/5/2020), mengatakan, surat itu meminta 140 perusahaan BUMN bersiap menghadapi pelonggaran PSBB. Namun, penerapannya tetap harus sesuai dengan kebijakan dan kondisi PSBB di setiap wilayah.
”Kalau PSBB (di wilayah) mengatakan karyawan tidak boleh bekerja, maka patuhi. Akan tetapi, kalau PSBB dibuka, protokol berlaku dengan sendirinya,” katanya.
Faisal mengingatkan, pelonggaran PSBB, ditambah pengawasan yang lemah dan penegakan protokol kesehatan, dapat semakin memukul perekonomian dalam jangka panjang.
Relaksasi PSBB secara terburu-buru akan memunculkan potensi kasus Covid-19 gelombang kedua, sebagaimana kini mulai terlihat di beberapa negara yang sudah melonggarkan pembatasan sosial. Akibatnya, dampak terhadap perekonomian bisa terjadi lebih lama.
Jika Covid-19 kian merebak, pekerja dapat terkena. Kondisi ini mengganggu produksi dan suplai, sedangkan daya beli masyarakat dan permintaan masih tetap lemah.
Kesehatan lebih dulu
Faisal menambahkan, di tengah pandemi, krisis ekonomi tidak terelakkan. Namun, akar persoalannya, yakni virus Covid-19, yang mengakibatkan krisis kesehatan, harus dituntaskan lebih dulu.
Jika krisis kesehatan sudah bisa ditangani, perekonomian bisa membaik lagi. Kondisi ekonomi yang terpuruk adalah risiko yang mesti dihadapi. Namun, jika memaksakan diri untuk merelaksasi PSBB, ada risiko kondisi ekonomi akan ambruk dalam jangka panjang.
”Risikonya besar sekali dari sisi ekonomi. Sekarang sudah banyak yang melanggar dan kasus terus bertambah, apalagi ketika nanti dilonggarkan. Rencana kita untuk pulih pada 2021 bisa jadi tidak tercapai karena pada 2021 kita masih bergelut dengan virus,” kata Faisal.
Deputi Bidang SDM, Teknologi, dan Informasi Kementerian BUMN Alex Denni mengatakan, lima fase itu merupakan ilustrasi pedoman umum yang harus selesai dibuat pada 25 Mei 2020. Namun, penerapannya tetap harus berpatokan pada kebijakan penanggulangan bencana dan kebijakan pemerintah daerah masing-masing.