Potensi Maksimal BI Suntik Likuiditas Bank Mencapai Rp 563,6 Triliun
BI mencatat, per Mei, kepemilikan SBN di perbankan mencapai Rp 886 triliun. Dari total kepemilikan ini, potensi maksimal dari likuiditas hasil term repo BI yang bisa disuntikkan ke perbankan mencapai Rp 563,6 triliun.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dalam rangka menopang program Pemulihan Ekonomi Nasional, Bank Indonesia tetap mempertahankan suku bunga acuan. Bank Indonesia juga menyatakan mampu menyuntik likuiditas bank yang menggadaikan surat berharga negara hingga mencapai Rp 563,6 triliun.
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) pada 18-19 Mei 2020 memutuskan untuk mempertahan suku bunga acuan, BI 7-day Reverse Repo Rate, sebesar 4,5. BI juga mempertahankan suku bunga penempatan dana rupiah (deposit facility) sebesar 3,75 persen, dan suku bunga penyediaan dana rupiah (lending facility) 5,25 persen.
Dalam telekonferensi pers, Selasa (19/5/2020), Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan, keputusan untuk mempertahankan tingkat suku bunga sejalan dengan upaya menjaga stabilitas nilai tukar di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.
”Meskipun BI melihat ada ruang penurunan suku bunga akibat rendahnya inflasi dan perlunya mendorong pertumbuhan dan pemulihan ekonomi tahun ini, BI tetap mempertahankan suku bunga acuan,” ujarnya.
Berdasarkan kurs nilai tukar Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) pada perdagangan Rabu ini, rupiah berada di level Rp 14.823 per dollar AS. Menguat 655 poin dari posisi 28 April 2020 atau dua pekan sebelumnya di level Rp 15.488 per dollar AS.
Perry juga menilai, kepemilikan surat berharga negara (SBN) di industri perbankan masih memadai kebutuhan likuiditas dalam rangka pemulihan ekonomi nasional. Namun, dalam upaya Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun ini, BI mendorong perbankan untuk melakukan transaksi repo atau menggadaikan SBN yang mereka miliki kepada bank sentral untuk mendapat tambahan likuiditas.
Saat ini, perbankan masih minim memanfaatkan fasilitas term repo untuk memenuhi kebutuhan likuiditas. Transaksi term repo perbankan di sepanjang periode pandemi Covid-19 ini hanya sebesar Rp 43,9 triliun.
”Angka ini terhitung kecil bila dibandingkan data BI per Mei yang mencatat kepemilikan SBN di perbankan yang mencapai Rp 886 triliun. Dari total kepemilikan ini, potensi maksimal dari likuiditas hasil term repo BI yang bisa disuntikkan ke perbankan mencapai Rp 563,6 triliun,” kata Perry.
Dari total kepemilikan ini, potensi maksimal dari likuiditas hasil term repo BI yang bisa disuntikkan ke perbankan mencapai Rp 563,6 triliun.
Menurut Perry, nilai potensial tersebut merupakan hasil dari pengurangan nilai total kepemilikan SBN perbankan dengan kewajiban penyangga likuiditas sebesar Rp 330,2 triliun. Sesuai dengan kebijakan cadangan sekunder (secondary reserve) perbankan di BI, besaran penyangga likuiditas makroprudensial (LPM) diatur maksimal 6 persen persen dari dana pihak ketiga (DPK).
”Dalam kondisi seperti saat ini, Bank Sentral akan berupaya mendukung pertumbuhan ekonomi. Langkah yang paling efektif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi adalah menyediakan likuiditas,” ujarnya.
Pelonggaran kuantitatif, lanjut Perry, dilakukan BI melalui injeksi likuiditas ke perbankan dalam jumlah besar sepanjang periode Januari-April 2020 melalui pembelian SBN dari pasar sekunder. Ia mengklaim, sejak BI merilis program pelonggaran kuantitatif likuiditas perbankan bertambah Rp 166,2 triliun.
”Penyediaan likuditas ke perbankan dilakukan melalui mekanisme term repurchase agreement repo, serta penurunan Giro Wajib Minimum. Jadi, kondisi likuiditas perbankan sekarang lebih dari cukup,” ujar Perry.
Term repurchase agreement repo adalah transaksi penjualan instrumen surat berharga antara dua pihak yang diikuti perjanjian untuk membeli kembali surat berharga tersebut pada tanggal yang telah disepakati kedua belah pihak.
Risiko Bank Jangkar
Ekonom Senior PT Samuel Sekuritas Indonesia Ahmad Mikail mengatakan, BI selaku bank sentral memang perlu meningkatkan fungsi sebagai penyangga likuiditas bank-bank terdampak Covid-19. Bila fungsi ini berjalan optimal, penempatan dana pemerintah untuk menambah likuiditas perbankan tidak perlu menjadi prioritas.
”Pembentukan Bank Jangkar atau Bank Peserta akan meningkatkan risiko kredit bermasalah meski ada jaminan dari LPS (Lembaga Penjamin Simpanan). Hal ini menjadi sentimen negatif bagi pasar,” ujar Ahmad.
Pembentukan Bank Jangkar atau Bank Peserta akan meningkatkan risiko kredit bermasalah meski ada jaminan dari LPS.
Ahmad menambahkan, investor khawatir siapa yang nantinya akan menjamin risiko kredit dari penempatan likuiditas ke Bank Pelaksana oleh Bank Peserta. Terlebih lagi bila kinerja dari Bank Pelaksana tersebut tidak terlalu baik sejak sebelum pandemi Covid-19.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan memastikan mekanisme penyangga likuiditas melalui penempatan dana di perbankan tidak akan mengganggu jalannya bisnis perbankan. Melalui mekanisme ini diharapkan restrukturisasi kredit dapat berjalan maksimal serta bank mampu menyalurkan atau memberikan tambahan kredit modal kerja.
Ketentuan mekanisme penyangga likuiditas diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program PEN dalam Rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional.
Regulasi itu menyebutkan, program PEN dilakukan pemerintah melalui penyertaan modal negara, penempatan dana, investasi, penjaminan, dan belanja negara.
Melalui aturan tersebut, pemerintah dapat melakukan penempatan dana kepada perbankan yang bertujuan untuk memberikan dukungan likuiditas. Di dalam penempatan ini, peran perbankan terbagi menjadi dua, yaitu bank peserta sebagai kanal penyalur likuiditas dari pemerintah dan bank pelaksana sebagai penerima likuiditas.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso memastikan, program ini tidak akan mengganggu kinerja bisnis dari bank peserta.
”Bank peserta akan menerima penempatan dana dari Kementerian Keuangan. Dana yang akan disalurkan kepada bank pelaksana yang membutuhkan akan dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan,” ujarnya, Jumat.